Perubahan Tatanan Global dan Optimalisasi Peran Dokter Spesialis Anak

Kamis, 10 Maret 2022 - 14:14 WIB
ASI eksklusif dan imunisasi rutin merupakan fondasi yang penting untuk kesehatan dan kualitas hidup anak. Cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih beragam, dan dipengaruhi banyak faktor seperti status sosio-ekonomi, ketersediaan cuti pascamelahirkan, inisiasi menyusui dini, dan faktor dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan. Akses kepada fasilitas kesehatan juga menjadi faktor penting dalam kelengkapan imunisasi rutin, terutama pada masa pandemi Covid-19. Misinformasi juga menjadi halangan yang signifikan, sehingga dokter spesialis anak memiliki peran yang besar untuk membangun kepercayaan masyarakat kepada program imunisasi dan mendukung program-program imunisasi nasional.

Stunting

Stunting juga merupakan salah satu masalah yang mendesak dalam 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak, terutama di Indonesia dimana angka stunting diperkirakan masih cukup tinggi. Stunting adalah kondisi anak di mana tinggi berdasarkan usia berada di bawah standar deviasi -2 pada kurva WHO akibat kurang gizi dalam jangka waktu lama atau penyakit menahun. Karakteristik sosioekonomi seperti kemiskinan, angka kesakitan akibat penyakit infeksi yang tinggi dan kebersihan lingkungan yang buruk menjadi faktor yang memengaruhi tingginya angka stunting. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, angka stunting di Indonesia adalah 30,8%. Banyak faktor yang mempengaruhi stunting selain faktor kesehatan dan nutrisi; faktor yang bersifat makro seperti keadaan sosial, politik, ekonomi, dan emosional juga memiliki peran.

Namun perlu diingat, tidak semua anak pendek mengalami stunting. Terdapat berbagai penyebab perawakan pendek pada anak, antara lain variasi normal dan kelainan genetik yang tidak berhubungan dengan berkurangnya kecerdasan akibat kurang gizi dalam jangka waktu lama atau penyakit menahun. Anak dengan perawakan pendek akibat penyakit lain, seperti kelainan genetik, sering keliru dikategorikan sebagai stunting. Hal tersebut mengakibatkan penyakit lain tidak terdiagnosis dan tidak mendapat tatalaksana yang sesuai. Kemudian anak pendek namun dengan pertumbuhan dan perkembangan normal sering dianggap stunting, sehingga pemberian asupan nutrisi menjadi berlebihan. Pemberian nutrisi berlebihan pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan obesitas yang menjadi risiko terjadinya penyakit tidak menular lainnya seperti penyakit jantung koroner.

Mayoritas negara di Asia-Pasifik, termasuk Indonesia menggunakan kurva pertumbuhan standar WHO untuk menentukan seorang anak mengalami stunting. Namun perlu diketahui bahwa anak Asia memiliki rerata tinggi badan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Eropa dan Afrika. Penelitian menunjukan terdapat ketidaksesuaian antara kurva standar WHO dan data anak di Indonesia. Didapatkan tinggi anak Indonesia lebih pendek berdasarkan kurva standar WHO namun dengan indeks massa tubuh yang normal. Sebaiknya diagnosis stunting dibuat berdasarkan kurva pertumbuhan yang sesuai dengan karakteristik anak Indonesia. Sebagai contoh Jepang yang memiliki kurva pertumbuhan sendiri sesuai dengan pola pertumbuhan anak sehat skala nasional, sehingga angka stunting di Jepang terbilang rendah. Dengan adanya kurva pertumbuhan nasional, besaran masalah pertumbuhan anak di Indonesia menjadi lebih akurat agar pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan yang tepat guna menanggulangi masalah kesehatan khususnya stunting. Dokter spesialis anak harus berperan aktif dalam deteksi dini berbagai kelainan pertumbuhan, termasuk stunting, dengan pemantauan rutin tumbuh kembang anak, agar kelainan pertumbuhan dapat segera dideteksi dan ditangani.

Penyakit Tidak Menular

Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, dan penyakit pernapasan kronik juga menjadi masalah pada anak dan remaja. Lebih dari 80% kasus kematian dini akibat penyakit tidak menular terjadi di negara berkembang. Namun di Indonesia sendiri belum terdapat data banyaknya penyakit tidak menular. Ditambah dengan penyakit menular yang belum tuntas seperti tuberkulosis. Tingkat resistensi terhadap pengobatan antibiotik standar dan mortalitas yang terus meningkat masih menjadi pekerjaan rumah kita semua. Saat merawat anak dan remaja, dokter spesialis anak perlu mengidentifikasi adanya faktor risiko PTM.

Kesehatan Remaja

Kesehatan remaja juga merupakan permasalahan yang kompleks dan sering terlupakan. Masa remaja merupakan periode yang rentan akan permasalahan tidak hanya fisik namun juga masalah psikososial. Kekerasan, tindak kriminal, kecelakaan lalu lintas, permasalahan kesehatan mental, dan kehamilan remaja adalah beberapa sebab kematian remaja yang perlu dicegah. Penggunaan rokok, alkohol, dan penyalahgunaan narkotika juga patut diperhatikan. Pada remaja wanita, pernikahan di usia anak menjadi akar banyak permasalahan, seperti kekerasan dalam rumah tangga dan kematian karena komplikasi kehamilan di usia muda.

Satu kemajuan yang perlu diapresiasi adalah dinaikannya batas usia pernikahan pada tahun 2019, yaitu revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yaitu usia perkawinan dari minimal 16 tahun menjadi 18 tahun. Ditilik dari segi kesehatan, semakin dini usia pernikahan semakin besar risiko kematian ibu maupun anak. Dokter spesialis anak harus menyadari dan sensitif terhada isu-isu yang menyangkut kesejahteraan remaja.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More