Gugatan Terhadap UU PSDN Dinilai Penting
Kamis, 14 April 2022 - 22:50 WIB
JAKARTA - Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf menilai gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (UU PSDN) ke Mahkamah Konstitusi ( MK ) penting. Sebab, kata dia, ada hak warga negara yang diambil secara paksa oleh negara dan dibarengi dengan ancaman pidana.
Selain itu, Al Araf juga menyarankan sebaiknya anggaran pertahanan difokuskan untuk modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan bukan untuk komponen cadangan. Karena, menurut dia, kondisi komponen utama khususnya alutsista masih terbatas dan memprihatinkan.
"Jadi kalau negara ada anggaran sebaiknya digunakan untuk membangun komponen utama yakni TNI bukan membentuk komponen cadangan," katanya dalam diskusi yang digelar Fakultas Hukum UGM Yogyakarta bekerja sama dengan Imparsial , Kamis (14/4/2022).
Dia menuturkan bahwa di beberapa negara, komponen cadangan hanya mengatur sumber daya manusia, bukan sumber daya alam dan buatan. Sehingga, lanjut dia, tidak perlu mengatur komponen sumber daya alam dan buatan dalam UU ini.
"UU ini masih mengandung subtansi bermasalah yang mengancam hukum, HAM, dan keamanan. Hakim konstitusi harus membaca ini dengan baik," imbuhnya.
Sementara itu, Dosen FH UGM Rikardo Simarmata menilai UU PSDN ini tidak menggunakan rule of law yang baik. Selain itu, kata dia, kewenangan aturan sumber daya alam untuk kepentingan pertahanan dan perang ini konsepnya tidak kuat.
Dia melanjutkan, selain dasar hukumnya tidak kuat, juga karena landasan fundamentalnya bermasalah. Pakar HAM sekaligus Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada R. Herlambang Perdana Wiratraman menilai politik hukum UU PSDN ini adalah antitesis terhadap negara hukum yang demokratis.
"Dan tanda-tandanya pendekatan politik hukum itu akan menguatkan militerisme dan politik legislasi asal suka-suka," katanya dalam kesempatan sama.
Selain itu, kata Herlambang, UU PSDN ini adalah menu pesta fasisme. Menu tersebut, kata dia, mensubordinasi hak-hak warga negara. Dia menambahkan, elite tidak punya imajinasi negara ke depan yang menghormati HAM. “Dan UU PSDN ini akan melanggengkan militeristis,” ungkapnya.
Dosen FH UGM Heribertus Jaka Triyana berpendapat bahwa UU PSDN ini tidak jelas postur dan jenis kelaminnya. “Dibuat untuk apa, bentuknya seperti apa. Setelah putusan MK keluar, penting untuk mengadvokasi dan menindaklanjuti agenda advokasi setelah ini,” pungkasnya.
Selain itu, Al Araf juga menyarankan sebaiknya anggaran pertahanan difokuskan untuk modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan bukan untuk komponen cadangan. Karena, menurut dia, kondisi komponen utama khususnya alutsista masih terbatas dan memprihatinkan.
"Jadi kalau negara ada anggaran sebaiknya digunakan untuk membangun komponen utama yakni TNI bukan membentuk komponen cadangan," katanya dalam diskusi yang digelar Fakultas Hukum UGM Yogyakarta bekerja sama dengan Imparsial , Kamis (14/4/2022).
Dia menuturkan bahwa di beberapa negara, komponen cadangan hanya mengatur sumber daya manusia, bukan sumber daya alam dan buatan. Sehingga, lanjut dia, tidak perlu mengatur komponen sumber daya alam dan buatan dalam UU ini.
"UU ini masih mengandung subtansi bermasalah yang mengancam hukum, HAM, dan keamanan. Hakim konstitusi harus membaca ini dengan baik," imbuhnya.
Sementara itu, Dosen FH UGM Rikardo Simarmata menilai UU PSDN ini tidak menggunakan rule of law yang baik. Selain itu, kata dia, kewenangan aturan sumber daya alam untuk kepentingan pertahanan dan perang ini konsepnya tidak kuat.
Dia melanjutkan, selain dasar hukumnya tidak kuat, juga karena landasan fundamentalnya bermasalah. Pakar HAM sekaligus Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada R. Herlambang Perdana Wiratraman menilai politik hukum UU PSDN ini adalah antitesis terhadap negara hukum yang demokratis.
"Dan tanda-tandanya pendekatan politik hukum itu akan menguatkan militerisme dan politik legislasi asal suka-suka," katanya dalam kesempatan sama.
Selain itu, kata Herlambang, UU PSDN ini adalah menu pesta fasisme. Menu tersebut, kata dia, mensubordinasi hak-hak warga negara. Dia menambahkan, elite tidak punya imajinasi negara ke depan yang menghormati HAM. “Dan UU PSDN ini akan melanggengkan militeristis,” ungkapnya.
Dosen FH UGM Heribertus Jaka Triyana berpendapat bahwa UU PSDN ini tidak jelas postur dan jenis kelaminnya. “Dibuat untuk apa, bentuknya seperti apa. Setelah putusan MK keluar, penting untuk mengadvokasi dan menindaklanjuti agenda advokasi setelah ini,” pungkasnya.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda