Hadiri Silatnas Perindo, Ketua KPK: Biaya Politik Mahal Jadi Asal Muasal Korupsi

Jum'at, 10 Desember 2021 - 15:25 WIB
loading...
Hadiri Silatnas Perindo,...
Ketua KPK Firli Bahuri memberikan pemaparan saat menghadiri Silatnas anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota Partai Perindo se-Indonesia di Jakarta Concert Hall iNews Tower, Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Foto/SINDOnews/Carlos Roy Fajarta
A A A
JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut biaya politik yang mahal dalam perhelatan pilkada, pileg, hingga pilpres menjadi salah satu akar ataupun asal muasal tindakan korupsi.

Hal tersebut disampaikan Firli Bahuri dalam diskusi sesi kedua Bimbingan Teknis (Bimtek) anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota Partai Perindo se-Indonesia di Jakarta Concert Hall iNews Tower, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, pada Jumat (10/12/2021).

Dalam kesempatan itu, Firli Bahuri membahas korupsi dengan mengusung tema “Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Dalam Pelaksanaan Fungsi Penganggaran”. Menurut Firli biaya politik di Indonesia sangat mahal.



"Dari hasil survei kita, semua biaya politik kita sangat mahal. Kami melaksanakan survei karena ingin tahu mengapa para calon pemimpin daerah dan caleg maju ke pileg dan pilkada padahal uang tidak cukup atau minus. Rupanya mereka mendapatkan pinjaman dari sponsor," ujar Firli.

Firli menjelaskan dari hasil survei yang dilakukan internal KPK disebutkan 82,3% hasil survei pilkada dibiayai sponsor dan donatur. "Kenapa mereka (donatur dan pihak sponsor) mau membiayai? Akan mendapatkan kemudahan usaha itu 91%, dekat dengan penguasa 87%, ada jaminan tentang keberlangsungan usaha sebesar 81%," ungkapnya.



Firli mengungkapkan, pihak sponsor inilah yang nantinya meminta bagian proyek dari sejumlah program anggaran pemerintah daerah untuk calon legislatif atau pimpinan daerah yang dipilih oleh rakyat. "Jadi jika kita ingin melaksanakan pembangunan ekonomi Indonesia untuk mencapai kesejahteraan masyarakat maka APBN harus sepenuhnya untuk rakyat, tidak boleh satupun dikorupsi," tegasnya.

Firli menilai, sistem demokrasi di Indonesia seharusnya terbuka sehingga tidak ada biaya politik mahal. Dalam pemberitaan, kata Firli, untuk menjadi presiden saja membutuhkan uang Rp8 triliun. "Termasuk untuk menjadi anggota caleg juga membutuhkan biaya sangat tinggi. Kalau seperti ini terus maka kasus korupsi tidak pernah habis di Indonesia," tegasnya.

Firli mencontohkan, kebiasaan yang ada saat ini apabila para pelaku usaha mau meminta izin harus melakukan suap, harus ada gratifikasi. Jika tidak ada uang maka tidak ada izin yang keluar dari eksekutif dan legislatif. "Apakah regulasi kita sudah cukup efektif untuk tidak membuat ada tindakan koruptif. Apakah tata kelola anggaran kita sudah mampu mencegah tindakan korupsi," kata Firli Bahuri dengan nada bertanya.

Firli menganalogikan pemberantasan korupsi itu seperti permainan orkestra, di seluruh kamar kekuasaan baik legislatif, eksekutif, dan yudikatif. ”Korupsi adalah musuh kita bersama. Seperti masyarakat melawan Covid-19. Jadi tugas pemberantasan korupsi bukan tugas KPK saja tapi seluruh masyarakat. Kalau seluruh masyarakat bersatu melawan korupsi maka dalam setahun bisa diberantas seluruh korupsi di Indonesia," katanya.

Firli menambahkan seluruh partai politik harus menekan pakta integritas bebas korupsi untuk mewujudkan pilkada bebas korupsi."Bagaimana menghentikan korupsi di seluruh sendi kehidupan bangsa bernegara. Dalam perencanaan, penyusunan, pengesahan, implementasi, dan evaluasi anggaran tidak boleh ada korupsi. Jika kita tidak menemukan orang baik di dunia ini, maka jadilah contoh sebagai orang baik," ucapnya.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1799 seconds (0.1#10.140)