Ambiguitas Kedudukan Pemerintahan Otorita IKN Nusantara
Jum'at, 28 Januari 2022 - 17:54 WIB
Zulfikar Ardiwardana Wanda, SH, MH
Analis Hukum Ahli Pertama Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jatim
LEBIH dari sepekan sudah Rancangan Undang-Undang Ibukota Negara (RUU IKN) yang resmi bernama Nusantara disahkan menjadi UU oleh Pemerintah dan DPR (Selasa, 18/1/2022). Proses pengesahan RUU IKN yang memuat ketentuan 44 pasal ini bukan tidak menuai perdebatan dan gesekan pandangan politik dari para legislator. Dari jumlah 9 (sembilan) fraksi yang terdapat di gedung senayan tercatat hanya Fraksi Keadilan Sejahtera (F-KS) yang menyatakan tidak setuju disahkannya RUU tersebut dalam Rapat Paripurna lantaran memuat beberapa masalah, baik dari aspek prosedural maupun substansi yang belum terakomodasi dengan matang.
Sebut saja proses pembahasan yang sangat singkat yang hanya memakan waktu 43 hari, minimnya kualitas partisipasi masyarakat yang meaningful dalam menyuarakan aspirasinya, rencana kebijakan terkait skema pembiayaan yang membebankan pada alokasi APBN dan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), hingga pengadopsian bentuk pemerintahaan yang akan dikelola oleh lembaga Otorita IKN yang mana pengisian jabatannya melalui mekanisme penunjukan langsung oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.
Menarik untuk disimak terkait pelembagaan otorita yang akan dipimpin oleh Kepala Otorita diadopsi sebagai bentuk pemerintahan dari IKN baru, di mana pembentuk undang-undang memosisikan Otorita IKN sebagai lembaga setingkat kementerian yang menyelenggarakan pemerintahan daerah khusus, justru tidak dikenal dalam optik konstitusi maupun peraturan perundang-undangan di Indonesia. Poin yang menjadi permasalahan dalam pengambilan politik hukum ini terletak pada kedudukan Otorita IKN baru yang saat ini terletak di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur dilinearkan dengan kementerian yang tugas dan karakteristiknya jelas berbeda satu sama lain.
Baca juga: JK Nilai Pemindahan IKN Berdampak Positif terhadap Otonomi Daerah
Dalam UU tersebut, Otorita IKN secara administratif didesain sebagai bentuk satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi guna menggantikan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang diselenggarakan oleh Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
Jika merujuk pada ketentuan Pasal 18 UUD 1945 bahwa NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi yang mana di setiap provinsi dibagi lagi atas daerah-daerah kabupaten maupun kota yang masing-masing jenjang memiliki pemerintah daerah yang dipimpin oleh Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Memang tidak semua kepala daerah dipilih melalui pemilihan umum seperti halnya yang bisa kita jumpai pada Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), di mana jabatan gubernur dan wakilnya diangkat berdasarkan mekanisme penetapan garis keturunan keluarga dari Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paduka Paku Alam oleh rakyat melalui DPRD DIY.
Analis Hukum Ahli Pertama Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jatim
LEBIH dari sepekan sudah Rancangan Undang-Undang Ibukota Negara (RUU IKN) yang resmi bernama Nusantara disahkan menjadi UU oleh Pemerintah dan DPR (Selasa, 18/1/2022). Proses pengesahan RUU IKN yang memuat ketentuan 44 pasal ini bukan tidak menuai perdebatan dan gesekan pandangan politik dari para legislator. Dari jumlah 9 (sembilan) fraksi yang terdapat di gedung senayan tercatat hanya Fraksi Keadilan Sejahtera (F-KS) yang menyatakan tidak setuju disahkannya RUU tersebut dalam Rapat Paripurna lantaran memuat beberapa masalah, baik dari aspek prosedural maupun substansi yang belum terakomodasi dengan matang.
Sebut saja proses pembahasan yang sangat singkat yang hanya memakan waktu 43 hari, minimnya kualitas partisipasi masyarakat yang meaningful dalam menyuarakan aspirasinya, rencana kebijakan terkait skema pembiayaan yang membebankan pada alokasi APBN dan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), hingga pengadopsian bentuk pemerintahaan yang akan dikelola oleh lembaga Otorita IKN yang mana pengisian jabatannya melalui mekanisme penunjukan langsung oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.
Menarik untuk disimak terkait pelembagaan otorita yang akan dipimpin oleh Kepala Otorita diadopsi sebagai bentuk pemerintahan dari IKN baru, di mana pembentuk undang-undang memosisikan Otorita IKN sebagai lembaga setingkat kementerian yang menyelenggarakan pemerintahan daerah khusus, justru tidak dikenal dalam optik konstitusi maupun peraturan perundang-undangan di Indonesia. Poin yang menjadi permasalahan dalam pengambilan politik hukum ini terletak pada kedudukan Otorita IKN baru yang saat ini terletak di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur dilinearkan dengan kementerian yang tugas dan karakteristiknya jelas berbeda satu sama lain.
Baca juga: JK Nilai Pemindahan IKN Berdampak Positif terhadap Otonomi Daerah
Dalam UU tersebut, Otorita IKN secara administratif didesain sebagai bentuk satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi guna menggantikan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang diselenggarakan oleh Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
Jika merujuk pada ketentuan Pasal 18 UUD 1945 bahwa NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi yang mana di setiap provinsi dibagi lagi atas daerah-daerah kabupaten maupun kota yang masing-masing jenjang memiliki pemerintah daerah yang dipimpin oleh Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Memang tidak semua kepala daerah dipilih melalui pemilihan umum seperti halnya yang bisa kita jumpai pada Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), di mana jabatan gubernur dan wakilnya diangkat berdasarkan mekanisme penetapan garis keturunan keluarga dari Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paduka Paku Alam oleh rakyat melalui DPRD DIY.
Lihat Juga :
tulis komentar anda