Fokus pada Peningkatan Kepesertaan Jaminan Sosial di 2022

Minggu, 19 Desember 2021 - 22:50 WIB
Timboel Siregar (Ist)
Timboel Siregar

Koordinator Advokasi BPJS Watch/Peneliti INSP!R Indonesia

PROGRAM jaminan sosial (jamsos) merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat memenuhi kebutuhan dasar hidup layak, serta menghadapi risiko-risiko sosial-ekonomi yang dapat mengakibatkan terhentinya atau berkurangnya penghasilan.

Menurut Anthony B. Atkinson, ekonom Inggris, dalam bukunya Inequality What Can Be Done (2015), jamsos berfungsi meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menurunkan tingkat kemiskinan dan ketimpangan sosial-ekonomi di masyarakat. Namun, syaratnya harus ada perluasan cakupan kepesertaan dan manfaat, sehingga seluruh masyarakat memperoleh manfaatnya. Bila jamsos hanya dirasakan oleh segelintir masyarakat maka tujuan jamsos tidak akan tercapai.

Selama ini pelaksanaan lima program jamsos yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketengakerjaan masih diperhadapkan pada masalah klasik, utamanya yaitu masalah cakupan kepesertaan yang belum maksimal, dan selama pandemi Covid-19 ini kepesertaan cenderung menurun. Tentunya selain kepesertaan, masalah lainnya adalah pelayanan dan fasilitas kesehatan serta pembiayaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan masalah pelayanan serta investasi program yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan.



Kepesertaan wajb dan gotong royong sebagai salah satu prinsip sistem jaminan sosial nasional, belum mampu diterapkan dengan baik guna mendukung peningkatan kepesertaan di kedua BPJS. Dengan kepesertaan wajib, seluruh rakyat dapat terlindungi, dan dengan gotong-royong terjadi kebersamaan antarpeserta dalam menanggung beban biaya jamsos, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat penghasilannya.

Kepesertaan Fakir Miskin dan Orang Tak Mampu

Kepesertaan di program JKN cenderung terus turun dalam dua tahun ini. Periode 2019 ke 2020 terjadi penurunan kepesertaan sebanyak 1.687.113 orang. Penurunan ini disumbang oleh penurunan penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah sebanyak 2.678.081 orang (biasa disebut peserta PBI APBD), walaupun di sisi lain ada kenaikan peserta penerima upah badan usaha (termasuk keluarganya) sebanyak 1.867.919 orang.

Penurunan peserta penerima bantuan iuran (PBI) APBD ini lebih disebabkan oleh lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019, yang menaikkan iuran peserta PBI dari Rp23.000 per orang per bulan menjadi Rp42.000. Pemerintah daerah merespons Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tersebut dengan menurunkan peserta, tanpa berusaha menaikan anggaran agar orang miskin di wilayahnya tetap terjamin di program JKN.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More