Putusan Unik PN Sumber Cirebon: Boleh Ganti Kelamin, Tak Boleh Ganti Nama
Selasa, 07 Desember 2021 - 21:22 WIB
Baca juga: Dipecat karena Ganti Kelamin, Tentara Korea Selatan Bunuh Diri
Pada perkembangannya, Ft lebih memilih menjadi wanita karena sudah merasa nyaman dan dia merasa nalurinya juga perempuan. Sementara Nurbasmalah dan Hamidah memilih menjadi laki-laki. Akhirnya, setelah melalui serangkaian pemeriksaan medis, psikologis, dan psikiatris, ketiga remaja ini akan menjalani operasi untuk menjelaskan jenis kelamin masing-masing. Ft akan segera menjalani operasi untuk menyempurnakan keperempuanannya, sedangkan kedua adiknya kemudian menyusul untuk menjalani operasi kelamin menjadi laki-laki.
Dalam proses operasi kelamin agar menjadi jelas, Nurbasmalah dan Hamidah harus berganti status hukum dari perempuan menjadi laki-laki. Maka orang tuanya mengajukan permohonan penetapan perubahan jenis kelamin dan nama ke PN Sumber. Namun sayangnya, hakim hanya mengabulkan perubahan jenis kelamin, sedangkan perubahan nama ditolak.
"Seyogianya nama dan jenis kelamin itu satu kesatuan. Putusannya pun mestinya selaras. Ini lucu dan ambigu, hakim mengabulkan perubahan jenis kelamin anak-anak menjadi laki-laki, tetapi mereka masih menyandang nama perempuan," kata Topik.
Ahli tata bahasa Arab, Abdul Rifai menjelaskan, di dalam tradisi penamaan anak di Indonesia yang mayoritas warganya beragama Islam, masyarakat gemar memakai kata-kata dari bahasa Arab yang berarti baik dan mulia. "Umat Islam juga meyakini nama itu laksana doa, jadi nama-nama yang indah, baik, dan mulia disematkan pada bayi-bayi yang baru lahir," tuturnya.
Pria lulusan Jurusan Sastra Arab, Fakultas Adab, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ini mencontohkan beberapa nama dari kata bahasa Arab. Ada salim yang berarti orang yang selamat, jamil artinya rupawan, atau aziz yang berarti perkasa. Rifai menambahkan bahwa kata-kata tersebut dipakai untuk anak-anak berjenis kelamin laki-laki. Kalau nama-nama itu dilekatkan pada anak-anak berjenis kelamin perempuan akan berubah menjadi Salimah, Jamilah, dan Azizah.
"Biasanya ada akhiran ta' marbuthah pada kata asalnya dalam nama-nama perempuan, untuk mencirikan bahwa itu isim muannats, kata benda dari golongan perempuan atau jenis betina," paparnya.
Seorang penyelaras bahasa sebuah harian nasional, Jay AM, pun menjelaskan hal serupa. "Rasanya di seluruh dunia, bukan cuma Indonesia atau Arab, nama bagi anak perempuan dan laki-laki itu dibedakan. Stephanie biasanya perempuan, untuk laki-lakinya Steven. Tidak ada Jhon untuk anak perempuan. Itu banyak sekali dipakai di berbagai belahan dunia, dengan beragam variasinya," katanya.
Meski demikian, di mana pun ada nama yang ambigu, yang bisa dipakai oleh laki-laki dan perempuan alias netral gender. Misalnya Dian, Ade, Ari, Adrian, Ananta, Eka, dsb. "Tetapi pada dasarnya memang dibedakan secara terang, apalagi di dalam penamaan yang bersumber dari kata-kata bahasa Arab," ucap Jay.
Pada perkembangannya, Ft lebih memilih menjadi wanita karena sudah merasa nyaman dan dia merasa nalurinya juga perempuan. Sementara Nurbasmalah dan Hamidah memilih menjadi laki-laki. Akhirnya, setelah melalui serangkaian pemeriksaan medis, psikologis, dan psikiatris, ketiga remaja ini akan menjalani operasi untuk menjelaskan jenis kelamin masing-masing. Ft akan segera menjalani operasi untuk menyempurnakan keperempuanannya, sedangkan kedua adiknya kemudian menyusul untuk menjalani operasi kelamin menjadi laki-laki.
Dalam proses operasi kelamin agar menjadi jelas, Nurbasmalah dan Hamidah harus berganti status hukum dari perempuan menjadi laki-laki. Maka orang tuanya mengajukan permohonan penetapan perubahan jenis kelamin dan nama ke PN Sumber. Namun sayangnya, hakim hanya mengabulkan perubahan jenis kelamin, sedangkan perubahan nama ditolak.
"Seyogianya nama dan jenis kelamin itu satu kesatuan. Putusannya pun mestinya selaras. Ini lucu dan ambigu, hakim mengabulkan perubahan jenis kelamin anak-anak menjadi laki-laki, tetapi mereka masih menyandang nama perempuan," kata Topik.
Ahli tata bahasa Arab, Abdul Rifai menjelaskan, di dalam tradisi penamaan anak di Indonesia yang mayoritas warganya beragama Islam, masyarakat gemar memakai kata-kata dari bahasa Arab yang berarti baik dan mulia. "Umat Islam juga meyakini nama itu laksana doa, jadi nama-nama yang indah, baik, dan mulia disematkan pada bayi-bayi yang baru lahir," tuturnya.
Pria lulusan Jurusan Sastra Arab, Fakultas Adab, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ini mencontohkan beberapa nama dari kata bahasa Arab. Ada salim yang berarti orang yang selamat, jamil artinya rupawan, atau aziz yang berarti perkasa. Rifai menambahkan bahwa kata-kata tersebut dipakai untuk anak-anak berjenis kelamin laki-laki. Kalau nama-nama itu dilekatkan pada anak-anak berjenis kelamin perempuan akan berubah menjadi Salimah, Jamilah, dan Azizah.
"Biasanya ada akhiran ta' marbuthah pada kata asalnya dalam nama-nama perempuan, untuk mencirikan bahwa itu isim muannats, kata benda dari golongan perempuan atau jenis betina," paparnya.
Seorang penyelaras bahasa sebuah harian nasional, Jay AM, pun menjelaskan hal serupa. "Rasanya di seluruh dunia, bukan cuma Indonesia atau Arab, nama bagi anak perempuan dan laki-laki itu dibedakan. Stephanie biasanya perempuan, untuk laki-lakinya Steven. Tidak ada Jhon untuk anak perempuan. Itu banyak sekali dipakai di berbagai belahan dunia, dengan beragam variasinya," katanya.
Meski demikian, di mana pun ada nama yang ambigu, yang bisa dipakai oleh laki-laki dan perempuan alias netral gender. Misalnya Dian, Ade, Ari, Adrian, Ananta, Eka, dsb. "Tetapi pada dasarnya memang dibedakan secara terang, apalagi di dalam penamaan yang bersumber dari kata-kata bahasa Arab," ucap Jay.
Lihat Juga :
tulis komentar anda