Proyek Krakatau Steel Rp6 Triliun Terendus Kejagung Beraroma Korupsi
Kamis, 24 Februari 2022 - 20:17 WIB
Kejaksaan Agung ( Kejagung ) mengendus adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan pabrik blast furnance oleh PT Krakatau Steel (persero) selama kurun 2011 hingga 2019. Proyek yang telah mengeluarkan anggaran triliunan rupiah mangkrak tersebut tak dapat beroperasi.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut penyebabnya, pabrik blast furnance yang dibangun perusahaan pelat merah tersebut sampai saat ini mangkrak. Padahal, uang negara yang telah digelontorkan mencapai triliunan rupiah.
"Pekerjaan (pembangunan pabrik) sampai saat ini belum diserahterimakan dengan kondisi tidak dapat beroperasi," kata Burhanuddin di Kompleks Kejagung, Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Menurut Jaksa Agung, pembangunan pabrik itu sebenarnya bertujuan memajukan industri baja dalam negeri. Kendati demikian, pembangunannya menggunakan bahan bakar batubara yang biaya produksinya lebih murah ketimbang gas.
"Peristiwa pidana itu dapat menimbulkan kerugian keuangan negara. Dan sampai saat ini mangkrak, tidak bisa digunakan," sambungnya.
Proyek pembangunannya dilaksanakan oleh konsorsium MCC CERI dan PT Krakatau Engineering. Adapun dari nilai kontrak setelah mengalami perubahan sebesar Rp6,921 triliun, telah dibayar ke pemenang lelang sejumlah Rp5,351 triliun.
Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) memulai penyelidikan kasus tersebut sejak 29 Oktober 2021. Sampai sejauh ini, sudah ada 50 orang yang diperiksa. Kejagung juga sudah berkoordinasi dengan ahli dari PPATK, LKPP, dan ahli teknis terkait pekerjaan.
"Dalam penyelidikan kasus tersebut, penyelidik telah menemukan peristiwa pidana. Oleh karena itu, dalam waktu yang tidak lama lagi kasus tersebut akan ditingkatkan ke tahap penyidikan umum," pungkasnya.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut penyebabnya, pabrik blast furnance yang dibangun perusahaan pelat merah tersebut sampai saat ini mangkrak. Padahal, uang negara yang telah digelontorkan mencapai triliunan rupiah.
"Pekerjaan (pembangunan pabrik) sampai saat ini belum diserahterimakan dengan kondisi tidak dapat beroperasi," kata Burhanuddin di Kompleks Kejagung, Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Menurut Jaksa Agung, pembangunan pabrik itu sebenarnya bertujuan memajukan industri baja dalam negeri. Kendati demikian, pembangunannya menggunakan bahan bakar batubara yang biaya produksinya lebih murah ketimbang gas.
"Peristiwa pidana itu dapat menimbulkan kerugian keuangan negara. Dan sampai saat ini mangkrak, tidak bisa digunakan," sambungnya.
Proyek pembangunannya dilaksanakan oleh konsorsium MCC CERI dan PT Krakatau Engineering. Adapun dari nilai kontrak setelah mengalami perubahan sebesar Rp6,921 triliun, telah dibayar ke pemenang lelang sejumlah Rp5,351 triliun.
Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) memulai penyelidikan kasus tersebut sejak 29 Oktober 2021. Sampai sejauh ini, sudah ada 50 orang yang diperiksa. Kejagung juga sudah berkoordinasi dengan ahli dari PPATK, LKPP, dan ahli teknis terkait pekerjaan.
"Dalam penyelidikan kasus tersebut, penyelidik telah menemukan peristiwa pidana. Oleh karena itu, dalam waktu yang tidak lama lagi kasus tersebut akan ditingkatkan ke tahap penyidikan umum," pungkasnya.
(muh)
tulis komentar anda