Tiba-Tiba Kurikulum Baru
Jum'at, 10 Desember 2021 - 09:34 WIB
MENTERI Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyampaikan rencana menerbitkan kurikulum baru yang dinamai Kurikulum 2022 (K-22) dalam waktu dekat. Nadiem menyebutkan Kurikulum 2022 ini sudah diujicobakan di 2.500 sekolah yang mayoritas bukan sekolah unggulan atau favorit dalam program sekolah penggerak. Hasil uji coba kurikulum ini seperti apa, belum ada penjelasan tegas dari pihak Kemendikbudristek. Uji coba ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana kurikulum yang diklaim lebih fleksibel dari Kurikulum KTSP 2013 ini bisa diterapkan dalam berbagai kondisi.
Secara prinsip, sebagaimana dijelaskan Kemendikbudristek, Kurikulum 2022 ini selain fleksibel juga memberikan peran sentral kepada guru untuk memaknai dan menerapkannya di lapangan. Sedangkan Kurikulum 2013 (K-13) yang berlaku sekarang lebih memosisikan guru sebagai fasilitator dalam proses belajar-mengajar. Dan, siswa atau murid yang dituntut berperan lebih aktif dalam proses tersebut.
Dalam proses penyusunan dan sosialisasi K-13 di era Mendiknas Muhammad Nuh banyak terjadi perdebatan publik. Bahkan tidak sedikit yang menentang dan mempersoalkan K-13 karena terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam proses belajar dan mengajar. Saat itu Mendiknas Muhammad Nuh menegaskan bahwa K-13 disusun oleh para ahli dan melibatkan berbagai pihak untuk mengantisipasi tantangan pendidikan di masa depan. Bahkan K-13 diklaim lebih bagus dari kurikulum di Eropa sekalipun jika dilaksanakan dengan baik di lapangan. Praktiknya hingga hari ini, K-13 sudah diterapkan di semua sekolah dan sudah mengalami sejumlah penyempurnaan setelah melakukan evaluasi di lapangan. Tentu ada plus dan minus K-13 jika hal ini dievaluasi. Penyesuaian-penyesuaian sampai detik ini pun masih terus dilakukan dalam praktiknya.
Seiring perjalanan waktu, datanglah pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak awal 2020. Ini mengubah segala aspek kehidupan secara signifikan. Untuk menghindari penularan Covid-19, nyaris dua tahun siswa belajar secara online. Ini membutuhkan penyesuaian kembali. Baik dari sisi cara mengajar, cara belajar, perangkat pendukungnya, jadwal belajar, jadwal libur, dan seterusnya. Upaya untuk mengembalikan anak-anak untuk sekolah tatap muka pun harus direvisi berulang kali menyesuaikan situasi Covid-19 yang juga naik-turun dan penuh gelombang.
Nah, dinamika yang sangat tinggi ini pasti membawa dampak pada kondisi psikologis siswa, guru, sekolah, dan orang tua siswa. Bagaimanapun situasi dan kondisi geografis masyarakat Indonesia yang tidak merata cukup memengaruhi pelaksanaan belajar mengajar pada saat pandemi. Tidak sedikit anak-anak sekolah yang tidak bisa belajar dalam waktu lama karena keterbatasan alat pendukung seperti smartphone dan jaringan telekomunikasi. Hal serupa dialami oleh para guru yang juga memiliki keterbatasan alat pendukung mengajar. Ini dialami masyarakat di wilayah-wilayah yang terpencil yang jauh dari perkotaan.
Atas dasar situasi tersebut, mestinya Kemendikbudristek bisa mempertimbangkan kembali untuk menerapkan Kurikulum 2022 tahun depan. Meski Menteri Nadiem menyebut Kurikulum 2022 tidak wajib diterapkan, di lapangan akan direspons berbeda. Bisa jadi penerapan kurikulum baru ini akan semakin membingungkan sekolah, guru, dan anak sekolah karena akan terjadi banyak perubahan baik dari mata pelajaran, cara mengajar, fasilitas pendukung, dan pasti kondisi psikologis. Bayangkan ketika siswa, guru, orang tua, dan sekolah baru bisa sedikit bernapas setelah diempas badai pandemi. Tiba-tiba ada kewajiban dan perubahan baru lagi yang harus diikuti. Ini belum bicara soal bagaimana dampaknya terhadap prestasi dan efektivitas kurikulum baru ini setelah diterapkan. Bisa jadi lebih baik. Tapi, juga bisa sebaliknya.
Prinsipnya kehati-hatian pemerintah dalam membaca suasana batin peserta didik, orang tua, dan guru sangat diperlukan. Jangan sampai penerapan kurikulum ini justru menjadikan polemik baru di masa-masa akhir pemerintah ini. Maksud baik jika dilakukan di waktu yang kurang tepat hasilnya bisa tidak baik. Dari sisi sosialisasi ke publik, rencana penerapan K-22 juga sangat minim. Belum banyak yang tahu informasi akan ada kurikulum baru. Jadi, tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba sudah akan diterapkan. Jika memang yakin K-22 ini bisa membawa sumber daya manusia unggul, Kemendikbudristek juga harus serius menyusun rencana penerapan dengan tahapan-tahapan yang lebih baik dan terukur.
Secara prinsip, sebagaimana dijelaskan Kemendikbudristek, Kurikulum 2022 ini selain fleksibel juga memberikan peran sentral kepada guru untuk memaknai dan menerapkannya di lapangan. Sedangkan Kurikulum 2013 (K-13) yang berlaku sekarang lebih memosisikan guru sebagai fasilitator dalam proses belajar-mengajar. Dan, siswa atau murid yang dituntut berperan lebih aktif dalam proses tersebut.
Dalam proses penyusunan dan sosialisasi K-13 di era Mendiknas Muhammad Nuh banyak terjadi perdebatan publik. Bahkan tidak sedikit yang menentang dan mempersoalkan K-13 karena terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam proses belajar dan mengajar. Saat itu Mendiknas Muhammad Nuh menegaskan bahwa K-13 disusun oleh para ahli dan melibatkan berbagai pihak untuk mengantisipasi tantangan pendidikan di masa depan. Bahkan K-13 diklaim lebih bagus dari kurikulum di Eropa sekalipun jika dilaksanakan dengan baik di lapangan. Praktiknya hingga hari ini, K-13 sudah diterapkan di semua sekolah dan sudah mengalami sejumlah penyempurnaan setelah melakukan evaluasi di lapangan. Tentu ada plus dan minus K-13 jika hal ini dievaluasi. Penyesuaian-penyesuaian sampai detik ini pun masih terus dilakukan dalam praktiknya.
Seiring perjalanan waktu, datanglah pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak awal 2020. Ini mengubah segala aspek kehidupan secara signifikan. Untuk menghindari penularan Covid-19, nyaris dua tahun siswa belajar secara online. Ini membutuhkan penyesuaian kembali. Baik dari sisi cara mengajar, cara belajar, perangkat pendukungnya, jadwal belajar, jadwal libur, dan seterusnya. Upaya untuk mengembalikan anak-anak untuk sekolah tatap muka pun harus direvisi berulang kali menyesuaikan situasi Covid-19 yang juga naik-turun dan penuh gelombang.
Nah, dinamika yang sangat tinggi ini pasti membawa dampak pada kondisi psikologis siswa, guru, sekolah, dan orang tua siswa. Bagaimanapun situasi dan kondisi geografis masyarakat Indonesia yang tidak merata cukup memengaruhi pelaksanaan belajar mengajar pada saat pandemi. Tidak sedikit anak-anak sekolah yang tidak bisa belajar dalam waktu lama karena keterbatasan alat pendukung seperti smartphone dan jaringan telekomunikasi. Hal serupa dialami oleh para guru yang juga memiliki keterbatasan alat pendukung mengajar. Ini dialami masyarakat di wilayah-wilayah yang terpencil yang jauh dari perkotaan.
Atas dasar situasi tersebut, mestinya Kemendikbudristek bisa mempertimbangkan kembali untuk menerapkan Kurikulum 2022 tahun depan. Meski Menteri Nadiem menyebut Kurikulum 2022 tidak wajib diterapkan, di lapangan akan direspons berbeda. Bisa jadi penerapan kurikulum baru ini akan semakin membingungkan sekolah, guru, dan anak sekolah karena akan terjadi banyak perubahan baik dari mata pelajaran, cara mengajar, fasilitas pendukung, dan pasti kondisi psikologis. Bayangkan ketika siswa, guru, orang tua, dan sekolah baru bisa sedikit bernapas setelah diempas badai pandemi. Tiba-tiba ada kewajiban dan perubahan baru lagi yang harus diikuti. Ini belum bicara soal bagaimana dampaknya terhadap prestasi dan efektivitas kurikulum baru ini setelah diterapkan. Bisa jadi lebih baik. Tapi, juga bisa sebaliknya.
Prinsipnya kehati-hatian pemerintah dalam membaca suasana batin peserta didik, orang tua, dan guru sangat diperlukan. Jangan sampai penerapan kurikulum ini justru menjadikan polemik baru di masa-masa akhir pemerintah ini. Maksud baik jika dilakukan di waktu yang kurang tepat hasilnya bisa tidak baik. Dari sisi sosialisasi ke publik, rencana penerapan K-22 juga sangat minim. Belum banyak yang tahu informasi akan ada kurikulum baru. Jadi, tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba sudah akan diterapkan. Jika memang yakin K-22 ini bisa membawa sumber daya manusia unggul, Kemendikbudristek juga harus serius menyusun rencana penerapan dengan tahapan-tahapan yang lebih baik dan terukur.
(bmm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda