Transformasi Struktural dan SDM

Senin, 06 Desember 2021 - 18:03 WIB
Sinkronisasi Kurikulum dan Kebutuhan Pasar Tenaga Kerja

Berdasarkan Global Human Capital Index oleh World Economic Forum (WEF) 2017, peringkat SDM Indonesia berada pada posisi 65 dari 130 negara. Angka tersebut tertinggal dibandingkan Malaysia (peringkat 33), Thailand (peringkat 40), dan Vietnam (peringkat 64). Di sisi lain, produktivitas tenaga kerja Indonesia mengalami peningkatan, yaitu dari 81,9 juta rupiah/orang pada tahun 2017 menjadi 84,07 juta rupiah/orang pada tahun 2018.

Meski demikian, produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia. Rendahnya kualitas tenaga kerja yang belum merespon perkembangan kebutuhan pasar kerja merupakan salah satu penyebab produktivitas dan daya saing Indonesia masih tertinggal.

Berdasarkan data Sakernas (2019), proporsi pekerja pada bidang keahlian menengah dan tinggi di Indonesia hanya sekitar 40,60%, lebih rendah dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Sementara itu, pekerja masih didominasi lulusan SMP ke bawah (57,54% atau 72,79 juta orang). Tenaga kerja handal yang belum tersedia menjadi salah satu faktor yang menyebabkan masih terjadinya mismatch antara penyediaan layanan pendidikan, termasuk pendidikan dan pelatihan vokasi, dengan kebutuhan pasar kerja.

Sekolah vokasi adalah salah satu wadah yang efektif untuk mencetak generasi dengan berbagai keahlian khusus yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Sekolah vokasi juga menjadi program pendidikan bagi para siswa-siswi maupun mahasiwa agar memiliki keahlian khusus di bidang yang ditekuninya sehingga nantinya dapat melahirkan tenaga kerja yang berkualitas dan mampu bersaing. Oleh sebab itu, di era Revolusi Industri 4.0 ini, mutu dan relevansi pendidikan tinggi vokasi terhadap industri perlu ditingkatkan, agar Indonesia dapat memenuhi kebutuhan tenaga profesional dalam industri yang terus dinamis.

Begitu juga dengan program studi yang dikembangkan pada jenjang pendidikan tinggi. Peranan pendidikan tinggi sangat signifikan sebagai penggerak dalam meningkatkan SDM. Sebab pendidikan tinggi sendiri bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam memasuki dunia kerja dan karir serta mempersiapkan peserta didik untuk dapat berinteraksi dan hidup dengan baik di dalam masyarakat. Ironisnya, fakta menunjukkan bahwa pendidikan yang ada pada jenjang perguruan tinggi belum sepenuhnya mampu menjawab potensi dan kebutuhan pasar kerja.

Saat ini, persoalan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan tinggi bukan sekedar menitikberatkan pada persoalan mutu saja, tetapi juga masalah relevansi antara content yang diberikan kepada peserta didik dengan kebutuhan dunia kerja agar lulusannya siap memasuki dunia kerja. Kedepan, tentu reformasi di bidang Pendidikan tidak bisa lagi diundur dan perlu dikerjakan secara serius, terutama up grading kurikulum dan para pengajar yang tidak hanya mengejar gelar master atau doktor, tetapi juga mendorong untuk memiliki sertifikasi dengan keahlian tertentu.

SDM dan Pemerataan Ekonomi

Sebagaimana uraian diatas, SDM selain penting untuk pengembangan teknologi, juga merupakan aset yang penting bagi negara. SDM yang berkualitas akan mendorong derap pembangunan lebih cepat, yang pada akhirnya akan menjadi mesin penggerak pertumbuhan untuk mengejar ketertinggalan daerah tersebut.

Sebaliknya, jika SDM kurang berkualitas dan berkeahlian, maka mereka akan menjadi beban pembangunan dan tidak mampu berpartisipasi pada pembangunan yang dilakukan. Oleh sebab itu, investasi dalam modal manusia (human capital) adalah wajib untuk meningkatkan kualitas SDM, menurunkan angka kemiskinan, dan mengurangi ketimpangan wilayah.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More