Mereduksi Ketimpangan Melalui Pendidikan

Senin, 21 Februari 2022 - 06:42 WIB
Pemerataan menjadi isu penting dalam pelaksanaan pembangunan di suatu negara. Pilihan paling ekstrem adalah pertumbuhan yang tinggi dengan pemerataan lebih rendah, atau pemerataan yang baik dengan pertumbuhan yang tidak tinggi. Apalagi untuk Indonesia yang memang sangat berbeda kualitas sumber daya yang dimiliki, baik alam, SDM mapun sumber daya buatan.

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan desentralisasi fiskal selama 20 tahun terakhir, kondisi antarwilayah di Indonesia masih terjangkit ketimpangan yang sangat kuat di mana pusat pertumbuhan masih berkutat di pulau–pulau tertentu, terutama Jawa dan Sumatera. Utamanya, ketimpangan antarwilayah yakni Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Sehingga riasan pembangunan Indonesia masih tertempeli isu ketimpangan antar wilayah, antara daerah tertinggal dan daerah maju.

Salah satu strategi yang dilakukan oleh Indonesia, termasuk beberapa negara maju adalah dengan pembangunan infrastruktur sebagai salah satu upaya untuk mempercepat proses pembangunan wilayah–wilayah tertinggal. Melalui perbaikan konektivitas diharapkan pusat–pusat pertumbuhan mampu menarik daerah sekitarnya untuk ikut menikmati capaianoutputekonomi yang dihasilkan pusat pertumbuhan.

Sayangnya, strategi ini tidak terlalu berhasil, jika dilihat dari angka ketimpangan yang masih lebar. Terlalu banyaknya pembangunan jalur-jalur baru malah menimbulkan (backwash effects) eksploitasi pada sekitarnya. Selain itu, pembangunan infrastruktur yang belum merata dan masih berpusat di Jawa juga menjadi salah satu sebab.

Infrastruktur yang memadai adalah salah satu daya tarik bagi investor untuk masuk dalam suatu wilayah. Maka tak heran apabila investasi pun turut masih berada di wilayah tertentu yang telah memiliki infrastruktur memadai.

BerdasarkanData Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)pada 2020 untuk pertama kalinya realisasi investasi secara tahunan di luar Pulau Jawa mampu melampaui Jawa. Data BKPM menunjukkan, di periode yang sama, investasi di luar Jawa naik 11% dibandingkan tahun lalu (yoy).

Sedangkan, nilai penanaman modal di Jawa turun 5,94% (yoy). Kenaikan realisasi investasi di luar Jawa disinyalir tak disebabkan pesatnya pembangunan infrastruktur di wilayah ini, melainkan pertumbuhan tersebut lebih dipengaruhi oleh peningkatan pengelolaan SDA di wilayah tertentu. Kondisi tersebut sejalan dengan pertumbuhan industri pada sektor pertambangan dan mineral yang juga meningkat pada tahun 2020 dan diperkirakan masih akan berlanjut di tahun berikutnya.

Sebagian besar industri di luar Jawa merupakan industri sekunder atau manufaktur, seperti industri logam dasar yang umumnya memang berlokasi di luar Jawa, mendekati sumber bahan bakunya (barang tambang).

Sementara, investasi yang ditanam merupakanhigh input technology industrysehingga menyebabkan Sumber Daya Manusia (SDM) lokal, yang biasanya mayoritas tidak berkeahlian, hanya sedikit yang mampu terserap. Hal ini, seringkali berpotensi memperlebar jurang ketimpangan di wilayah tersebut.

Peran Perguruan Tinggi
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More