Kasus Bertambah 1.106 Orang, Pelacakan Agresif Picu Lonjakan Pasien Positif
Rabu, 17 Juni 2020 - 09:04 WIB
JAKARTA - Penambahan kasus positif Covid-19 di Tanah Air masih tinggi dan belum menunjukkan tanda-tanda akan melandai. Kemarin, penambahan kasus positif mencapai 1.106 orang. Dengan tambahan kasus positif ini total sebanyak 40.400 warga Indonesia di Tanah Air dinyatakan positif virus corona.
Namun, pemerintah mengklaim penambahan jumlah pasien positif corona dalam jumlah besar pada beberapa hari terakhir akibat tracing atau pelacakan yang agresif terhadap penderita positif yang sebelumnya dirawat.
“Tracing ini kemudian ditindaklanjuti dengan pemeriksaan antigen menggunakan Real Time PCR atau TCM yang kemudian kita dapatkan hasilnya,” kata Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, kemarin.
Yuri mengatakan tracing secara agresif lalu dilanjutkan dengan testing atau pengetesan secara masif menunjukkan hasil pasien positif yang cukup banyak. Testing, kata Yuri menjadi penting, karena kasus-kasus positif inilah yang kemudian harus betul-betul diedukasi untuk melaksanakan isolasi dengan baik.
“Apabila menunjukkan gejala yang membutuhkan layanan perawatan, sudah tentu kita bawa ke rumah sakit untuk kita rawat. Namun pada kasus dengan gejala yang ringan kita minta untuk isolasi mandiri,” katanya.
Isolasi mandiri secara ketat sesuai dengan protokol menurut dia menjadi kunci dalam memutus rantai penularan Covid-19. (Baca: Bukan Keran Eskpor APD, Mendag: Ini Peluang Ekonomi)
Penambahan kasus positif kemarin masih didominasi beberapa provinsi, di antaranya Jawa Timur yang melaporkan 245 kasus baru dan 71 sembuh. Provinsi lain yang tambahan positifnya tinggi adalah Sulawesi Selatan yakni 175 kasus baru dan 44 sembuh. Disusul Kalimantan Selatan 169 orang dan 6 sembuh, DKI Jakarta 101 kasus baru dan 134 sembuh, Jawa Tengah 56 kasus baru dan 30 sembuh.
Sementara itu, rencana pemerintah untuk menerapkan new normal atau kenormalan baru di tengah pandemi Covid-19 terus menuai perdebatan. Pasalnya, sebelum new normal itu diterapkan, masyarakat yang terjangkit maupun yang meninggal akibat Covid-19 terus meningkat tajam. Bahkan, pada Senin (15/6) sebanyak 64 pasien meninggal dunia akibat pandemi ini. (Lihat foto: Hampir Tiga Bulan Tutup, Pasar Tanah Abang Kembali Beroperasi)
Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay berpandangan new normal belum tepat untuk diberlakukan di waktu sekarang ini. Pasalnya, kurva penyebaran virus Covid-19 masih terus merangkak naik.
Saleh mengakui bahwa di satu sisi harus disadari bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melakukan stabilisasi perekonomian. Namun di sisi lain, untuk menstabilkan ekonomi tidak boleh mengorbankan masyarakat. “Jadi, memang harus ada keseimbangan antara ekonomi dan keselamatan,” ujar Wakil Ketua Fraksi PAN DPR itu. (Baca juga: Ultimatum Jajarannya, Jokowi Ancam Penyeleweng Dana Covid-19)
Karena itu, menurut Saleh, pemerintah harus mempersiapkan segala sesuatu jika new normal benar-benar diterapkan. Termasuk menyiapkan aparatur yang siap mengingatkan dan mendisiplinkan masyarakat. Para petugas itu harus menegur masyarakat yang melanggar protokol kesehatan yang sudah dibuat sesuai standar.
“Kalau ada warga masyarakat yang tidak pakai masker, tidak jaga jarak, tidak tertib di keramaian, dan lain-lain, harus diingatkan. Kalau tidak tertib, dikhawatirkan dapat memperburuk keadaan,” ujarnya. (Binti Mufaridah/Kiswondari)
Namun, pemerintah mengklaim penambahan jumlah pasien positif corona dalam jumlah besar pada beberapa hari terakhir akibat tracing atau pelacakan yang agresif terhadap penderita positif yang sebelumnya dirawat.
“Tracing ini kemudian ditindaklanjuti dengan pemeriksaan antigen menggunakan Real Time PCR atau TCM yang kemudian kita dapatkan hasilnya,” kata Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, kemarin.
Yuri mengatakan tracing secara agresif lalu dilanjutkan dengan testing atau pengetesan secara masif menunjukkan hasil pasien positif yang cukup banyak. Testing, kata Yuri menjadi penting, karena kasus-kasus positif inilah yang kemudian harus betul-betul diedukasi untuk melaksanakan isolasi dengan baik.
“Apabila menunjukkan gejala yang membutuhkan layanan perawatan, sudah tentu kita bawa ke rumah sakit untuk kita rawat. Namun pada kasus dengan gejala yang ringan kita minta untuk isolasi mandiri,” katanya.
Isolasi mandiri secara ketat sesuai dengan protokol menurut dia menjadi kunci dalam memutus rantai penularan Covid-19. (Baca: Bukan Keran Eskpor APD, Mendag: Ini Peluang Ekonomi)
Penambahan kasus positif kemarin masih didominasi beberapa provinsi, di antaranya Jawa Timur yang melaporkan 245 kasus baru dan 71 sembuh. Provinsi lain yang tambahan positifnya tinggi adalah Sulawesi Selatan yakni 175 kasus baru dan 44 sembuh. Disusul Kalimantan Selatan 169 orang dan 6 sembuh, DKI Jakarta 101 kasus baru dan 134 sembuh, Jawa Tengah 56 kasus baru dan 30 sembuh.
Sementara itu, rencana pemerintah untuk menerapkan new normal atau kenormalan baru di tengah pandemi Covid-19 terus menuai perdebatan. Pasalnya, sebelum new normal itu diterapkan, masyarakat yang terjangkit maupun yang meninggal akibat Covid-19 terus meningkat tajam. Bahkan, pada Senin (15/6) sebanyak 64 pasien meninggal dunia akibat pandemi ini. (Lihat foto: Hampir Tiga Bulan Tutup, Pasar Tanah Abang Kembali Beroperasi)
Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay berpandangan new normal belum tepat untuk diberlakukan di waktu sekarang ini. Pasalnya, kurva penyebaran virus Covid-19 masih terus merangkak naik.
Saleh mengakui bahwa di satu sisi harus disadari bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melakukan stabilisasi perekonomian. Namun di sisi lain, untuk menstabilkan ekonomi tidak boleh mengorbankan masyarakat. “Jadi, memang harus ada keseimbangan antara ekonomi dan keselamatan,” ujar Wakil Ketua Fraksi PAN DPR itu. (Baca juga: Ultimatum Jajarannya, Jokowi Ancam Penyeleweng Dana Covid-19)
Karena itu, menurut Saleh, pemerintah harus mempersiapkan segala sesuatu jika new normal benar-benar diterapkan. Termasuk menyiapkan aparatur yang siap mengingatkan dan mendisiplinkan masyarakat. Para petugas itu harus menegur masyarakat yang melanggar protokol kesehatan yang sudah dibuat sesuai standar.
“Kalau ada warga masyarakat yang tidak pakai masker, tidak jaga jarak, tidak tertib di keramaian, dan lain-lain, harus diingatkan. Kalau tidak tertib, dikhawatirkan dapat memperburuk keadaan,” ujarnya. (Binti Mufaridah/Kiswondari)
(ysw)
tulis komentar anda