Quality of Experience dengan Televisi Digital
loading...
A
A
A
Irwan Prasetya Gunawan
Informatika UBakrie
Bagi masyarakat Indonesia, televisi masih menjadi sumber media utama dibandingkan dengan media lainnya seperti koran, tabloid/majalah, radio, atau bahkan internet sekalipun (survei Nielsen Indonesia, 2017). Keberadaan internet dengan tingkat penetrasi yang meningkat dari tahun ke tahun dalam beberapa tahun terakhir memang memberikan indikasi bahwa masyarakat Indonesia memiliki pilihan dalam mengakses konten digital, termasuk konten televisi yang semula hanya bisa diakses melalui media tradisional. Namun, survei yang diterbitkan oleh Reuters Institute pada bulan November 2021 menunjukkan bahwa media berita televisi masih menjadi menjadi primadona di Indonesia saat ini.
Selain itu, televisi pun masih menjadi sarana edukasi yang mudah dijangkau masyarakat umum; sebagai contoh, survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (2021) menunjukkan bahwa media televisi merupakan media utama bagi masyarakat dalam mendapatkan edukasi kampanye anti korupsi, jauh di atas media lainnya seperti media sosial, spanduk, Internet, koran/majalah, radio, dan sebagainya. Terlepas dari keberadaan internet sebagai media baru yang memberikan alternatif bagi masyarakat dalam mengkonsumsi program televisi atau konten media lainnya, televisi masih menjadi media yang paling efektif dalam penyebaran informasi, edukasi, dan juga hiburan. Oleh karena itu, wajar jika pesawat televisi merupakan perangkat elektronik yang sangat umum ditemukan di kediaman/rumah tempat tinggal masyarakat Indonesia.
Pengertian televisi digital
Televisi, merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2021), merupakan istilah yang digunakan untuk proses penyiaran gambar (baik itu gambar diam seperti foto, ataupun bergerak seperti halnya video) yang disertai dengan suara melalui kabel ataupun melalui angkasa, dan proses ditampilkannya informasi gambar dan suara tersebut pada pesawat penerima. Dilihat dari definisi yang diberikan oleh KBBI ini, maka istilah televisi tersebut sudah mencakup baik itu televisi analog maupun digital.
Televisi analog biasanya merujuk pada proses penyiaran informasi gambar dan suara melalui gelombang radio. Jika kita lihat dari sejarahnya, maka televisi analog ini melibatkan proses pentransmisian gambar dan suara menggunakan gelombang radio yang dimodulasi secara analog. Siaran televisi analog bisa dipancarkan secara nirkabel (menggunakan medium udara) seperti sistem televisi terestrial dan televisi satelit, ataupun didistribusikan melalui jaringan kabel seperti TV kabel. Di Indonesia dan berbagai negara lainnya di dunia, televisi terestrial analog ini pada umumnya tidak berbayar (free-to-air). Layanan TV kabel pada umumnya berbayar dengan konten premium sehingga kita mesti berlangganan terlebih dahulu sebelum bisa menikmati isinya.
Televisi digital , pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan televisi analog. Proses penyiaran televisi digital bisa memanfaatkan infrastruktur yang sama dengan penyiaran televisi analog: terestrial, satelit, ataupun infrastruktur berbasis kabel. Bedanya, pengiriman sinyalnya memanfaatkan teknologi modulasi digital. Selain itu, kelebihan lainnya dibandingkan dengan televisi analog, televisi digital bisa memanfaatkan media Internet sebagai sarana distribusinya. Hal ini dimungkinkan karena konten televisi digital diproses dengan teknologi kompresi data untuk media digital. Jadi, dua teknologi utama yang mendukung perkembangan televisi digital adalah modulasi digital dan metode kompresi data.
Tanpa adanya kedua teknologi ini, maka televisi digital (dalam berbagai bentuknya yang bisa kita nikmati saat ini) tidak mungkin akan bisa terwujud. Hal ini terjadi karena sinyal gambar/video yang diolah secara digital membutuhkan bandwidth yang sangat besar untuk bisa dikirimkan melalui media transmisi. Sebagai contoh, gambar video yang diolah secara digital tanpa metode kompresi data membutuhkan bandwidth sebesar kurang lebih 200 Mbps untuk siaran televisi dengan definisi standar (Standard Definition Television, SDTV), dan sekitar 1 Gbps (giga-bit-per-second, setara dengan 1.000 Mbps) untuk siaran televisi high-definition (HDTV). Bagi kita pengguna internet saat ini maka terbayangkan seberapa besar bandwidth yang dibutuhkan tanpa kompresi data ini. Metode kompresi data secara drastis mengurangi bandwidth yang dibutuhkan untuk mengirimkan sinyal televisi digital ini dengan kualitas yang cukup baik. Teknologi kompresi data inilah yang juga memungkinkan kita menikmati berbagai macam konten audio-visual yang bisa kita akses melalui Internet saat ini dengan menggunakan PC, laptop, tablet, smartphone, ataupun berbagai gawai lainnya. Teknologi kompresi gambar yang sama juga digunakan pada proses penyimpanan gambar yang ditangkap oleh kamera digital saat ini, baik itu kamera DSLR/mirrorless ataupun kamera smartphone pada umumnya.
Menurut IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers), pengertian teknis televisi digital (DTV, digital television) tidak hanya mencakup sistem televisi digital terestrial (Digital Terrestrial Television - DTT), tetapi juga DTV satelit, DTV kabel, dan Internet Protocol TV (IPTV), serta DTV yang bisa diakses melalui perangkat yang berukuran kecil seperti smarphone. Jika merujuk pada pengertian teknis ini, maka konten televisi yang didistribusikan melalui layanan berbasis streaming yang bisa kita akses melalui internet sebenarnya termasuk ke dalam kategori televisi digital ini.
Di Indonesia sendiri, pengertian televisi digital ini dipersempit menjadi televisi digital terestrial, seperti yang digaung-gaungkan oleh Kemkominfo. Ini juga merujuk pada program migrasi penyiaran televisi analog terestrial ke penyiaran televisi digital terestrial, yang saat ini rencananya akan bermigrasi ke penyiaran digital secara penuh pada November 2022 yang akan datang. Televisi digital terestrial ini memanfaatkan pengiriman sinyal melalui gelombang radio yang diterima melalui perangkat digital baik itu set-top-box (STB) ataupun pesawat televisi yang sudah dilengkapi dengan perangkat penerima sinyal digital.
Meskipun televisi digital terestrial (DTT) dan IPTV sama-sama termasuk ke dalam keluarga besar televisi digital, ada perbedaan utama antara keduanya. Televisi digital terestrial bersifat komunikasi satu arah, sementara IPTV (seperti halnya layanan streaming yang saat ini banyak kita dapatkan melalui internet) bersifat dua arah, sehingga IPTV memberikan fitur interaktif yang saat ini belum bisa kita nikmati pada siaran televisi digital (terestrial). Tambahan lainnya, IPTV menawarkan kita fitur lain seperti personal video recording, gaming, video-on-demand, dan e-commerce. Oleh karena itulah wajar jika banyak layanan IPTV ini mengharuskan kita untuk mengeluarkan biaya (seperti biaya berlangganan) untuk bisa menikmatinya. Selain itu, karena IPTV didistribusikan melalui jaringan internet, maka kita pun harus siap untuk membayar biaya akses internet ini (selain juga memastikan bahwa akses internet-nya pun tersedia). Ini tentu sangat berbeda dengan televisi digital terestrial yang sudah bisa kita tangkap dengan mudah melalui antena aerial yang sudah kita miliki saat ini, tanpa biaya tambahan seperti biaya berlangganan.
Standar penyiaran televisi digital
Ada beberapa standar penyiaran televisi digital yang digunakan di dunia saat ini:
• DVB (Digital Video Broadcasting): standar yang dikembangan oleh Eropa, dan diadopsi di berbagai negara di belahan Afrika, Asia, Australia, selain Eropa
• ATSC (Advanced Television Systems Committee): standar yang dikembangkan di Amerika
• ISDB (Integrated Services Digital Broadcasting): standar yang dikembangkan di Jepang
• DTMB (Digital Terrestrial Multimedia Broadcasting): standar yang dikembangkan di China
• DMB (Digital Multimedia Broadcasting): standar teknologi penyiaran radio digital di Korea Selatan yang merupakan bagian dari proyek nasional teknologi informasi untuk pengiriman data multimedia seperti TV dan radio untuk digunakan pada perangkat mobile seperti mobile phone dan laptop.
Kemiripan utama berbagai standar ini adalah penggunaan metode pengkodean digital dan kompresi data untuk memproses sumber gambar dan suara yang akan dikirimkan melalui jaringan distribusinya. Metodenya memanfaatkan teknik pengkodean video berbasis MPEG-2, MPEG-4 AVC/H.264, H.265/HEVC (High Efficiency Video Coding) atau yang sejenisnya, dengan laju data berkisar antara 3 - 30 Mbps. Metode kompresi data yang digunakan pada video ini secara prinsip mirip dengan metode kompresi data gambar digital (dengan kompresi berbasis JPEG), namun dengan tambahan metode kompresi data secara temporal yang memanfaatkan gerak yang terlihat antar frame gambar yang berurutan. Sementara itu, untuk pengolahan suara/audio, metode yang digunakan tidak berbeda jauh dengan metode pengkodean suara secara digital yang bisa kita temukan pada file MP3 yang sudah bukan merupakan barang yang asing bagi kita.
Metode kompresi data untuk gambar/video dan suara ini sebenarnya sudah pernah kita kenal melalui teknologi DVD atau VCD (video CD). Teknologi DVD ini sempat sangat popular di Indonesia di sekitar tahun 2000-an, dengan berkembangnya pasar perangkat pemutar cakram DVD dan juga PC/laptop dengan DVD drive yang menjadi standar saat itu.
Selain teknik pengolahan datanya, standar penyiaran televisi digital memiliki kemiripan dari sisi teknik transmisi digital yang digunakan. Banyak di antara standar ini memanfaatkan teknologi berbasis OFDM (orthogonal frequency-division multiplexing) yang merupakan metode untuk mengirimkan berbagai sinyal yang berbeda menggunakan alokasi frekuensi yang disediakan, sehingga memungkinkan untuk dikirimkan secara bersamaan melalui satu media transmisi yang sama. Spektrum frekuensi yang digunakan bisa berada pada spektrum VHF ataupun UHF. Teknologi OFDM ini merupakan metode yang banyak digunakan pada komunikasi digital pita lebar, sehingga selain bisa digunakan untuk mengirimkan sinyal televisi digital, bisa juga digunakan pada teknologi akses Internet berbasis DSL (digital suscriber line), jaringan optik, serta komunikasi bergerak (seperti 4G yang saat ini kita gunakan atau teknologi 5G yang sekarang sudah mulai digelar).
Dengan teknik modulasi dan transmisi digital yang digunakan untuk televisi digital ini, maka alokasi bandwidth yang semula hanya bisa digunakan untuk satu saluran televisi analog sekarang (berkisar antara 6-8 MHz) bisa digunakan secara bersamaan oleh beberapa saluran televisi digital pada distribusi televisi digital terestrial. Ini artinya jumlah saluran televisi digital yang bisa dinikmati oleh masyarakat akan semakin banyak.
Kualitas siaran televisi digital
Kualitas siaran televisi digital, baik itu melalui distribusi terestrial, maupun jaringan distribusi lainnya, sangat berbeda dengan kualitas siaran televisi analog. Kualitas subjektif yang dirasakan oleh pengguna siaran televisi digital akan berbeda jauh dengan yang dirasakan oleh pengguna siaran televisi analog. Pada siaran televisi analog, kualitas siarannya (yang dirasakan langsung oleh penonton) akan sangat dipengaruhi oleh kualitas sinyal yang diterima oleh pesawat televisi penerima. Pada konten digital, selain sinyal ini, ada faktor lain yang bisa mempengaruhi kualitas subjektif yang dirasakan penonton, yaitu pengaturan metode kompresi yang digunakan. Metode kompresi yang digunakan akan menghasilkan kualitas gambar yang berbeda untuk konten gambar/video yang berbeda. Jika pada siaran televisi analog kita bisa memprediksi kualitas siaran televisi digital dengan menggunakan gambar pola teknik (atau test card), maka hal ini tidak bisa kita lakukan pada siaran televisi digital.
Tagar yang digaungkan oleh Kemkominfo, #BersihJenihCanggih untuk siaran televisi digital terestrial, tidaklah salah walaupun sebaiknya kita juga harus paham bahwa ada syarat dan ketentuan yang mesti dipenuhi agar gambar yang bersih dan jernih pada siaran televisi digital ini bisa kita dapatkan. Pertama, tentu sinyal yang diterima oleh pesawat penerima harus dalam kondisi yang prima. Jika sinyal yang diterima tidak prima, maka akan timbul distorsi gambar atau bahkan gambarnya tidak akan muncul sama sekali. Kondisi sinyal yang kurang prima mungkin bisa diakibatkan karena faktor lokasi tempat pesawat penerima ataupun karena adanya rugi-rugi daya yang terjadi pada saat sinyal dikirimkan dari antena ke pesawat televisi. Oleh karena itu pula, maka siaran televisi digital akan kurang maksimal jika kita menggunakan antena dalam.
Selain itu, gambar yang bersih dan jernih pada siaran televisi digital yang saat ini sudah bisa kita rasakan terjadi karena saluran televisi digital yang ada masih bisa memanfaatkan dimaksimalkan untuk menghasilkan gambar dengan kualitas yang baik. Beda ceritanya jika jumlah saluran atau kanal televisi semakin banyak sementara spektrum yang tersedia terbatas; jika ini yang terjadi, maka kompensasinya adalah laju data salurannya yang mesti diturunkan, sehingga pengaruhnya akan tampak langsung pada kualitas gambar/video yang dihasilkan.
Secara umum, kualitas gambar pada televisi digital akan sangat dipengaruhi oleh distorsi yang muncul karena pengaturan kompresi data yang digunakan. Berbagai macam tipe distorsi yang mungkin muncul pada gambar/video digital antara lain:
• blockiness: munculnya distorsi berupa kotak-kotak semu yang muncul pada area tertentu pada gambar
• munculnya efek pola mosaic: distorsi berupa munculnya pola-pola gambar yang digunakan untuk kompresi data
• blur: hilangnya detil spasial pada area gambar tertentu dan menurunya tingkat ketajaman gambar
• color bleeding: efek blur yang terjadi pada komponen warna tertentu, terutama pada tepian objek yang berada pada area gambar dengan perbedaan warna yang kontras
• false edges: munculnya tepian gambar semu secara berturutan pada area gambar dengan intensitas warna yang berubah secara bertahap
• ringing: munculnya tepian gambar dengan pola berulang
• edge busyness: distorsi yang muncul pada bagian gambar yang bergerak berupa kemunculan pola gambar secara acak
• jerkiness: distorsi berupa gerakan objek yang terpatah-patah atau tidak mulus
• ghosting: munculnya pola bayangan objek yang ada pada gambar
• noise/derau: pola intensitas fluktuatif yang tidak terkendali dan tidak diinginkan
Jadi, jika kita teliti lebih dalam, kualitas gambar pada siaran televisi digital memiliki banyak sumber distorsi. Jika dibandingkan dengan kualitas gambar pada siaran analog (dengan distorsi berupa gambar 'bersemut'), maka sumber distorsi gambar digital lebih beragam. Pertanyaannya adalah: apakah ini berarti televisi digital lebih buruk daripada televisi analog?
Jawabannya terletak pada bagaimana metode kompresi data gambar ini memanfaatkan sifat dan cara kerja indera penglihatan kita (human visual system, HVS). Indera penglihatan manusia memiliki sensitivitas tertentu yang bergantung pada intensitas, kontras serta pola gambar yang ada. Jika distorsi-distorsi ini muncul pada area gambar dengan pola tekstur dengan detail yang sangat rapat, distorsi ini tidak akan 'dirasakan' oleh mata kita. Kemudian, jika distorsi tersebut muncul pada frame video yang menampilkan objek yang bergerak cepat, mata kita juga tidak akan terlalu sensitif dengan adanya distorsi tersebut. Selain itu, metode kompresi data bisa diatur sehingga distorsi yang mungkin muncul karena proses kompresinya hanya akan terjadi pada area gambar yang memiliki sensitivitas rendah bagi mata manusia.
Tambahan lainnya, metode kompresi data saat ini memiliki teknik yang cukup baik untuk memanfaatkan kesamaan pola pada area gambar di frame yang sama, frame yang berbeda, pada berbagai skala yang berbeda, untuk bisa 'mengemas' data gambar/video dalam representasi data yang lebih efisien dan menghemat bandwidth yang dibutuhkan, namun dengan kualitas gambar yang baik. Dibarengi dengan transmisi digital yang semakin canggih, maka kualitas siaran televisi digital, baik melalui jaringan distribusi terestrial ataupun lainnya, bisa kita nikmati dengan quality of experience (QoE) yang memuaskan.
Informatika UBakrie
Bagi masyarakat Indonesia, televisi masih menjadi sumber media utama dibandingkan dengan media lainnya seperti koran, tabloid/majalah, radio, atau bahkan internet sekalipun (survei Nielsen Indonesia, 2017). Keberadaan internet dengan tingkat penetrasi yang meningkat dari tahun ke tahun dalam beberapa tahun terakhir memang memberikan indikasi bahwa masyarakat Indonesia memiliki pilihan dalam mengakses konten digital, termasuk konten televisi yang semula hanya bisa diakses melalui media tradisional. Namun, survei yang diterbitkan oleh Reuters Institute pada bulan November 2021 menunjukkan bahwa media berita televisi masih menjadi menjadi primadona di Indonesia saat ini.
Selain itu, televisi pun masih menjadi sarana edukasi yang mudah dijangkau masyarakat umum; sebagai contoh, survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (2021) menunjukkan bahwa media televisi merupakan media utama bagi masyarakat dalam mendapatkan edukasi kampanye anti korupsi, jauh di atas media lainnya seperti media sosial, spanduk, Internet, koran/majalah, radio, dan sebagainya. Terlepas dari keberadaan internet sebagai media baru yang memberikan alternatif bagi masyarakat dalam mengkonsumsi program televisi atau konten media lainnya, televisi masih menjadi media yang paling efektif dalam penyebaran informasi, edukasi, dan juga hiburan. Oleh karena itu, wajar jika pesawat televisi merupakan perangkat elektronik yang sangat umum ditemukan di kediaman/rumah tempat tinggal masyarakat Indonesia.
Pengertian televisi digital
Televisi, merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2021), merupakan istilah yang digunakan untuk proses penyiaran gambar (baik itu gambar diam seperti foto, ataupun bergerak seperti halnya video) yang disertai dengan suara melalui kabel ataupun melalui angkasa, dan proses ditampilkannya informasi gambar dan suara tersebut pada pesawat penerima. Dilihat dari definisi yang diberikan oleh KBBI ini, maka istilah televisi tersebut sudah mencakup baik itu televisi analog maupun digital.
Televisi analog biasanya merujuk pada proses penyiaran informasi gambar dan suara melalui gelombang radio. Jika kita lihat dari sejarahnya, maka televisi analog ini melibatkan proses pentransmisian gambar dan suara menggunakan gelombang radio yang dimodulasi secara analog. Siaran televisi analog bisa dipancarkan secara nirkabel (menggunakan medium udara) seperti sistem televisi terestrial dan televisi satelit, ataupun didistribusikan melalui jaringan kabel seperti TV kabel. Di Indonesia dan berbagai negara lainnya di dunia, televisi terestrial analog ini pada umumnya tidak berbayar (free-to-air). Layanan TV kabel pada umumnya berbayar dengan konten premium sehingga kita mesti berlangganan terlebih dahulu sebelum bisa menikmati isinya.
Televisi digital , pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan televisi analog. Proses penyiaran televisi digital bisa memanfaatkan infrastruktur yang sama dengan penyiaran televisi analog: terestrial, satelit, ataupun infrastruktur berbasis kabel. Bedanya, pengiriman sinyalnya memanfaatkan teknologi modulasi digital. Selain itu, kelebihan lainnya dibandingkan dengan televisi analog, televisi digital bisa memanfaatkan media Internet sebagai sarana distribusinya. Hal ini dimungkinkan karena konten televisi digital diproses dengan teknologi kompresi data untuk media digital. Jadi, dua teknologi utama yang mendukung perkembangan televisi digital adalah modulasi digital dan metode kompresi data.
Tanpa adanya kedua teknologi ini, maka televisi digital (dalam berbagai bentuknya yang bisa kita nikmati saat ini) tidak mungkin akan bisa terwujud. Hal ini terjadi karena sinyal gambar/video yang diolah secara digital membutuhkan bandwidth yang sangat besar untuk bisa dikirimkan melalui media transmisi. Sebagai contoh, gambar video yang diolah secara digital tanpa metode kompresi data membutuhkan bandwidth sebesar kurang lebih 200 Mbps untuk siaran televisi dengan definisi standar (Standard Definition Television, SDTV), dan sekitar 1 Gbps (giga-bit-per-second, setara dengan 1.000 Mbps) untuk siaran televisi high-definition (HDTV). Bagi kita pengguna internet saat ini maka terbayangkan seberapa besar bandwidth yang dibutuhkan tanpa kompresi data ini. Metode kompresi data secara drastis mengurangi bandwidth yang dibutuhkan untuk mengirimkan sinyal televisi digital ini dengan kualitas yang cukup baik. Teknologi kompresi data inilah yang juga memungkinkan kita menikmati berbagai macam konten audio-visual yang bisa kita akses melalui Internet saat ini dengan menggunakan PC, laptop, tablet, smartphone, ataupun berbagai gawai lainnya. Teknologi kompresi gambar yang sama juga digunakan pada proses penyimpanan gambar yang ditangkap oleh kamera digital saat ini, baik itu kamera DSLR/mirrorless ataupun kamera smartphone pada umumnya.
Menurut IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers), pengertian teknis televisi digital (DTV, digital television) tidak hanya mencakup sistem televisi digital terestrial (Digital Terrestrial Television - DTT), tetapi juga DTV satelit, DTV kabel, dan Internet Protocol TV (IPTV), serta DTV yang bisa diakses melalui perangkat yang berukuran kecil seperti smarphone. Jika merujuk pada pengertian teknis ini, maka konten televisi yang didistribusikan melalui layanan berbasis streaming yang bisa kita akses melalui internet sebenarnya termasuk ke dalam kategori televisi digital ini.
Di Indonesia sendiri, pengertian televisi digital ini dipersempit menjadi televisi digital terestrial, seperti yang digaung-gaungkan oleh Kemkominfo. Ini juga merujuk pada program migrasi penyiaran televisi analog terestrial ke penyiaran televisi digital terestrial, yang saat ini rencananya akan bermigrasi ke penyiaran digital secara penuh pada November 2022 yang akan datang. Televisi digital terestrial ini memanfaatkan pengiriman sinyal melalui gelombang radio yang diterima melalui perangkat digital baik itu set-top-box (STB) ataupun pesawat televisi yang sudah dilengkapi dengan perangkat penerima sinyal digital.
Meskipun televisi digital terestrial (DTT) dan IPTV sama-sama termasuk ke dalam keluarga besar televisi digital, ada perbedaan utama antara keduanya. Televisi digital terestrial bersifat komunikasi satu arah, sementara IPTV (seperti halnya layanan streaming yang saat ini banyak kita dapatkan melalui internet) bersifat dua arah, sehingga IPTV memberikan fitur interaktif yang saat ini belum bisa kita nikmati pada siaran televisi digital (terestrial). Tambahan lainnya, IPTV menawarkan kita fitur lain seperti personal video recording, gaming, video-on-demand, dan e-commerce. Oleh karena itulah wajar jika banyak layanan IPTV ini mengharuskan kita untuk mengeluarkan biaya (seperti biaya berlangganan) untuk bisa menikmatinya. Selain itu, karena IPTV didistribusikan melalui jaringan internet, maka kita pun harus siap untuk membayar biaya akses internet ini (selain juga memastikan bahwa akses internet-nya pun tersedia). Ini tentu sangat berbeda dengan televisi digital terestrial yang sudah bisa kita tangkap dengan mudah melalui antena aerial yang sudah kita miliki saat ini, tanpa biaya tambahan seperti biaya berlangganan.
Standar penyiaran televisi digital
Ada beberapa standar penyiaran televisi digital yang digunakan di dunia saat ini:
• DVB (Digital Video Broadcasting): standar yang dikembangan oleh Eropa, dan diadopsi di berbagai negara di belahan Afrika, Asia, Australia, selain Eropa
• ATSC (Advanced Television Systems Committee): standar yang dikembangkan di Amerika
• ISDB (Integrated Services Digital Broadcasting): standar yang dikembangkan di Jepang
• DTMB (Digital Terrestrial Multimedia Broadcasting): standar yang dikembangkan di China
• DMB (Digital Multimedia Broadcasting): standar teknologi penyiaran radio digital di Korea Selatan yang merupakan bagian dari proyek nasional teknologi informasi untuk pengiriman data multimedia seperti TV dan radio untuk digunakan pada perangkat mobile seperti mobile phone dan laptop.
Kemiripan utama berbagai standar ini adalah penggunaan metode pengkodean digital dan kompresi data untuk memproses sumber gambar dan suara yang akan dikirimkan melalui jaringan distribusinya. Metodenya memanfaatkan teknik pengkodean video berbasis MPEG-2, MPEG-4 AVC/H.264, H.265/HEVC (High Efficiency Video Coding) atau yang sejenisnya, dengan laju data berkisar antara 3 - 30 Mbps. Metode kompresi data yang digunakan pada video ini secara prinsip mirip dengan metode kompresi data gambar digital (dengan kompresi berbasis JPEG), namun dengan tambahan metode kompresi data secara temporal yang memanfaatkan gerak yang terlihat antar frame gambar yang berurutan. Sementara itu, untuk pengolahan suara/audio, metode yang digunakan tidak berbeda jauh dengan metode pengkodean suara secara digital yang bisa kita temukan pada file MP3 yang sudah bukan merupakan barang yang asing bagi kita.
Metode kompresi data untuk gambar/video dan suara ini sebenarnya sudah pernah kita kenal melalui teknologi DVD atau VCD (video CD). Teknologi DVD ini sempat sangat popular di Indonesia di sekitar tahun 2000-an, dengan berkembangnya pasar perangkat pemutar cakram DVD dan juga PC/laptop dengan DVD drive yang menjadi standar saat itu.
Selain teknik pengolahan datanya, standar penyiaran televisi digital memiliki kemiripan dari sisi teknik transmisi digital yang digunakan. Banyak di antara standar ini memanfaatkan teknologi berbasis OFDM (orthogonal frequency-division multiplexing) yang merupakan metode untuk mengirimkan berbagai sinyal yang berbeda menggunakan alokasi frekuensi yang disediakan, sehingga memungkinkan untuk dikirimkan secara bersamaan melalui satu media transmisi yang sama. Spektrum frekuensi yang digunakan bisa berada pada spektrum VHF ataupun UHF. Teknologi OFDM ini merupakan metode yang banyak digunakan pada komunikasi digital pita lebar, sehingga selain bisa digunakan untuk mengirimkan sinyal televisi digital, bisa juga digunakan pada teknologi akses Internet berbasis DSL (digital suscriber line), jaringan optik, serta komunikasi bergerak (seperti 4G yang saat ini kita gunakan atau teknologi 5G yang sekarang sudah mulai digelar).
Dengan teknik modulasi dan transmisi digital yang digunakan untuk televisi digital ini, maka alokasi bandwidth yang semula hanya bisa digunakan untuk satu saluran televisi analog sekarang (berkisar antara 6-8 MHz) bisa digunakan secara bersamaan oleh beberapa saluran televisi digital pada distribusi televisi digital terestrial. Ini artinya jumlah saluran televisi digital yang bisa dinikmati oleh masyarakat akan semakin banyak.
Kualitas siaran televisi digital
Kualitas siaran televisi digital, baik itu melalui distribusi terestrial, maupun jaringan distribusi lainnya, sangat berbeda dengan kualitas siaran televisi analog. Kualitas subjektif yang dirasakan oleh pengguna siaran televisi digital akan berbeda jauh dengan yang dirasakan oleh pengguna siaran televisi analog. Pada siaran televisi analog, kualitas siarannya (yang dirasakan langsung oleh penonton) akan sangat dipengaruhi oleh kualitas sinyal yang diterima oleh pesawat televisi penerima. Pada konten digital, selain sinyal ini, ada faktor lain yang bisa mempengaruhi kualitas subjektif yang dirasakan penonton, yaitu pengaturan metode kompresi yang digunakan. Metode kompresi yang digunakan akan menghasilkan kualitas gambar yang berbeda untuk konten gambar/video yang berbeda. Jika pada siaran televisi analog kita bisa memprediksi kualitas siaran televisi digital dengan menggunakan gambar pola teknik (atau test card), maka hal ini tidak bisa kita lakukan pada siaran televisi digital.
Tagar yang digaungkan oleh Kemkominfo, #BersihJenihCanggih untuk siaran televisi digital terestrial, tidaklah salah walaupun sebaiknya kita juga harus paham bahwa ada syarat dan ketentuan yang mesti dipenuhi agar gambar yang bersih dan jernih pada siaran televisi digital ini bisa kita dapatkan. Pertama, tentu sinyal yang diterima oleh pesawat penerima harus dalam kondisi yang prima. Jika sinyal yang diterima tidak prima, maka akan timbul distorsi gambar atau bahkan gambarnya tidak akan muncul sama sekali. Kondisi sinyal yang kurang prima mungkin bisa diakibatkan karena faktor lokasi tempat pesawat penerima ataupun karena adanya rugi-rugi daya yang terjadi pada saat sinyal dikirimkan dari antena ke pesawat televisi. Oleh karena itu pula, maka siaran televisi digital akan kurang maksimal jika kita menggunakan antena dalam.
Selain itu, gambar yang bersih dan jernih pada siaran televisi digital yang saat ini sudah bisa kita rasakan terjadi karena saluran televisi digital yang ada masih bisa memanfaatkan dimaksimalkan untuk menghasilkan gambar dengan kualitas yang baik. Beda ceritanya jika jumlah saluran atau kanal televisi semakin banyak sementara spektrum yang tersedia terbatas; jika ini yang terjadi, maka kompensasinya adalah laju data salurannya yang mesti diturunkan, sehingga pengaruhnya akan tampak langsung pada kualitas gambar/video yang dihasilkan.
Secara umum, kualitas gambar pada televisi digital akan sangat dipengaruhi oleh distorsi yang muncul karena pengaturan kompresi data yang digunakan. Berbagai macam tipe distorsi yang mungkin muncul pada gambar/video digital antara lain:
• blockiness: munculnya distorsi berupa kotak-kotak semu yang muncul pada area tertentu pada gambar
• munculnya efek pola mosaic: distorsi berupa munculnya pola-pola gambar yang digunakan untuk kompresi data
• blur: hilangnya detil spasial pada area gambar tertentu dan menurunya tingkat ketajaman gambar
• color bleeding: efek blur yang terjadi pada komponen warna tertentu, terutama pada tepian objek yang berada pada area gambar dengan perbedaan warna yang kontras
• false edges: munculnya tepian gambar semu secara berturutan pada area gambar dengan intensitas warna yang berubah secara bertahap
• ringing: munculnya tepian gambar dengan pola berulang
• edge busyness: distorsi yang muncul pada bagian gambar yang bergerak berupa kemunculan pola gambar secara acak
• jerkiness: distorsi berupa gerakan objek yang terpatah-patah atau tidak mulus
• ghosting: munculnya pola bayangan objek yang ada pada gambar
• noise/derau: pola intensitas fluktuatif yang tidak terkendali dan tidak diinginkan
Jadi, jika kita teliti lebih dalam, kualitas gambar pada siaran televisi digital memiliki banyak sumber distorsi. Jika dibandingkan dengan kualitas gambar pada siaran analog (dengan distorsi berupa gambar 'bersemut'), maka sumber distorsi gambar digital lebih beragam. Pertanyaannya adalah: apakah ini berarti televisi digital lebih buruk daripada televisi analog?
Jawabannya terletak pada bagaimana metode kompresi data gambar ini memanfaatkan sifat dan cara kerja indera penglihatan kita (human visual system, HVS). Indera penglihatan manusia memiliki sensitivitas tertentu yang bergantung pada intensitas, kontras serta pola gambar yang ada. Jika distorsi-distorsi ini muncul pada area gambar dengan pola tekstur dengan detail yang sangat rapat, distorsi ini tidak akan 'dirasakan' oleh mata kita. Kemudian, jika distorsi tersebut muncul pada frame video yang menampilkan objek yang bergerak cepat, mata kita juga tidak akan terlalu sensitif dengan adanya distorsi tersebut. Selain itu, metode kompresi data bisa diatur sehingga distorsi yang mungkin muncul karena proses kompresinya hanya akan terjadi pada area gambar yang memiliki sensitivitas rendah bagi mata manusia.
Tambahan lainnya, metode kompresi data saat ini memiliki teknik yang cukup baik untuk memanfaatkan kesamaan pola pada area gambar di frame yang sama, frame yang berbeda, pada berbagai skala yang berbeda, untuk bisa 'mengemas' data gambar/video dalam representasi data yang lebih efisien dan menghemat bandwidth yang dibutuhkan, namun dengan kualitas gambar yang baik. Dibarengi dengan transmisi digital yang semakin canggih, maka kualitas siaran televisi digital, baik melalui jaringan distribusi terestrial ataupun lainnya, bisa kita nikmati dengan quality of experience (QoE) yang memuaskan.
(zik)