Arifin Panigoro, Perantau dan Pengusaha Hebat

Senin, 28 Februari 2022 - 21:00 WIB
Prof Didik J Rachbini. FOTO/IST
Didik J Rachbini

Rektor Universitas Paramadina

SAYA sebagai sahabat sering dan rutin diundang di kediaman untuk bicara masalah sosial politik bersama dengan banyak tokoh, seperti Komarudin Hidayat, Heri Akhmadi, Faisal Basri, sutradara Garin Nugroho, dan lain-lain. Dari situ saya mengetahui bahwa Arifin Panigoro adalah seorang pengusaha yang mempunyai jalinan luas dengan semua golongan, seperti aktivis, seniman, politisi, dan lain sebagainya.

Keluarga Arifin Panigoro adalah perantau dari Gorontalo, yang bermigrasi ke Jawa sebelum kemerdekaan. Seperti diketahui dari teori ekonomi sumberdaya manusia, bahwa kualitas manusia yang menentukan ekonomi dan keberhasilan bisnis adalah: kualitas dan ketahanan fisik, keterampilan atau keahlian dan migrasi. Yang terakhir ini adalah kemampuan melakukan perubahan mental, di mana suku bangsa atau bangsa yan bermigrasi adalah kelompok yang bermental kuat, entrepreneur, dan umumnya sukses dalam bisnis.

Karena latar belakang keluarga perantau, bermental wirausaha entrereneur, serta lulus universitas terbaik ITB, maka saya tidak heran Arifin Panigoro sukses mengasuh Medco Energi dan bahkan mendunia. Kita kehilangan pengusaha hebat, sekaligus putra bangsa yang terpilih dan terbaik karena sudah memberikan sumbangsih besar bagi negeri, membangun dunia usaha, mengembangkan kesempatan kerja yang luas, dan menampilkan Indonesia di dunia bisnis internasional.



Panigoro & Paramadina

Apa hubungan Arifin Panigoro dan Paramadina? Ini tidak banyak diketahui orang dan sebenarnya tidak terlalu penting bagi umum. Namun sebagai Rektor Universitas Paramadina dan dalam rangka mengenang pengusaha hebat ini, maka tidak ada salahnya kisah ini dikenang kembali.

Hubungan itu dimulai dari masa pascareformasi, di mana sekelompok aktivis seperti Sudirman Said, Erry Riyana bersama Arifin Panigoro dkk hendak mencari sosok pemimpin yang antikorupsi dengan rekam jejak yang jelas. Berdasarkan pemikiran dan mungkin penerawangan para aktivis ini, maka sosok Nurcholish Madjid lah yang cocok menjadi pemimpin itu. Karena itu, kelompok ini kemudian "berkampanye" mencalonkan Nurcholish Madjid sebagai calon presiden era reformasi.

Kiprah Arifin tentu saja wajar karena dialah aktor di dalam reformasi tersebut, sehingga terpikir untuk menemukan sosok antitesis dari tokoh-tokoh Orde Baru. Gerakan tersebut sempat bergema, tetapi akhirnya padam dengan sendirinya karena Cak Nur tidak punya "gizi".
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More