Serangan Darat dan Udara Para Capres: Bagi-Bagi Sembako hingga Eksis di Medsos
Kamis, 06 Januari 2022 - 08:55 WIB
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengakui porsi pemilih dari sisi usia cenderung didominasi kelompok muda, akrab dengan media siber, dan hidup sudah di era informasi. "Tetapi perlu dipahami, bahwa porsi wilayah yang belum mengakses secara aktif media siber juga cukup besar, sehingga promosi konvensional tetap diperlukan," kata Dedi kepada SINDOnews secara terpisah.
Dedi mengungkapkan dalam catatan IPO, pengaruh terbesar bagi pemilih adalah ketika kontestan bertemu langsung pemilih. "Kondisi ini memungkinkan aktivitas roadshow masih sangat dominan meningkatkan popularitas dan elektabilitas, medium maya hanya pendorong," katanya.
Dia mengakui bagi tokoh yang sudah populer dan miliki karakter dekat dengan publik, dua tahun tentu cukup untuk memastikan diri dikenali dan berpeluang dipilih. "Tokoh ini semisal Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Dedi Mulyadi, Ahmad Heryawan, Khofifah Indar Parawansa, atau Sandiaga Uno," ujar Dedi.
Sementara nama yang terkesan elite, lanjut dia, tidak leluasa membersamai publik. "Mungkin akan kesulitan, beruntungnya tokoh yang semacam ini lebih banyak elite parpol, sehingga masih terbantu oleh parpol, semisal Airlangga Hartarto, Prabowo Subianto, dan Puan Maharani," imbuhnya.
Menurut dia, meskipun dalam banyak survei politik, tokoh yang memiliki jabatan publik terutama kepala daerah, cenderung mudah dikenali dan signifikan dalam peningkatan popularitas. "Dibanding yang hanya menyandang jabatan politik, meskipun skala nasional, semisal Puan Maharani, Muhaimin Iskandar, Zulkifli Hasan, dan lainnya," pungkasnya.
Direktur Lembaga Survei dan Polling Indonesia (SPIN) Igor Dirgantara mengatakan bahwa kampanye dua tahun menjelang Pilpres 2024 bagi tokoh nasional yang berniat maju sebagai capres-cawapres efektif dilakukan pada tahun 2022 ini sebagai awal dari tahun politik, baik lewat medsos ataupun turun langsung ke masyarakat. Tujuannya, kata Igor, untuk lebih dikenal publik dan meningkatkan elektabilitasnya.
Maka itu, menurut dia, pencitraan potensi dilakukan untuk mulai membangun komunikasi, kekuatan, dan kesempatan politik sebagai sebuah aktifitas dalam mencapai sebuah tujuan politik di 2024. "Sasaran kampanye politiknya, baik terbuka atau terselubung sebaiknya bisa menyentuh publik secara nasional, terutama mereka yang dikategorikan massa mengambang (floating mass), swing voters, dan golput," kata Igor kepada SINDOnews dihubungi terpisah.
Igor mengatakan, kerja politik akan dimulai pada 2022 ini sebagai bagian dari personal branding dan embrio kemungkinan munculnya koalisi parpol pengusung. Dia mengatakan, mereka yang berminat menjadi capres-cawapres harus mulai menunjukkan diferensiasi politiknya.
Dedi mengungkapkan dalam catatan IPO, pengaruh terbesar bagi pemilih adalah ketika kontestan bertemu langsung pemilih. "Kondisi ini memungkinkan aktivitas roadshow masih sangat dominan meningkatkan popularitas dan elektabilitas, medium maya hanya pendorong," katanya.
Dia mengakui bagi tokoh yang sudah populer dan miliki karakter dekat dengan publik, dua tahun tentu cukup untuk memastikan diri dikenali dan berpeluang dipilih. "Tokoh ini semisal Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Dedi Mulyadi, Ahmad Heryawan, Khofifah Indar Parawansa, atau Sandiaga Uno," ujar Dedi.
Sementara nama yang terkesan elite, lanjut dia, tidak leluasa membersamai publik. "Mungkin akan kesulitan, beruntungnya tokoh yang semacam ini lebih banyak elite parpol, sehingga masih terbantu oleh parpol, semisal Airlangga Hartarto, Prabowo Subianto, dan Puan Maharani," imbuhnya.
Menurut dia, meskipun dalam banyak survei politik, tokoh yang memiliki jabatan publik terutama kepala daerah, cenderung mudah dikenali dan signifikan dalam peningkatan popularitas. "Dibanding yang hanya menyandang jabatan politik, meskipun skala nasional, semisal Puan Maharani, Muhaimin Iskandar, Zulkifli Hasan, dan lainnya," pungkasnya.
Direktur Lembaga Survei dan Polling Indonesia (SPIN) Igor Dirgantara mengatakan bahwa kampanye dua tahun menjelang Pilpres 2024 bagi tokoh nasional yang berniat maju sebagai capres-cawapres efektif dilakukan pada tahun 2022 ini sebagai awal dari tahun politik, baik lewat medsos ataupun turun langsung ke masyarakat. Tujuannya, kata Igor, untuk lebih dikenal publik dan meningkatkan elektabilitasnya.
Maka itu, menurut dia, pencitraan potensi dilakukan untuk mulai membangun komunikasi, kekuatan, dan kesempatan politik sebagai sebuah aktifitas dalam mencapai sebuah tujuan politik di 2024. "Sasaran kampanye politiknya, baik terbuka atau terselubung sebaiknya bisa menyentuh publik secara nasional, terutama mereka yang dikategorikan massa mengambang (floating mass), swing voters, dan golput," kata Igor kepada SINDOnews dihubungi terpisah.
Igor mengatakan, kerja politik akan dimulai pada 2022 ini sebagai bagian dari personal branding dan embrio kemungkinan munculnya koalisi parpol pengusung. Dia mengatakan, mereka yang berminat menjadi capres-cawapres harus mulai menunjukkan diferensiasi politiknya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda