Antara Aturan Toa, Framing dan Suara Anjing
Jum'at, 25 Februari 2022 - 22:07 WIB
Tujuan intinya adalah meningkatkan manfaat dan mengurangi mafsadat. Sebagai umat mayoritas yang memiliki rumah ibadah nyaris di semua tempat tentu akan menjadi teladan bagi umat lain ketika Umat Islam senantiasa menampilkan kegiatan ibadah yang penuh ketentraman.
Ketika Menteri Agama menanyakan dan memberi perumpamaan kepada audien di depannya tentang gangguan kehidupan di komplek dengan tetangga yang memelihara anjing, penulis berita yang mendengar perumpamaan tersebut langsung melakukan framing bahwa Menteri Agama membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing, atau dalam berita-berita yang disebar setelahnya juga ada redaksi yang menyatakan Menteri Agama menyamakan adzan dengan suara anjing. Nauzubillah.
Ada kecacatan logika yang mengemuka dalam tuduhan dan klaim keji tersebut. Pertama, apapun judulnya apakah itu menggunakan kata “perbandingan” atau “persamaan”, maka objek yang dibandingkan atau disamakan membutuh objek lain yang seimbang.Dalam istilah Bahasa Inggris biasa disebut apple to apple.
Tentu saja tidak ada celah apapun untuk perbandingan yang setara antara adzan dan suara anjing. Tidak juga dalam kalimat-kalimat yang diutarakan Menteri Agama saat kita mendengar rekamannya dengan seksama.
Menteri Agama diminta memberikan keterangan tentang menertibkan dan mengatur volume suara azan demi menambah manfaat bagi tata laksana ibadah. Sementara suara anjing dan volumenya tentu saja tidak bisa diatur oleh satu edaran pun.
Itu ada dalam konteks ketika dia berbicara perumpamaan kehidupan dalam sebuah komplek. Dari tidak seimbangnya objek yang dituduh dibandingkan atau disamakan saja sudah terlihat ada sesat pikir (logical fallacy) dari mereka yang mencoba mengambil keuntungan atas kegaduhan dan sikap reaksioner yang sudah bisa diprediksi muncul dengan framing tersebut.
Toa dan Aturan Pengeras Suara
Seperti media dan perangkat media sosial yang awam dipakai saat ini, toa adalah inovasi baru yang datang bersama perkembangan teknologi. Toa dan perangkat pengeras suara lainnya tidak ada pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Keberadaan pengeras suara tentu saja sangat membantu pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang memerlukan keterlibatan banyak individu pada saat bersamaan termasuk dalam praktik ibadah. Penggunaannya yang baharu tentu saja selaras dengan perkembangan zaman.
Pada saat penduduk masih sedikit dan jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya masih berjauhan keberadaan pengeras suara sangat diperlukan untuk memberi penanda datangnya waktu shalat, mengumandangkan syiar dan manfaat-manfaat lain bagi umat.
Ketika Menteri Agama menanyakan dan memberi perumpamaan kepada audien di depannya tentang gangguan kehidupan di komplek dengan tetangga yang memelihara anjing, penulis berita yang mendengar perumpamaan tersebut langsung melakukan framing bahwa Menteri Agama membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing, atau dalam berita-berita yang disebar setelahnya juga ada redaksi yang menyatakan Menteri Agama menyamakan adzan dengan suara anjing. Nauzubillah.
Ada kecacatan logika yang mengemuka dalam tuduhan dan klaim keji tersebut. Pertama, apapun judulnya apakah itu menggunakan kata “perbandingan” atau “persamaan”, maka objek yang dibandingkan atau disamakan membutuh objek lain yang seimbang.Dalam istilah Bahasa Inggris biasa disebut apple to apple.
Tentu saja tidak ada celah apapun untuk perbandingan yang setara antara adzan dan suara anjing. Tidak juga dalam kalimat-kalimat yang diutarakan Menteri Agama saat kita mendengar rekamannya dengan seksama.
Menteri Agama diminta memberikan keterangan tentang menertibkan dan mengatur volume suara azan demi menambah manfaat bagi tata laksana ibadah. Sementara suara anjing dan volumenya tentu saja tidak bisa diatur oleh satu edaran pun.
Itu ada dalam konteks ketika dia berbicara perumpamaan kehidupan dalam sebuah komplek. Dari tidak seimbangnya objek yang dituduh dibandingkan atau disamakan saja sudah terlihat ada sesat pikir (logical fallacy) dari mereka yang mencoba mengambil keuntungan atas kegaduhan dan sikap reaksioner yang sudah bisa diprediksi muncul dengan framing tersebut.
Toa dan Aturan Pengeras Suara
Seperti media dan perangkat media sosial yang awam dipakai saat ini, toa adalah inovasi baru yang datang bersama perkembangan teknologi. Toa dan perangkat pengeras suara lainnya tidak ada pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Keberadaan pengeras suara tentu saja sangat membantu pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang memerlukan keterlibatan banyak individu pada saat bersamaan termasuk dalam praktik ibadah. Penggunaannya yang baharu tentu saja selaras dengan perkembangan zaman.
Pada saat penduduk masih sedikit dan jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya masih berjauhan keberadaan pengeras suara sangat diperlukan untuk memberi penanda datangnya waktu shalat, mengumandangkan syiar dan manfaat-manfaat lain bagi umat.
tulis komentar anda