Survei, Capres dari Jawa Mendominasi dan Luar Jawa Berpotensi
Kamis, 10 Februari 2022 - 14:34 WIB
"Sedangkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, pada survei yang dilakukan sebelum terjadinya peristiwa 'wadas melawan', dianggap berkinerja baik dalam mengentaskan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, keamanan, dan pencegahan dan pemberantasan korupsi," tambah Kunto.
Mengenai elektabilitas capres berdasarkan kelompok gubernur, Kunto menjelaskan, bahwa Zulkieflimansyah sebagai salah satu calon potensial yang berasal dari luar Jawa juga unggul di wilayah Indonesia Timur dengan elektabilitas 42,6%.
Sedangkan dari wilayah barat non-Jawa nama Edy Rahmayadi mengantongi elektabilitas tertinggi dengan 35,5%. Dan di antara Gubernur di Pulau Jawa, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membukukan elektabilitas 39,2% disusul Anies Baswedan dengan elektabilitas 33,9%.
Kata Kunto, data dari survei menggambarkan kombinasi capres dari Jawa dan cawapres dari luar Jawa akan lebih banyak didukung oleh pemilih dengan beragam alasan.
"Alasan responden dalam memilih kombinasi tersebut adalah pemerataan pembangunan, keseimbangan kekuasaan, dan memberi kesempatan bagi mereka yang di luar Jawa. Namun kombinasi pasangan dengan capres dari luar Jawa cenderung lebih sedikit didukung oleh pemilih dibandingkan dengan pasangan yang memiliki capres dari Jawa," jelasnya.
Berbicara mengenai media sosial (medsos), Kunto menyebutkan dari temuan survei sebanyak 80.7% responden menyatakan, kepala daerah harus memiliki akun medsos namun pada kenyataannya lebih dari 80% responden menyatakan, mereka tidak mengikuti akun medsos kepala daerah mana pun.
Terkait seberapa penting calon pemimpin memanfaatkan medsos, selebriti Ronal Surapradja mengatakan, masyarakat secara umum akan cenderung 'membeli' konten medsos para politikus yang tentunya menggambarkan semua sisi positif kehidupannya saja.
"Bagi para capres-cawapres bagaimana seharusnya menggunakan media sosial, Don't use social media to impress people, but to impact people, karena belum tentu mereka yang follow, like, dan comment akan memilih saat pemilihan nanti," ungkap Ronal.
Pernyataan Ronal seakan diamini hasil penelitian disertasi Analis Komunikasi Politik, Hendri Satrio (Hensat). Hensat menegaskan, popularitas di medsos tidak akan mempengaruhi angka elektabilitas.
"Media sosial itu bukanlah wadah yang tepat untuk menaikkan elektabilitas, melainkan hanya dapat meningkatkan popularitas," ucap Hensat.
Mengenai elektabilitas capres berdasarkan kelompok gubernur, Kunto menjelaskan, bahwa Zulkieflimansyah sebagai salah satu calon potensial yang berasal dari luar Jawa juga unggul di wilayah Indonesia Timur dengan elektabilitas 42,6%.
Sedangkan dari wilayah barat non-Jawa nama Edy Rahmayadi mengantongi elektabilitas tertinggi dengan 35,5%. Dan di antara Gubernur di Pulau Jawa, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membukukan elektabilitas 39,2% disusul Anies Baswedan dengan elektabilitas 33,9%.
Kata Kunto, data dari survei menggambarkan kombinasi capres dari Jawa dan cawapres dari luar Jawa akan lebih banyak didukung oleh pemilih dengan beragam alasan.
"Alasan responden dalam memilih kombinasi tersebut adalah pemerataan pembangunan, keseimbangan kekuasaan, dan memberi kesempatan bagi mereka yang di luar Jawa. Namun kombinasi pasangan dengan capres dari luar Jawa cenderung lebih sedikit didukung oleh pemilih dibandingkan dengan pasangan yang memiliki capres dari Jawa," jelasnya.
Berbicara mengenai media sosial (medsos), Kunto menyebutkan dari temuan survei sebanyak 80.7% responden menyatakan, kepala daerah harus memiliki akun medsos namun pada kenyataannya lebih dari 80% responden menyatakan, mereka tidak mengikuti akun medsos kepala daerah mana pun.
Terkait seberapa penting calon pemimpin memanfaatkan medsos, selebriti Ronal Surapradja mengatakan, masyarakat secara umum akan cenderung 'membeli' konten medsos para politikus yang tentunya menggambarkan semua sisi positif kehidupannya saja.
"Bagi para capres-cawapres bagaimana seharusnya menggunakan media sosial, Don't use social media to impress people, but to impact people, karena belum tentu mereka yang follow, like, dan comment akan memilih saat pemilihan nanti," ungkap Ronal.
Pernyataan Ronal seakan diamini hasil penelitian disertasi Analis Komunikasi Politik, Hendri Satrio (Hensat). Hensat menegaskan, popularitas di medsos tidak akan mempengaruhi angka elektabilitas.
"Media sosial itu bukanlah wadah yang tepat untuk menaikkan elektabilitas, melainkan hanya dapat meningkatkan popularitas," ucap Hensat.
tulis komentar anda