Mitigasi Pengawasan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024
Sabtu, 23 April 2022 - 10:43 WIB
Berdasarkan informasi KPU yang disampaikan pada saat uji publik draf Peraturan KPU tentang pemutakhiran data pemilih, data pemilih yang digunakan untuk pemilu/pemilihan serentak tahun 2024 merupakan sinkronisasi daftar pemilih berkelanjutan (DPB) dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang disusun oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan sipil (Dispendukcapil)
Metode ini merupakan langkah progresif dari KPU untuk menyajikan data pemilih yang valid. Namun, tetap ada potensi kerawanan yang perlu diwaspadai, yaitu kualitas DPB dan kualitas data SIAK.
Dalam penyusunan DPB suplai data yang digunakan KPU Kabupaten/Kota berasal dari masukan Bawaslu, masyarakat, Dispendukcapil dan dinas-dinas terkait serta berasal dari aplikasi DPB yang dibuat oleh KPU Kabupaten/kota. Bagi KPU Kabupaten/Kota yang dalam penyusunan DPB setiap bulannya mendapat banyak masukan data maka kualitas DPB bisa diandalkan. Namun, bagi yang sebaliknya masukan data dari eksternal dan internal minim maka kualitas DPB perlu diwaspadai.
Terkait SIAK, data dalam sistem administrasi kependudukan ini bisa diperbaharui jika ada laporan dari masyarakat jika ada perubahan administrasi kependudukan terkait dirinya, keluarga atau masyarakat dilingkungannya. Perubahan data kependudukan ini meliputi data kematian atau pindah domisili. Permasalahannya kesadaran masyarakat untuk melaporkan pada Dispendukcapil terkait ini tidak merata diseluruh wilayah di Indonesia. Hal ini juga berakibat signifikan pada kwalitas data SIAK.
Kedua,potensi sengketa. Sengketa proses pemilu dapat terjadi antara peserta pemilu dengan penyelenggara (KPU) atau antara peserta dengan peserta.
Pada tahapan pencalonan, potensi sengketa antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu diprediksi tinggi. Objek dari sengketa adalah berita acara atau surat keputusan dari KPU. Potensi ini terjadi karena jumlah kontestan yang banyak serta tahapan pencalonan menjadi tahapan pintu masuk bagi partai politik, calon legislatif maupun calon presiden dan wakil presiden untuk menjadi peserta pemilu tahun 2024.
Ketiga,potensi logistik /surat suara tertukar dan cuaca yang susah diprediksi.Keempat,potensi suara tidak sah tinggi. Pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019, suara sah 154.257.601 dan suara tidak sah 3.754.905 (2,37%). Jumlah ini meningkat empat kali lipat pada pada pemilu legislatif suara sah 139.971.260 dan suara tidak sah 17.503.953.
Faktor penyebabnya yaitu belum maksimalnya sosialisasi dari penyelenggara pemilu dan partai politik, rumitnya desain surat suara dan pengetahuan dari pemilih masih jauh dari yang diharapkan.
Jika ketiga faktor ini pada pemilu dan pilkada serentak 2024 masih ada, maka potensi kerawanan di tahapan ini diprediksi tinggi.
Kelima,inklusivitas pemilu. Minimnya keterlibatan disabilitas dalam penyelenggaraan pemilu, kurangnya pemahaman dari penyelenggara terhadap kebutuhan dan perlakuan terhadap disabilitas karena isu disabilitas belum menjadi agenda yang diutamakan dalam bintek penyelenggara pemilu.
Metode ini merupakan langkah progresif dari KPU untuk menyajikan data pemilih yang valid. Namun, tetap ada potensi kerawanan yang perlu diwaspadai, yaitu kualitas DPB dan kualitas data SIAK.
Dalam penyusunan DPB suplai data yang digunakan KPU Kabupaten/Kota berasal dari masukan Bawaslu, masyarakat, Dispendukcapil dan dinas-dinas terkait serta berasal dari aplikasi DPB yang dibuat oleh KPU Kabupaten/kota. Bagi KPU Kabupaten/Kota yang dalam penyusunan DPB setiap bulannya mendapat banyak masukan data maka kualitas DPB bisa diandalkan. Namun, bagi yang sebaliknya masukan data dari eksternal dan internal minim maka kualitas DPB perlu diwaspadai.
Terkait SIAK, data dalam sistem administrasi kependudukan ini bisa diperbaharui jika ada laporan dari masyarakat jika ada perubahan administrasi kependudukan terkait dirinya, keluarga atau masyarakat dilingkungannya. Perubahan data kependudukan ini meliputi data kematian atau pindah domisili. Permasalahannya kesadaran masyarakat untuk melaporkan pada Dispendukcapil terkait ini tidak merata diseluruh wilayah di Indonesia. Hal ini juga berakibat signifikan pada kwalitas data SIAK.
Kedua,potensi sengketa. Sengketa proses pemilu dapat terjadi antara peserta pemilu dengan penyelenggara (KPU) atau antara peserta dengan peserta.
Pada tahapan pencalonan, potensi sengketa antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu diprediksi tinggi. Objek dari sengketa adalah berita acara atau surat keputusan dari KPU. Potensi ini terjadi karena jumlah kontestan yang banyak serta tahapan pencalonan menjadi tahapan pintu masuk bagi partai politik, calon legislatif maupun calon presiden dan wakil presiden untuk menjadi peserta pemilu tahun 2024.
Ketiga,potensi logistik /surat suara tertukar dan cuaca yang susah diprediksi.Keempat,potensi suara tidak sah tinggi. Pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019, suara sah 154.257.601 dan suara tidak sah 3.754.905 (2,37%). Jumlah ini meningkat empat kali lipat pada pada pemilu legislatif suara sah 139.971.260 dan suara tidak sah 17.503.953.
Faktor penyebabnya yaitu belum maksimalnya sosialisasi dari penyelenggara pemilu dan partai politik, rumitnya desain surat suara dan pengetahuan dari pemilih masih jauh dari yang diharapkan.
Jika ketiga faktor ini pada pemilu dan pilkada serentak 2024 masih ada, maka potensi kerawanan di tahapan ini diprediksi tinggi.
Kelima,inklusivitas pemilu. Minimnya keterlibatan disabilitas dalam penyelenggaraan pemilu, kurangnya pemahaman dari penyelenggara terhadap kebutuhan dan perlakuan terhadap disabilitas karena isu disabilitas belum menjadi agenda yang diutamakan dalam bintek penyelenggara pemilu.
tulis komentar anda