Survei, Capres dari Jawa Mendominasi dan Luar Jawa Berpotensi

Kamis, 10 Februari 2022 - 14:34 WIB
loading...
Survei, Capres dari Jawa Mendominasi dan Luar Jawa Berpotensi
Kombinasi pasangan calon untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mulai banyak dimunculkan. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Kombinasi pasangan calon untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mulai banyak dimunculkan. Seperti kombinasi pasangan capres dari Jawa dan cawapres dari luar Jawa, paling banyak dilirik oleh pemilih, dibandingkan jika kedua pasangan calon berasal dari Jawa.



Direktur Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo mengatakan, survei Peluang dari Luar Jawa ini adalah lanjutan dari survei yang diadakan KedaiKOPI pada bulan November 2021, yang mendeteksi 61% pemilih ingin memilih calon presiden dari luar Jawa.

"Ketika dipertajam melalui survei bulan Januari 2022, pemilih masih 50-50 menilai, bahwa peluang capres dari luar Jawa besar. Sedangkan 58,3% mengatakan calon dari luar Jawa berpeluang besar untuk menjadi cawapres," kata Kunto dalam keterangannya, Kamis (10/2/2022).
Survei, Capres dari Jawa Mendominasi dan Luar Jawa Berpotensi

Kunto mengungkapkan, karena calon pemimpin dari luar Jawa didominasi oleh para gubernur, maka lembaga Survei KedaiKOPI mencoba menanyakan kinerja dari para gubernur yang berpotensi menjadi pemimpin Indonesia di 2024.

"Kami menanyakan terkait kinerja gubernur, Gubernur NTB, Zulkieflimansyah dipersepsi sebagai gubernur di daerah Indonesia Timur yang paling memiliki kinerja baik, mulai dari penanganan COVID-19, pengentasan kemiskinan, pendidikan, dan keamanan," ucap Kunto.

Sedangkan Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Edy Rahmayadi, menurut Kunto, merupakan Gubernur di daerah Indonesia Barat non Pulau Jawa yang dipersepsi punya kinerja yang bagus.

"Di Pulau Jawa, Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta unggul dalam kinerjanya untuk menangani Covid-19, transportasi umum, pendidikan, dan kesehatan," tuturnya.

"Sedangkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, pada survei yang dilakukan sebelum terjadinya peristiwa 'wadas melawan', dianggap berkinerja baik dalam mengentaskan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, keamanan, dan pencegahan dan pemberantasan korupsi," tambah Kunto.

Mengenai elektabilitas capres berdasarkan kelompok gubernur, Kunto menjelaskan, bahwa Zulkieflimansyah sebagai salah satu calon potensial yang berasal dari luar Jawa juga unggul di wilayah Indonesia Timur dengan elektabilitas 42,6%.

Sedangkan dari wilayah barat non-Jawa nama Edy Rahmayadi mengantongi elektabilitas tertinggi dengan 35,5%. Dan di antara Gubernur di Pulau Jawa, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membukukan elektabilitas 39,2% disusul Anies Baswedan dengan elektabilitas 33,9%.

Kata Kunto, data dari survei menggambarkan kombinasi capres dari Jawa dan cawapres dari luar Jawa akan lebih banyak didukung oleh pemilih dengan beragam alasan.

"Alasan responden dalam memilih kombinasi tersebut adalah pemerataan pembangunan, keseimbangan kekuasaan, dan memberi kesempatan bagi mereka yang di luar Jawa. Namun kombinasi pasangan dengan capres dari luar Jawa cenderung lebih sedikit didukung oleh pemilih dibandingkan dengan pasangan yang memiliki capres dari Jawa," jelasnya.

Berbicara mengenai media sosial (medsos), Kunto menyebutkan dari temuan survei sebanyak 80.7% responden menyatakan, kepala daerah harus memiliki akun medsos namun pada kenyataannya lebih dari 80% responden menyatakan, mereka tidak mengikuti akun medsos kepala daerah mana pun.

Terkait seberapa penting calon pemimpin memanfaatkan medsos, selebriti Ronal Surapradja mengatakan, masyarakat secara umum akan cenderung 'membeli' konten medsos para politikus yang tentunya menggambarkan semua sisi positif kehidupannya saja.

"Bagi para capres-cawapres bagaimana seharusnya menggunakan media sosial, Don't use social media to impress people, but to impact people, karena belum tentu mereka yang follow, like, dan comment akan memilih saat pemilihan nanti," ungkap Ronal.

Pernyataan Ronal seakan diamini hasil penelitian disertasi Analis Komunikasi Politik, Hendri Satrio (Hensat). Hensat menegaskan, popularitas di medsos tidak akan mempengaruhi angka elektabilitas.
"Media sosial itu bukanlah wadah yang tepat untuk menaikkan elektabilitas, melainkan hanya dapat meningkatkan popularitas," ucap Hensat.

Bagi pendakwah, Akmal Sjafril, medsos selain dapat membuat seseorang menjadi populer, namun juga memiliki dampak negatif yaitu 'onar'. Dirinya mengatakan dari perspektif Islam, pemimpin yang baik adalah yang dicintai oleh rakyatnya dan pemimpin juga mencintai rakyatnya.

"Dan bagaimana pemimpin bisa dicintai oleh rakyatnya? yaitu dengan cara dikenal. Di sini lah salah satu fungsi positif media sosial, yakni untuk mengenalkan," ungkap Akmal.

Survei Peluang dari Luar Jawa ini, diselenggarakan pada tanggal 17-24 Januari 2022 dengan metode survei face to face interview (computer assisted personal interviewing), kepada 1.201 responden yang berada di 34 provinsi. Dengan error sampling sebesar ± 2.83% pada pada interval kepercayaan 95.0%.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1389 seconds (0.1#10.140)