Fokus pada Peningkatan Kepesertaan Jaminan Sosial di 2022

Minggu, 19 Desember 2021 - 22:50 WIB
Penurunan kepesertaan terjadi juga pada 2021, dan penurunan ini lebih didominasi oleh kepesertaan PBI yang dibiayai APBN. Kementerian Sosial (Kemensos) menurunkan kepesertaan PBI APBN dengan menonaktifkan mereka.

Awal Januari 2021, jumlah peserta PBI APBN sebanyak 96,1 juta orang, yang diturunkan menjadi 87,05 juta orang per 15 September 2021, lalu naik menjadi 88,98 juta orang per 15 Oktober, dan per 15 November turun lagi menjadi 84,14 juta orang. Penurunan kepesertaan PBI ini berpotensi terus terjadi di tahun depan dan tahun berikutnya, seperti yang disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas kepada Presiden, yang pada 2024 jumlahnya hanya 40 juta orang.

Alasan Kemensos menonaktifkan kepesertaan PBI ini pun tidak transparan dan tanpa pemberitahuan kepada peserta. Pada September 2021, ada 5.882.243 peserta PBI yang dinonaktifkan dengan alasan peserta tidak terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan tidak padan dengan Dukcapil, namun peserta ini dapat diusulkan kembali apabila sudah diperbaiki datanya. Demikian juga di November lalu, ada 4.069.397 peserta dinonaktifkan dengan alasan mereka tidak ada di DTKS namun tidak dilakukan verifikasi. Alasan tersebut bersifat sepihak dan tidak objektif.

Seharusnya Kemensos melakukan verifikasi langsung kepada seluruh peserta, dengan membangun komunikasi yang baik. Verifikasi langsung akan membuat masyarakat tahu dan memiliki “hak jawab” ketika akan dinonaktifkan. Hak konstitusional mereka atas JKN harus dijaga, tidak ada lagi masalah administrasi kependudukan menganulir kepesertaan masyarakat miskin dan tidak mampu di program JKN.

Kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan

Kepesertaan pekerja penerima upah (PPU) badan usaha di BPJS Ketenagakerjaan, per Oktober 2021, sebanyak 20,44 juta dan peserta bukan penerima upah (BPU) 3,04 juta. Dari kepesertaan yang eligible menurut BPJS Ketenagakerjaan, peserta PPU (atau pekerja formal swasta) saat ini baru sebanyak 49% dan BPU (atau pekerja informal) sebesar 7%.

Data ini menunjukkan masih banyaknya pekerja kita yang belum terlindungi di empat program jamsos ketenagakerjaan yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP).

Masalah ini disebabkan banyak hal seperti lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, rendahnya sosialisasi, ketiadaan NIK sehingga pekerja tidak bisa mendaftar, dan regulasi yang dikriminatif (seperti BPU tidak bisa ikut JP). Rendahnya kepesertaan BPU, salah satunya disebabkan pemerintah belum menerapkan Pasal 14 UU SJSN bagi pekerja miskin untuk mendapatkan JKK dan JKm.

Masalah kepesertaan ini coba diselesaikan dengan hadirnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jamsos Ketenagakerjaan. Sebanyak 26 kementerian/lembaga termasuk seluruh gubernur/wali kota/bupati ikut dilibatkan dalam Inpres ini. Salah satu target capaiannya adalah peningkatan kepesertaan pekerja informal, khususnya keterlibatan pemda untuk mendaftarkan pekerja rentan di wilayahnya pada program JKK dan JKm.

Fokus pada peningkatan kepesertaan jamsos baik di JKN maupun di jamsos ketenagakerjaan, khususnya masyarakat rentan, harus menjadi prioritas pemerintah pada 2022. Penunjukan Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20 harus berkorelasi positif bagi perlindungan lebih banyak lagi masyarakat Indonesia di program jamsos sehingga tercipta kesejahteraan bersama, dengan tingkat kemiskinan dan kesenjangan menurun secara signifikan.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More