Merekam Dinamika Bumi

Rabu, 01 Desember 2021 - 16:17 WIB
Agung Christianto, Pranata Humas Muda Badan Informasi Geospasial. Foto/Istimewa
Agung Christianto

Pranata Humas Muda Badan Informasi Geospasial

Merekam Denyut Bumi

Bumi, bukan benda mati yang ditempati manusia dan makhluk-makhluk lain dalam melangsungkan hidupnya. Sebagaimana layaknya benda lain yang hidup, bumi juga mengalami perubahan, pertumbuhan dan kematian sebagai titik akhirnya. Terdapat unsur hidup yang jadi ciri kehidupannya. Bagian ini berbentuk cairan sangat panas, dan mendorong terjadinya dinamisasi bagian-bagian struktur yang ada di atasnya. Untuk memastikan itu, aktivitas ilmu pengetahuan mampu merekam bukti kehidupan bumi. Jika seorang dokter merekam denyut jantung manusia dengan stetoskop, maka alat superconducting gravimeter digunakan untuk merekam denyut bumi.

Superconducting gravimeter (SG) digunakan untuk memonitor perubahan medan gaya berat bumi secara terus-menerus, mulai dari skala detik hingga tahunan. Alat yang memiliki ketelitian hingga nano gal (satu per milyar kali) ini, mampu memantau sinyal perubahan gaya berat atau gelombang gravitasi yang disebabkan oleh aktivitas inti bumi, maupun pengaruhnya terhadap gravitasi di permukaan. Melalui aktivitas pengukuran dengan SG, diperoleh gambaran tentang dinamika bumi, maupun parameter pasang surut bumi dalam penelitian geodinamika, akibat rotasi dan aktivitas inti bumi. Informasi perubahan nilai gaya berat bumi dapat memberikan gambaran interaksi perubahan atmosfer. Ini terkait massa atmosfer terhadap bagian bumi yang padat. Gaya berat bumi atau gravitasi juga dipengaruhi oleh gaya tarik menarik bumi dengan benda-benda langit, seperti gaya tarik bulan, yang sering menyebabkan pasang naik permukaan air laut. Demikian pula Ketika bumi berada pada suatu konstelasi tertentu, sehingga menyebabkan perubahan gaya tarik atau gravitasi bumi.



Untuk mengetahui dinamika bumi secara keseluruhan, tentu diperlukan berbagai macam alat pengukur. Tak hanya satu alat di muka bumi, dan dituntut untuk tersedia dalam suatu jaringan global. Untuk keperluan itu, BIG (Badan Informasi Geospasial) sejak tahun 2008, telah jadi bagian dari Global Geodynamics Project.

Apakah superconducting gravimeter ini dapat memprediksi gempa bumi? Sejak SG dipasang di BIG, gempa-gempa kecil dan besar dapat dideteksi. Beberapa sinyal gempa terekam, termasuk gempa besar di Gorontalo yang berkekuatan 7,7 SR pada tanggal 17 November 2008, sebagaimana ilustrasi pada gambar. Namun untuk memprediksi gempa, jadi tantangan menarik dan perlu jadi perhatian. Jika memperhatikan kemampuan super perekamannya boleh jadi alat ini, atau mungkin alat yang lebih super lagi dapat digunakan untuk memprediksi kejadian gempa bumi, tentunya masih diperlukan penelitian lebih dalam dan pembuktian secara ilmiah.



Berbagai prediksi terhadap kejadian gempa bumi, bahkan potensi gempa bumi megathrust di sepanjang pantai yang menghadap Samudera Hindia, yang dapat menyebabkan gelombang tsunami lebih dari 20 meter, pernah dinyatakan beberapa pakar. Namun semua penyataan itu hingga kini belum punya kepastian. Ini artinya, bisa terjadi kapan saja. Para ahli dinamika bumi berhipotesis, gempa bumi yang pernah terjadi, dapat terjadi lagi di masa kini dan masa mendatang. Ini dengan memperhatikan perekaman data kejadian gempa bumi yang lokasinya selalu berulang di tempat yang sama. Demikian pula kejadian gempa bumi yang menyebabkan tsunami, khususnya di Indonesia, lokasinya selalu berada di sepanjang pantai yang menghadap ke Samudera Hindia, pada zona subduksi Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Namun, sayangnya perangkat yang terpasang di BIG, saat ini dalam masa inaktif, dan sedang dalam upaya aktivasi Kembali. Ini terjadi akibat beberapa suku cadang yang perlu diganti, dan tak tersedia di Indonesia.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More