Pemerintah Perlu Kawal Proses Pengembalian Modal Investor Robot Trading

Selasa, 22 Maret 2022 - 22:29 WIB
Praktisi Hukum dan Media, Yasmin Muntaz. Foto/SINDOnews
Yasmin Muntaz

Praktisi Hukum dan Media

TINDAKAN pemerintah melalui jajaran Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI yang menghentikan kegiatan operasional (menyegel) sejumlah perusahaan robot trading/auto trading ilegal patut diapresiasi. Kendati demikian, yang dilakukan jajaran Kemendag tersebut sesungguhnya terlambat. Apabila dianggap ilegal karena menggunakan broker luar negeri, mestinya penyegelan dilakukan tak lama setelah perusahaan tersebut berdiri (ketika perusahaan baru memiliki sedikit member), sehingga dana yang dihimpun belum mencapai trilyunan seperti sekarang (yang berpotensi merugikan puluhan bahkan ratusan ribu orang).

Apabila perusahaan-perusahaan tersebut disegel karena dianggap telah menyalahgunakan SIUPL (Surat Izin Usaha Penjualan Langsung) sebab barang yang didaftarkan berbeda dengan yang dijual dan telah melakukan penghimpunan dana masyarakat (sehingga termasuk kegiatan yang dilarang dilakukan oleh perusahaan yang memiliki SIUPL), mengapa perusahaan tidak segera diberi peringatan lalu kemudian SIUPL-nya dicabut? Jika sebelum penyegelan ada proses pencabutan SIUPL (dan diumumkan oleh Pemerintah secara terbuka), besarnya potensi kerugian dapat dikurangi karena investor yang alert akan mulai menarik modal mereka.

Penyegelan yang dilakukan jajaran Kemendag pada bulan Januari 2022, mestinya bisa dilakukan berbulan-bulan lalu. Namun sebelumnya Kemendag hanya sebatas memblokir situs web perusahaan robot trading. Hal itu menjadi celah bagi perusahaan untuk membuat kesan bahwa tidak ada masalah dengan perizinan, dan SIUPL pun terus menjadi ‘barang dagangan’ mereka (secara terang-terangan menginfokan SIUPL sebagai salah satu izin yang dimiliki).



Dalam persyaratan pengajuan SIUPL, perusahaan diwajibkan untuk memiliki program pemasaran yang jelas, transparan dan rasional serta tidak berbentuk skema jaringan pemasaran terlarang. Ketika menerbitkan SIUPL, apakah regulator terkait tidak mempelajari lebih dulu skemanya (murni MLM atau ponzi)? Mengapa setelah SIUPL terbit, baru kemudian ribut-ribut dianggap skema ponzi? Bukankah mestinya ada tahapan untuk mengkaji sistem pemasarannya terlebih dahulu (oleh regulator terkait di bawah Kemendag), sebelum menerbitkan SIUPL?

Verifikasi terhadap perusahaan pemohon SIUPL dilakukan oleh asosiasi, yakni Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) dan/atau Asosiasi Perusahaan Penjualan Langsung Indonesia (AP2LI). Asosiasi dilibatkan Kemendag untuk melakukan verifikasi dokumen perusahaan yang mengajukan permohonan SIUPL agar sesuai dengan peraturan, mulai dari marketing plan, kode etik dan verifikasi izin edar produk juga sistem yang tidak mengarah ke money game atau skema piramida (skema ponzi). Hal itu diterapkan kepada semua perusahaan yang mengajukan permohonan SIUPL.

Namun tertanggal 2 Februari 2022, muncul imbauan di situs web AP2LI yang intinya menginformasikan bahwa: SIUPL dan keanggotaan dalam sebuah assosiasi/organisasi, bukan merupakan jaminan atas kepatuhan perusahaaan penjualan langsung terhadap regulasi. Dari imbauan tersebut disimpulkan bahwa: asosiasi tidak bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang menjadi anggotanya. Yang menjadi pertanyaan adalah: apakah asosiasi tidak selektif ketika menerima perusahaan yang bergabung menjadi anggotanya serta mengapa imbauan tersebut baru dikeluarkan pasca penyegelan dan bukan sebelumnya?

Jika kita bicara secara general (terlepas dari kasus perusahaan robot trading ilegal), tudingan skema ponzi terhadap perusahaan yang sudah punya SIUPL akan menimbulkan tanda tanya. Karena semestinya SIUPL bisa menjadi filter. Kalau terjadi penyalahgunaan izin setelah terbitnya SIUPL (karena barang yang dijual berbeda dengan yang mendapat izin) seperti yang dilakukan oleh perusahaan robot trading, mungkin tidak dapat dicegah.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More