Akuakultur dan Perubahan Iklim
Rabu, 08 Desember 2021 - 13:57 WIB
Pertama, segmentasi pengembangan riset benih unggul. Benih unggul salah satu syarat agar kegiatan akuakultur dapat berkelanjutan dan adaptif. Fokus riset berupa penerapan bioteknologi molekuler yang dapat menghasilkan pemuliaan benih unggul, percepatan kematangan gonad, memperpendek waktu panen dan peningkatan resistensi terhadap serangan penyakit.
Kedua, segmentasi pengembangan riset nutrisi dan formulasi pakan. Dalam akuakultur, total biaya produksi hampir 60% merupakan komponen biaya pakan. Disamping itu penggunaan pakan dalam akuakultur dapat menimbulkan pencemaran berupa limbah dan bersifat toksik. Sehingga pengembangan difokuskan untuk menghasilkan formulasi nutrisi pakan yang tepat sehingga dihasilkan pakan dengan harga lebih murah, tidak mencemari lingkungan dan memilki komposisi nutrien yang dapat memacu pertumbuhan ikan lebih cepat.
Ketiga, segmentasi pengembangan riset vaksin dan suplemen berbasis mikroorganisme dan pemanfaatan zat aktif tanaman herbal. Antisipasi munculnya penyakit baru akibat perubahan lingkungan, kualitas air maupun iklim harus dilakukan. Sehingga pengembangan vaksin dan suplemen sangat diperlukan untuk peningkatan sistem imun ikan terhadap serangan penyakit. Vaksin dan suplemen yang dikembangkan sangat aman dibandingkan penggunaan antibiotik yang sudah banyak dilarang karena memiliki dampak negatif. Vaksin dapat dihasilkan melalui penerapan teknologi DNA/protein rekombinan, sedangkan suplemen dilakukan dengan mengekstrak zat aktif yang terkandung didalamnya. Aplikasi vaksin dan suplemen tersebut telah banyak diuji coba dalam penelitian dan terbukti meningkatkan mekanisme pertahanan, menghambat pertumbuhan patogen (bakteri, jamur dan virus), mencegah stres, peningkatan pertumbuhan dan nafsu makan serta meningkatkan kemampuan reproduksi ikan.
Keempat, segmentasi pengembangan riset sistem dan manajemen teknologi akuakultur. Segmentasi ini untuk menghasilkan sistem budidaya yang berkelanjutan serta efisien berdasarkan tiga indikator (ekonomi, lingkungan dan sosial) (Valenti et al. 2018). Ini menjadi penting, agar dari segi ekonomi akuakultur efisien dalam menggunakan sumber daya keuangan dan kelayakan ekonomi sehingga menciptakan ketahanan dan memiliki kemampuan untuk melakukan reinvestasi. Begitu juga indikator lingkungan, bagaimana akuakultur dapat mengurangi buangan limbah dan aman bagi keanekaragaman hayati di lokasi budidaya. Terakhir indikator sosial, akuakultur diharapkan dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat (lapangan pekerjaan, ketahanan pangan, pendapatan yang layak dan mampu diakses oleh pembudidaya skala kecil).
Kelima, segmentasi pengembangan riset manajemen lingkungan akuakultur. Lingkungan menjadi salah satu faktor kunci dalam menghadapi perubahan iklim. Fokus riset untuk menemukan metode rekayasa lingkungan yang tepat agar dampak perubahan iklim dapat dikurangi. Disamping itu, bagaimana kegiatan akuakultur tetap mampu menghasilkan produksi yang tinggi dengan penggunaan sumber daya terbatas (lahan dan air).
Keenam, segmentasi pengembangan riset kebijakan akuakultur nasional. Disini pemerintah bersama perguruan tinggi (akademisi, peneliti) dan pengusaha merumuskan secara konprehensif terkait kebijakan yang nantinya memayungi dan mengawal pelaksanaan pengembangan pondasi akuakultur Indonesia secara berkelanjutan. Output yang diharapkan berupa kebijakan pendanaan riset yang berkelanjutan (tidak berhenti ketika pergantian menteri mapuan presiden terjadi), penentuan lokasi strategis (Indonesia Barat, Tengah dan Timur) dan sudah diatur dalam RTRW serta jauh dari pemukinan, dukungan infrastruktur (kolaborasi pengusaha dengan pemerintah), penentuan komoditas ekonomis penting, implementasi skala pilot project, dan keterlibatan pembudidaya kecil.
Hemat penulis, pemerintah harus belajar dari kasus udang windu agar udang vaname dan komoditas lain tidak mengalami nasib yang sama. Potensi akuakultur Indonesia jika tidak memiliki pondasi yang kuat akan menjadi keniscayaan semata. Memang prosesnya tidak langsung mendatangkan peningkatan produksi dan keuntungan. Namun kita harus paham, dampak perubahan iklim tidak memandang seberapa besar potensi akuakultur yang dimiliki suatu negara, namun justru seberapa kuat pondasi akuakultur suatu negara untuk bertahan dan adaptif terhadap dampak perubahan iklim.
Akuakultur Indonesia akan dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat, membuka lapangan pekerjaan, menciptakan ketahanan pangan, memberikan pendapatan yang layak dan dapat diakses oleh pembudidaya skala kecil dengan biaya rendah jika memiliki pondasi yang kuat. Semoga.
Kedua, segmentasi pengembangan riset nutrisi dan formulasi pakan. Dalam akuakultur, total biaya produksi hampir 60% merupakan komponen biaya pakan. Disamping itu penggunaan pakan dalam akuakultur dapat menimbulkan pencemaran berupa limbah dan bersifat toksik. Sehingga pengembangan difokuskan untuk menghasilkan formulasi nutrisi pakan yang tepat sehingga dihasilkan pakan dengan harga lebih murah, tidak mencemari lingkungan dan memilki komposisi nutrien yang dapat memacu pertumbuhan ikan lebih cepat.
Ketiga, segmentasi pengembangan riset vaksin dan suplemen berbasis mikroorganisme dan pemanfaatan zat aktif tanaman herbal. Antisipasi munculnya penyakit baru akibat perubahan lingkungan, kualitas air maupun iklim harus dilakukan. Sehingga pengembangan vaksin dan suplemen sangat diperlukan untuk peningkatan sistem imun ikan terhadap serangan penyakit. Vaksin dan suplemen yang dikembangkan sangat aman dibandingkan penggunaan antibiotik yang sudah banyak dilarang karena memiliki dampak negatif. Vaksin dapat dihasilkan melalui penerapan teknologi DNA/protein rekombinan, sedangkan suplemen dilakukan dengan mengekstrak zat aktif yang terkandung didalamnya. Aplikasi vaksin dan suplemen tersebut telah banyak diuji coba dalam penelitian dan terbukti meningkatkan mekanisme pertahanan, menghambat pertumbuhan patogen (bakteri, jamur dan virus), mencegah stres, peningkatan pertumbuhan dan nafsu makan serta meningkatkan kemampuan reproduksi ikan.
Keempat, segmentasi pengembangan riset sistem dan manajemen teknologi akuakultur. Segmentasi ini untuk menghasilkan sistem budidaya yang berkelanjutan serta efisien berdasarkan tiga indikator (ekonomi, lingkungan dan sosial) (Valenti et al. 2018). Ini menjadi penting, agar dari segi ekonomi akuakultur efisien dalam menggunakan sumber daya keuangan dan kelayakan ekonomi sehingga menciptakan ketahanan dan memiliki kemampuan untuk melakukan reinvestasi. Begitu juga indikator lingkungan, bagaimana akuakultur dapat mengurangi buangan limbah dan aman bagi keanekaragaman hayati di lokasi budidaya. Terakhir indikator sosial, akuakultur diharapkan dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat (lapangan pekerjaan, ketahanan pangan, pendapatan yang layak dan mampu diakses oleh pembudidaya skala kecil).
Kelima, segmentasi pengembangan riset manajemen lingkungan akuakultur. Lingkungan menjadi salah satu faktor kunci dalam menghadapi perubahan iklim. Fokus riset untuk menemukan metode rekayasa lingkungan yang tepat agar dampak perubahan iklim dapat dikurangi. Disamping itu, bagaimana kegiatan akuakultur tetap mampu menghasilkan produksi yang tinggi dengan penggunaan sumber daya terbatas (lahan dan air).
Keenam, segmentasi pengembangan riset kebijakan akuakultur nasional. Disini pemerintah bersama perguruan tinggi (akademisi, peneliti) dan pengusaha merumuskan secara konprehensif terkait kebijakan yang nantinya memayungi dan mengawal pelaksanaan pengembangan pondasi akuakultur Indonesia secara berkelanjutan. Output yang diharapkan berupa kebijakan pendanaan riset yang berkelanjutan (tidak berhenti ketika pergantian menteri mapuan presiden terjadi), penentuan lokasi strategis (Indonesia Barat, Tengah dan Timur) dan sudah diatur dalam RTRW serta jauh dari pemukinan, dukungan infrastruktur (kolaborasi pengusaha dengan pemerintah), penentuan komoditas ekonomis penting, implementasi skala pilot project, dan keterlibatan pembudidaya kecil.
Hemat penulis, pemerintah harus belajar dari kasus udang windu agar udang vaname dan komoditas lain tidak mengalami nasib yang sama. Potensi akuakultur Indonesia jika tidak memiliki pondasi yang kuat akan menjadi keniscayaan semata. Memang prosesnya tidak langsung mendatangkan peningkatan produksi dan keuntungan. Namun kita harus paham, dampak perubahan iklim tidak memandang seberapa besar potensi akuakultur yang dimiliki suatu negara, namun justru seberapa kuat pondasi akuakultur suatu negara untuk bertahan dan adaptif terhadap dampak perubahan iklim.
Akuakultur Indonesia akan dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat, membuka lapangan pekerjaan, menciptakan ketahanan pangan, memberikan pendapatan yang layak dan dapat diakses oleh pembudidaya skala kecil dengan biaya rendah jika memiliki pondasi yang kuat. Semoga.
(bmm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda