Bursa Capres 2024
Jum'at, 18 Februari 2022 - 11:05 WIB
Konsolidasi Kekuatan
Di Pilpres 2024, kekuatan politik kemungkinan terkonsolidasi di tiga poros pasangan. Pertama, poros PDI Perjuangan dan Gerindra. Kemungkinan terbesarnya, PDI Perjuangan akan mempertimbangkan Puan Maharani menjadi pasangan Prabowo. Kongsi PDI Perjuangan dan Gerindra bisa mengusung paket capres/cawapres. Nama Ganjar juga belum tentu masuk kotak di PDI Perjuangan. Terutama jika kita menengok proses kandidasi Jokowi di Pilpres 2014 lalu. Meskipun awalnya berkehendak memosisikan Megawati sebagai capresnya PDI Perjuangan, tetapi akhirnya mereka realistis mencapreskan Jokowi setelah melihat data faktual tingkat elektabilitas Jokowi yang meroket.
Kedua, poros yang berpotensi diinisiasi oleh Partai Nasdem dengan Golkar. Nasdem sudah menyebut nama tiga sosok yang berpeluang diusungnya yakni Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan Ridwan Kamil. Tentu, ketiga sosok ini masih akan diuji konsistensi perannya jelang nominasi usungan resmi. Faktor pengujinya adalah tingkat keterpilihan, penerimaan dan keterkenalan mereka. Selain juga tidak ada masalah hukum yang berpotensi merusak bahkan mungkin mengganjal mereka. Salah satu dari tiga nama tersebut bisa saja diusung Nasdem untuk dipasangkan dengan nama dari Partai Golkar, seperti Airlangga Hartarto. Poros ini sangat berpotensi didukung oleh PKS, terutama jika sosok Anies Baswedan yang menjadi salah satu nama di paket pasangan.
Ketiga, poros yang mungkin diinisiasi oleh partai yang elite utamanya juga berkehendak maju, sebut saja Partai Demokrat dengan AHY dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan Muhaimin Iskandar. Poros ini langkahnya akan sangat berat karena harus menuntaskan misi mengonsolidasikan kekuatan lain agar melampaui syarat ambang batas pencapresan (presidential threshold) 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional. Selain Demokrat dan PKB, sesungguhnya juga ada partai-partai yang masih membaca situasi dan bersifat cair bisa berkongsi dengan siapa saja, misalnya PAN dan PPP. Tetapi dua partai terakhir, akan sangat ditentukan faktor penggerak di injury time.
Banyak nama mulai beredar, diujicobakan di pasar pemilih. Ragam teknik persuasi masif dilakukan oleh banyak kalangan, menggadang-gadang nama jagoannya agar beresonansi di persepsi khalayak sekaligus mendapatkan “tempat” di calon pemilih. Bursa capres ini masih jadi pasar bebas sekarang. Semua orang bisa memosisikan diri sebagai capres maupun cawapres.
Pada akhirnya, ada tiga faktor yang akan sangat menentukan. Pertama, menguatnya legitimasi dari dua kekuatan utama yakni publik dan partai politik. Legitimasi dari publik seiring dengan peningkatan sentimen positif yang mewujud dalam bentuk dukungan di mana-mana, serta lintas kekuatan. Hal ini tidak sepenuhnya bisa dikonstruksi oleh elite. Kerapkali ada sosok-sosok yang memiliki momentum didukung oleh kehendak publik lintas daerah, lintas strata dan lintas kekuatan politik. Legitimasi dari publik saja tak cukup, mereka juga harus mendapatkan tempat dalam proses kandidasi internal parpol yang memiliki kursi di DPR, dengan cara mengonsolidasikan kekuatan melampaui presidential threshold.
Kedua, kepiawaian mengatasi ragam serangan yang akan menghantam siapa pun yang berpotensi besar masuk gelanggang pertarungan. Mulai dari sisi hukum hingga kehidupan pribadi akan menjadi bahan yang dikuliti banyak orang. Manajemen isu dan manajemen konflik menjadi sangat menentukan. Dalam hal ini pengelolaan media massa dan media sosial termasuk yang harus diperhatikan.
Ketiga, komunikasi dengan kekuatan ekonomi seperti pengusaha dan jangkar-jangkar khalayak kunci lainnya guna memastikan bahwa dirinya memiliki modal sosial yang namanya kepercayaan dari kekuatan nyata di luar parpol yang biasanya akan turut menentukan secara signifikan peluang seseorang masuk bursa pancapresan.
Di Pilpres 2024, kekuatan politik kemungkinan terkonsolidasi di tiga poros pasangan. Pertama, poros PDI Perjuangan dan Gerindra. Kemungkinan terbesarnya, PDI Perjuangan akan mempertimbangkan Puan Maharani menjadi pasangan Prabowo. Kongsi PDI Perjuangan dan Gerindra bisa mengusung paket capres/cawapres. Nama Ganjar juga belum tentu masuk kotak di PDI Perjuangan. Terutama jika kita menengok proses kandidasi Jokowi di Pilpres 2014 lalu. Meskipun awalnya berkehendak memosisikan Megawati sebagai capresnya PDI Perjuangan, tetapi akhirnya mereka realistis mencapreskan Jokowi setelah melihat data faktual tingkat elektabilitas Jokowi yang meroket.
Kedua, poros yang berpotensi diinisiasi oleh Partai Nasdem dengan Golkar. Nasdem sudah menyebut nama tiga sosok yang berpeluang diusungnya yakni Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan Ridwan Kamil. Tentu, ketiga sosok ini masih akan diuji konsistensi perannya jelang nominasi usungan resmi. Faktor pengujinya adalah tingkat keterpilihan, penerimaan dan keterkenalan mereka. Selain juga tidak ada masalah hukum yang berpotensi merusak bahkan mungkin mengganjal mereka. Salah satu dari tiga nama tersebut bisa saja diusung Nasdem untuk dipasangkan dengan nama dari Partai Golkar, seperti Airlangga Hartarto. Poros ini sangat berpotensi didukung oleh PKS, terutama jika sosok Anies Baswedan yang menjadi salah satu nama di paket pasangan.
Ketiga, poros yang mungkin diinisiasi oleh partai yang elite utamanya juga berkehendak maju, sebut saja Partai Demokrat dengan AHY dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan Muhaimin Iskandar. Poros ini langkahnya akan sangat berat karena harus menuntaskan misi mengonsolidasikan kekuatan lain agar melampaui syarat ambang batas pencapresan (presidential threshold) 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional. Selain Demokrat dan PKB, sesungguhnya juga ada partai-partai yang masih membaca situasi dan bersifat cair bisa berkongsi dengan siapa saja, misalnya PAN dan PPP. Tetapi dua partai terakhir, akan sangat ditentukan faktor penggerak di injury time.
Banyak nama mulai beredar, diujicobakan di pasar pemilih. Ragam teknik persuasi masif dilakukan oleh banyak kalangan, menggadang-gadang nama jagoannya agar beresonansi di persepsi khalayak sekaligus mendapatkan “tempat” di calon pemilih. Bursa capres ini masih jadi pasar bebas sekarang. Semua orang bisa memosisikan diri sebagai capres maupun cawapres.
Pada akhirnya, ada tiga faktor yang akan sangat menentukan. Pertama, menguatnya legitimasi dari dua kekuatan utama yakni publik dan partai politik. Legitimasi dari publik seiring dengan peningkatan sentimen positif yang mewujud dalam bentuk dukungan di mana-mana, serta lintas kekuatan. Hal ini tidak sepenuhnya bisa dikonstruksi oleh elite. Kerapkali ada sosok-sosok yang memiliki momentum didukung oleh kehendak publik lintas daerah, lintas strata dan lintas kekuatan politik. Legitimasi dari publik saja tak cukup, mereka juga harus mendapatkan tempat dalam proses kandidasi internal parpol yang memiliki kursi di DPR, dengan cara mengonsolidasikan kekuatan melampaui presidential threshold.
Kedua, kepiawaian mengatasi ragam serangan yang akan menghantam siapa pun yang berpotensi besar masuk gelanggang pertarungan. Mulai dari sisi hukum hingga kehidupan pribadi akan menjadi bahan yang dikuliti banyak orang. Manajemen isu dan manajemen konflik menjadi sangat menentukan. Dalam hal ini pengelolaan media massa dan media sosial termasuk yang harus diperhatikan.
Ketiga, komunikasi dengan kekuatan ekonomi seperti pengusaha dan jangkar-jangkar khalayak kunci lainnya guna memastikan bahwa dirinya memiliki modal sosial yang namanya kepercayaan dari kekuatan nyata di luar parpol yang biasanya akan turut menentukan secara signifikan peluang seseorang masuk bursa pancapresan.
(bmm)
tulis komentar anda