Berantas Politik Uang, Ketua KPK Usulkan Presidential Threshold 0%
Selasa, 14 Desember 2021 - 18:48 WIB
JAKARTA - Ketua KPK Firli Bahuri mengusulkan agar ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) menjadi 0%. Hal tersebut diharapkan agar demokrasi di Indonesia tidak lagi diwarnai dengan biaya politik yang tinggi.
Baca Juga: Ketua KPK
Baca juga: Harta Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Naik Rp7 Juta per Hari
"Kami terus menerima keluhan yang sama. Apa itu? KPK menyerap informasi dan keluhan langsung dari rumpun legislatif dan eksekutif di daerah yang mengeluhkan biaya pilkada mahal. Sehingga membutuhkan modal besar," kata Firli, Selasa (14/12/2021).
"Modal besar untuk pilkada sangat berpotensi membuat seseorang melakukan tindak pidana korupsi, karena setelah menang akan ada misi 'balik modal'," tambahnya.
Di sisi lain kata Firli, mencari bantuan modal dari 'bohir politik' akan mengikat politikus di eksekutif dan legislatif dalam budaya balas budi yang korup.
Fakta data KPK terakhir kata Firli, 82,3% calon kepala daerah menyatakan ada donatur dalam pendanaan pilkada. Data KPK menemukan banyak bentuk balas budi pada donatur pilkada.
Salah satunya, 95,4% balas budi pada donatur akan berbentuk meminta kemudahan perizinan terhadap bisnis yang telah dan akan dilakukan. Atau 90,7% meminta kemudahan untuk ikut serta dalam tender proyek pemerintahan (pengadaan barang dan jasa).
"Lebih menariknya, kesadaran dan informasi ini didapat KPK dari mereka sendiri para gubernur, kepala daerah dan legislatif. Mereka semua menyadari, dorongan korupsi akan sangat tinggi jika biaya politik sangat mahal," jelasnya.
Baca Juga: Ketua KPK
Baca juga: Harta Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Naik Rp7 Juta per Hari
"Kami terus menerima keluhan yang sama. Apa itu? KPK menyerap informasi dan keluhan langsung dari rumpun legislatif dan eksekutif di daerah yang mengeluhkan biaya pilkada mahal. Sehingga membutuhkan modal besar," kata Firli, Selasa (14/12/2021).
"Modal besar untuk pilkada sangat berpotensi membuat seseorang melakukan tindak pidana korupsi, karena setelah menang akan ada misi 'balik modal'," tambahnya.
Di sisi lain kata Firli, mencari bantuan modal dari 'bohir politik' akan mengikat politikus di eksekutif dan legislatif dalam budaya balas budi yang korup.
Fakta data KPK terakhir kata Firli, 82,3% calon kepala daerah menyatakan ada donatur dalam pendanaan pilkada. Data KPK menemukan banyak bentuk balas budi pada donatur pilkada.
Salah satunya, 95,4% balas budi pada donatur akan berbentuk meminta kemudahan perizinan terhadap bisnis yang telah dan akan dilakukan. Atau 90,7% meminta kemudahan untuk ikut serta dalam tender proyek pemerintahan (pengadaan barang dan jasa).
"Lebih menariknya, kesadaran dan informasi ini didapat KPK dari mereka sendiri para gubernur, kepala daerah dan legislatif. Mereka semua menyadari, dorongan korupsi akan sangat tinggi jika biaya politik sangat mahal," jelasnya.
tulis komentar anda