Quality of Experience dengan Televisi Digital

Senin, 13 Desember 2021 - 17:07 WIB
Metode kompresi data untuk gambar/video dan suara ini sebenarnya sudah pernah kita kenal melalui teknologi DVD atau VCD (video CD). Teknologi DVD ini sempat sangat popular di Indonesia di sekitar tahun 2000-an, dengan berkembangnya pasar perangkat pemutar cakram DVD dan juga PC/laptop dengan DVD drive yang menjadi standar saat itu.

Selain teknik pengolahan datanya, standar penyiaran televisi digital memiliki kemiripan dari sisi teknik transmisi digital yang digunakan. Banyak di antara standar ini memanfaatkan teknologi berbasis OFDM (orthogonal frequency-division multiplexing) yang merupakan metode untuk mengirimkan berbagai sinyal yang berbeda menggunakan alokasi frekuensi yang disediakan, sehingga memungkinkan untuk dikirimkan secara bersamaan melalui satu media transmisi yang sama. Spektrum frekuensi yang digunakan bisa berada pada spektrum VHF ataupun UHF. Teknologi OFDM ini merupakan metode yang banyak digunakan pada komunikasi digital pita lebar, sehingga selain bisa digunakan untuk mengirimkan sinyal televisi digital, bisa juga digunakan pada teknologi akses Internet berbasis DSL (digital suscriber line), jaringan optik, serta komunikasi bergerak (seperti 4G yang saat ini kita gunakan atau teknologi 5G yang sekarang sudah mulai digelar).

Dengan teknik modulasi dan transmisi digital yang digunakan untuk televisi digital ini, maka alokasi bandwidth yang semula hanya bisa digunakan untuk satu saluran televisi analog sekarang (berkisar antara 6-8 MHz) bisa digunakan secara bersamaan oleh beberapa saluran televisi digital pada distribusi televisi digital terestrial. Ini artinya jumlah saluran televisi digital yang bisa dinikmati oleh masyarakat akan semakin banyak.

Kualitas siaran televisi digital

Kualitas siaran televisi digital, baik itu melalui distribusi terestrial, maupun jaringan distribusi lainnya, sangat berbeda dengan kualitas siaran televisi analog. Kualitas subjektif yang dirasakan oleh pengguna siaran televisi digital akan berbeda jauh dengan yang dirasakan oleh pengguna siaran televisi analog. Pada siaran televisi analog, kualitas siarannya (yang dirasakan langsung oleh penonton) akan sangat dipengaruhi oleh kualitas sinyal yang diterima oleh pesawat televisi penerima. Pada konten digital, selain sinyal ini, ada faktor lain yang bisa mempengaruhi kualitas subjektif yang dirasakan penonton, yaitu pengaturan metode kompresi yang digunakan. Metode kompresi yang digunakan akan menghasilkan kualitas gambar yang berbeda untuk konten gambar/video yang berbeda. Jika pada siaran televisi analog kita bisa memprediksi kualitas siaran televisi digital dengan menggunakan gambar pola teknik (atau test card), maka hal ini tidak bisa kita lakukan pada siaran televisi digital.

Tagar yang digaungkan oleh Kemkominfo, #BersihJenihCanggih untuk siaran televisi digital terestrial, tidaklah salah walaupun sebaiknya kita juga harus paham bahwa ada syarat dan ketentuan yang mesti dipenuhi agar gambar yang bersih dan jernih pada siaran televisi digital ini bisa kita dapatkan. Pertama, tentu sinyal yang diterima oleh pesawat penerima harus dalam kondisi yang prima. Jika sinyal yang diterima tidak prima, maka akan timbul distorsi gambar atau bahkan gambarnya tidak akan muncul sama sekali. Kondisi sinyal yang kurang prima mungkin bisa diakibatkan karena faktor lokasi tempat pesawat penerima ataupun karena adanya rugi-rugi daya yang terjadi pada saat sinyal dikirimkan dari antena ke pesawat televisi. Oleh karena itu pula, maka siaran televisi digital akan kurang maksimal jika kita menggunakan antena dalam.

Selain itu, gambar yang bersih dan jernih pada siaran televisi digital yang saat ini sudah bisa kita rasakan terjadi karena saluran televisi digital yang ada masih bisa memanfaatkan dimaksimalkan untuk menghasilkan gambar dengan kualitas yang baik. Beda ceritanya jika jumlah saluran atau kanal televisi semakin banyak sementara spektrum yang tersedia terbatas; jika ini yang terjadi, maka kompensasinya adalah laju data salurannya yang mesti diturunkan, sehingga pengaruhnya akan tampak langsung pada kualitas gambar/video yang dihasilkan.

Secara umum, kualitas gambar pada televisi digital akan sangat dipengaruhi oleh distorsi yang muncul karena pengaturan kompresi data yang digunakan. Berbagai macam tipe distorsi yang mungkin muncul pada gambar/video digital antara lain:

blockiness: munculnya distorsi berupa kotak-kotak semu yang muncul pada area tertentu pada gambar

• munculnya efek pola mosaic: distorsi berupa munculnya pola-pola gambar yang digunakan untuk kompresi data

blur: hilangnya detil spasial pada area gambar tertentu dan menurunya tingkat ketajaman gambar

color bleeding: efek blur yang terjadi pada komponen warna tertentu, terutama pada tepian objek yang berada pada area gambar dengan perbedaan warna yang kontras

false edges: munculnya tepian gambar semu secara berturutan pada area gambar dengan intensitas warna yang berubah secara bertahap

ringing: munculnya tepian gambar dengan pola berulang

edge busyness: distorsi yang muncul pada bagian gambar yang bergerak berupa kemunculan pola gambar secara acak

jerkiness: distorsi berupa gerakan objek yang terpatah-patah atau tidak mulus

ghosting: munculnya pola bayangan objek yang ada pada gambar

noise/derau: pola intensitas fluktuatif yang tidak terkendali dan tidak diinginkan

Jadi, jika kita teliti lebih dalam, kualitas gambar pada siaran televisi digital memiliki banyak sumber distorsi. Jika dibandingkan dengan kualitas gambar pada siaran analog (dengan distorsi berupa gambar 'bersemut'), maka sumber distorsi gambar digital lebih beragam. Pertanyaannya adalah: apakah ini berarti televisi digital lebih buruk daripada televisi analog?



Jawabannya terletak pada bagaimana metode kompresi data gambar ini memanfaatkan sifat dan cara kerja indera penglihatan kita (human visual system, HVS). Indera penglihatan manusia memiliki sensitivitas tertentu yang bergantung pada intensitas, kontras serta pola gambar yang ada. Jika distorsi-distorsi ini muncul pada area gambar dengan pola tekstur dengan detail yang sangat rapat, distorsi ini tidak akan 'dirasakan' oleh mata kita. Kemudian, jika distorsi tersebut muncul pada frame video yang menampilkan objek yang bergerak cepat, mata kita juga tidak akan terlalu sensitif dengan adanya distorsi tersebut. Selain itu, metode kompresi data bisa diatur sehingga distorsi yang mungkin muncul karena proses kompresinya hanya akan terjadi pada area gambar yang memiliki sensitivitas rendah bagi mata manusia.

Tambahan lainnya, metode kompresi data saat ini memiliki teknik yang cukup baik untuk memanfaatkan kesamaan pola pada area gambar di frame yang sama, frame yang berbeda, pada berbagai skala yang berbeda, untuk bisa 'mengemas' data gambar/video dalam representasi data yang lebih efisien dan menghemat bandwidth yang dibutuhkan, namun dengan kualitas gambar yang baik. Dibarengi dengan transmisi digital yang semakin canggih, maka kualitas siaran televisi digital, baik melalui jaringan distribusi terestrial ataupun lainnya, bisa kita nikmati dengan quality of experience (QoE) yang memuaskan.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More