PPI Dunia Dukung SE Penggunaan Pengeras Suara Masjid
Sabtu, 05 Maret 2022 - 22:11 WIB
Savran Billahi, yang saat ini tinggal di Turki, dalam paparannya menjelaskan bahwa Turki menempatkan agama di bawah logika negara. Jadi negara berfungsi sebagai pengendali agama. Sedangkan di Indonesia, negara menjadi fasilitator agama. Di Turki itu ada pembacaan salawat yang harus dibaca setelah salat.
Mahasiswa pascasarjana di University Ankara ini juga menyampaikan bahwa pernyataan Menteri Agama itu benar dan bijaksana secara substansi agar tidak mengganggu masyarakat sekitar yang sakit, nonmuslim, dan terganggu. Namun dia mengingatkan bahwa ke depan pemerintah perlu menggunakan strategi komunikasi publik yang lebih efektif agar tidak direspons berbeda oleh masyarakat.
Savran juga menyerukan agar polemik ini bisa menjadi cikal-bakal untuk mengampanyekan masjid ramah lingkungan, yang tidak hanya terkait suara, tetapi juga kebersihan, dan sebagainya.
Yudi Ariesta Chandra, Direktur PPM PPI Dunia yang saat ini menempuh studi di Jepang membagikan pengalamannya dalam menjalankan ibadah sebagai muslim di Jepang. Dia menuturkan, di Jepang, muslim merupakan minoritas. Chandra menjelaskan, pemerintah Jepang melarang penggunaan pengeras suara yang diarahkan keluar masjid, sehingga untuk mengetahui waktu salat setiap umat muslim menggunakan aplikasi digital adzan pada gawai seluler masing-masing.
Terkait polemik pengaturan pengeras suara masjid, mahasiswa doktoral di University of Kochi Jepang ini menyampaikan bahwa secara substansi setuju dengan Menteri Yaqut yang menerangkan bahwa penggunaan pengeras suara perlu diatur agar tidak mengganggu masyarakat lain yang mungkin sedang sakit atau pun berbeda keyakinan. Namun demikian, Direktur PPM ini mengimbau agar pengaturan penggunaan pengeras suara tersebut diserahkan kepada setiap tokoh agama di setiap daerah agar sesuai dengan kearifan lokal masing-masing.
"Hal ini mengingat masyarakat Indonesia sangat majemuk, bukan hanya dari sisi religi tetapi juga dari sisi budaya. Sehingga, pengaturan tersebut bisa sesuai dengan kearifan lokal dan kebutuhan masyarakat setempat yang berbeda-beda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya," katanya.
Mahasiswa pascasarjana di University Ankara ini juga menyampaikan bahwa pernyataan Menteri Agama itu benar dan bijaksana secara substansi agar tidak mengganggu masyarakat sekitar yang sakit, nonmuslim, dan terganggu. Namun dia mengingatkan bahwa ke depan pemerintah perlu menggunakan strategi komunikasi publik yang lebih efektif agar tidak direspons berbeda oleh masyarakat.
Savran juga menyerukan agar polemik ini bisa menjadi cikal-bakal untuk mengampanyekan masjid ramah lingkungan, yang tidak hanya terkait suara, tetapi juga kebersihan, dan sebagainya.
Yudi Ariesta Chandra, Direktur PPM PPI Dunia yang saat ini menempuh studi di Jepang membagikan pengalamannya dalam menjalankan ibadah sebagai muslim di Jepang. Dia menuturkan, di Jepang, muslim merupakan minoritas. Chandra menjelaskan, pemerintah Jepang melarang penggunaan pengeras suara yang diarahkan keluar masjid, sehingga untuk mengetahui waktu salat setiap umat muslim menggunakan aplikasi digital adzan pada gawai seluler masing-masing.
Terkait polemik pengaturan pengeras suara masjid, mahasiswa doktoral di University of Kochi Jepang ini menyampaikan bahwa secara substansi setuju dengan Menteri Yaqut yang menerangkan bahwa penggunaan pengeras suara perlu diatur agar tidak mengganggu masyarakat lain yang mungkin sedang sakit atau pun berbeda keyakinan. Namun demikian, Direktur PPM ini mengimbau agar pengaturan penggunaan pengeras suara tersebut diserahkan kepada setiap tokoh agama di setiap daerah agar sesuai dengan kearifan lokal masing-masing.
"Hal ini mengingat masyarakat Indonesia sangat majemuk, bukan hanya dari sisi religi tetapi juga dari sisi budaya. Sehingga, pengaturan tersebut bisa sesuai dengan kearifan lokal dan kebutuhan masyarakat setempat yang berbeda-beda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya," katanya.
(rca)
tulis komentar anda