Hasil Riset YLKI tentang AMDK Menonjolkan Asumsi
Kamis, 31 Maret 2022 - 08:12 WIB
JAKARTA - Hiset Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI ) terkait Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dinilai tidak ilmiah sehingga hasilnya lebih menonojolkan asumsi. Berdasarkan hasil riset YLKI, 61% pengangkutan air galon di Jakarta Raya tidak memenuhi syarat kesehatan lantaran menggunakan kendaraan terbuka, sehingga galon air terpapar sinar matahari dalam waktu lama.
"Jika survei yang dilakukan cuma basa-basi biar dianggap ilmiah dan tidak nyambung dengan materi atau substansi yang diteliti, ini bisa berdampak negatif dan merugikan banyak pihak termasuk masyarakat. Terutama, jika argumen yang dibangun lemah dan rekomendasi yang diajukan juga terkesan dipaksakan dan mengada-ada," kata Dosen Ilmu Komunikasi Satrio Arismunandar dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (31/3/2022).
Satrio menyoroti objek yang disurvei. Menurutnya, populasi survei post market adalah toko yang menjual AMDK galon, meliputi supermarket, minimarket, agen, dan warung. Menurut Satrio, seharusnya populasi penelitian survei adalah seluruh konsumen yang pernah atau berlangganan dalam pengkonsumsian AMDK, bukan penjual.
Baca juga: Soal Risiko BPA, Riset YLKI Dorong Industri AMDK Berbenah
Ia melihat ada beberapa kelemahan dalam penelitian yang dilakukan YLKI. Menurutnya, survei YLKI dilakukan hanya untuk membuat opini negatif terhadap AMDK galon guna ulang. Selain itu, survei yang menyimpulkan bahwa AMDK galon guna ulang yang terpapar sinar matahari akan menimbulkan migrasi zat BPA ke air minumnya, tidak objektif.
"Kesimpulan seperti itu kan harus diukur dengan alat tertentu, dan bukan sekadar opini. Bahkan, untuk mengukur keterpaparan sinar matahari pun juga perlu ketersediaan alat ukur dan penguasaan teknis tersendiri, yang masyarakat awam tidak paham dan tidak bisa melakukannya. Ini harus dilakukan oleh orang yang ahli atau profesional di bidangnya," kata pendiri Aliansi Jurnalis Independen ini.
Selain itu, kata Satrio, dalam penelitian ilmiah harus ada batasan yang jelas untuk pengertian terpapar sinar matahari. Apalagi jika mau mengklaimnya hingga ke tahap yang berisiko pada kesehatan konsumen.
Ia mencontohkan, apakah paparan matahari pada pukul 06.30 bisa disamakan dengan pukul 12.00, berapa lama AMDK galon guna ulang harus terpapar sinar matahari, dan berapa sebetulnya suhu maksimal yang bisa terjadi, sehingga bisa dikategorikan berisiko bagi kesehatan konsumen.
"Jika survei yang dilakukan cuma basa-basi biar dianggap ilmiah dan tidak nyambung dengan materi atau substansi yang diteliti, ini bisa berdampak negatif dan merugikan banyak pihak termasuk masyarakat. Terutama, jika argumen yang dibangun lemah dan rekomendasi yang diajukan juga terkesan dipaksakan dan mengada-ada," kata Dosen Ilmu Komunikasi Satrio Arismunandar dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (31/3/2022).
Satrio menyoroti objek yang disurvei. Menurutnya, populasi survei post market adalah toko yang menjual AMDK galon, meliputi supermarket, minimarket, agen, dan warung. Menurut Satrio, seharusnya populasi penelitian survei adalah seluruh konsumen yang pernah atau berlangganan dalam pengkonsumsian AMDK, bukan penjual.
Baca juga: Soal Risiko BPA, Riset YLKI Dorong Industri AMDK Berbenah
Ia melihat ada beberapa kelemahan dalam penelitian yang dilakukan YLKI. Menurutnya, survei YLKI dilakukan hanya untuk membuat opini negatif terhadap AMDK galon guna ulang. Selain itu, survei yang menyimpulkan bahwa AMDK galon guna ulang yang terpapar sinar matahari akan menimbulkan migrasi zat BPA ke air minumnya, tidak objektif.
"Kesimpulan seperti itu kan harus diukur dengan alat tertentu, dan bukan sekadar opini. Bahkan, untuk mengukur keterpaparan sinar matahari pun juga perlu ketersediaan alat ukur dan penguasaan teknis tersendiri, yang masyarakat awam tidak paham dan tidak bisa melakukannya. Ini harus dilakukan oleh orang yang ahli atau profesional di bidangnya," kata pendiri Aliansi Jurnalis Independen ini.
Selain itu, kata Satrio, dalam penelitian ilmiah harus ada batasan yang jelas untuk pengertian terpapar sinar matahari. Apalagi jika mau mengklaimnya hingga ke tahap yang berisiko pada kesehatan konsumen.
Ia mencontohkan, apakah paparan matahari pada pukul 06.30 bisa disamakan dengan pukul 12.00, berapa lama AMDK galon guna ulang harus terpapar sinar matahari, dan berapa sebetulnya suhu maksimal yang bisa terjadi, sehingga bisa dikategorikan berisiko bagi kesehatan konsumen.
Lihat Juga :
tulis komentar anda