Soal Poros Islam di Pilpres 2024, PPP: Mau Gagah-gagahan atau Ingin Menang?
Selasa, 19 April 2022 - 15:22 WIB
JAKARTA - Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan ( PPP ) Achmad Baidowi mengaku sulit untuk bisa membentuk koalisi poros partai Islam untuk Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Hal ini disampaikannya dalam diskusi publik Paramadina Democracy Forum (PDF) yang bertajuk “Peran & Tantangan Partai Politik Islam Menuju Pemilu 2024”.
“Situasi politik di partai Islam di Indonesia sendiri, sangat sulit untuk bisa, apa istilahnya kalau sekarang itu ada bahasa tadi, sebuah gagasan yang fobia. Misalkan kalau ada keinginan mewacanakan Poros Islam,” kata pria yang akrab disapa Awiek ini dalam diskusi yang digelar daring pada Selasa (19/4/2022).
Awiek menjelaskan, kalau melihat demografi Indonesia dan kategorisasi pemilih Indonesia yang mayoritas muslim, koalisi poros Islam ini sangat mungkin terjadi. Hanya saja, membutuhkan usaha yang luar biasa untuk bisa menang.
“Pertanyaan kemudian kita mau gagah-gagahan menggagas koalisi tapi ternyata kalah atau kita ingin menang? Itu saja sebenarnya yang dihadapi oleh parpol,” ujarnya.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR ini menjelaskan, suara PPP sendiri terus mengalami penyusutan-penyusutan dalam beberapa kali pemilu. Setelah 5 kali pemilu di Orde Baru dan 5 kali pemilu di era Reformasi. Terjadi penurunan suara signifikan di 2019, dan perolehan maksimal PPP pada tahun 1982 yakni 27,78%, di sini menyatu seluruh kekuatan umat Islam, sampai akhirnya suara NU di PPP terpecah setelah adanya Muktamar NU di Situbondo.
“Muktamar NU di Situbondo, NU kembali ke khittah, artinya NU bukan hanya di PPP tapi berdiaspora ke partai-partai lain, akibatnya seluruh penurunan suara PPP dari 27,78% menjadi 15,96%. Selalu ada momentum yang mengiringi naik turunnya suara parpol,” papar Awiek.
“Situasi politik di partai Islam di Indonesia sendiri, sangat sulit untuk bisa, apa istilahnya kalau sekarang itu ada bahasa tadi, sebuah gagasan yang fobia. Misalkan kalau ada keinginan mewacanakan Poros Islam,” kata pria yang akrab disapa Awiek ini dalam diskusi yang digelar daring pada Selasa (19/4/2022).
Awiek menjelaskan, kalau melihat demografi Indonesia dan kategorisasi pemilih Indonesia yang mayoritas muslim, koalisi poros Islam ini sangat mungkin terjadi. Hanya saja, membutuhkan usaha yang luar biasa untuk bisa menang.
“Pertanyaan kemudian kita mau gagah-gagahan menggagas koalisi tapi ternyata kalah atau kita ingin menang? Itu saja sebenarnya yang dihadapi oleh parpol,” ujarnya.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR ini menjelaskan, suara PPP sendiri terus mengalami penyusutan-penyusutan dalam beberapa kali pemilu. Setelah 5 kali pemilu di Orde Baru dan 5 kali pemilu di era Reformasi. Terjadi penurunan suara signifikan di 2019, dan perolehan maksimal PPP pada tahun 1982 yakni 27,78%, di sini menyatu seluruh kekuatan umat Islam, sampai akhirnya suara NU di PPP terpecah setelah adanya Muktamar NU di Situbondo.
“Muktamar NU di Situbondo, NU kembali ke khittah, artinya NU bukan hanya di PPP tapi berdiaspora ke partai-partai lain, akibatnya seluruh penurunan suara PPP dari 27,78% menjadi 15,96%. Selalu ada momentum yang mengiringi naik turunnya suara parpol,” papar Awiek.
(muh)
tulis komentar anda