Perjalanan Berliku Jenderal Soedirman, dari Guru hingga Panglima Besar
Kamis, 25 November 2021 - 13:54 WIB
Jenderal Soedirman melambaikan tangan atas sambutan rakyat yang meriah di stasiun Manggarai Jakarta pada1 November 1946. FOTO/ANRI
2. Awal Karier di Bidang Militer
Akibat serangan Jepang, Soedirman yang kala itu berprofesi sebagai kepala sekolah terpaksa melepaskan jabatannya. Saat pendudukan Jepang, ia menjadi anggota Syu Sangikai (dewan perwakilan), anggota Jawa Hokokai Karesidenan Banyumas, serta mengikuti pelatihan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor pada 1944. Setelahnya, ia dinobatkan menjadi daidancho (komandan battalion) Daidan III di Kroya, Banyumas.
Kemerdekaan Indonesia membuat Kolonel Soedirman dipercaya menjabat sebagai komandan di Divisi V TKR Purwokerto pada usia 29 tahun. Ia berperan dalam mengatur strategi melawan Sekutu di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jateng. Setelahnya, pada 18 Desember 1945, Soedirman dilantik menjadi Panglima Besar TKR oleh Presiden Soekarno.
Baca juga: 57 Tahun Hilang Kontak, 2 Mantan Pengawal Jenderal Soedirman dan Moestopo Ketemu
3. Jenderal Spoor vs Jenderal Soedirman
Kisah heroik ini datang dari 1946, setahun setelah kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Meskipun telah menyatakan kemerdekaannya, Indonesia masih belum sepenuhnya merdeka. Hingga 1946, Belanda masih terus berusaha menginvasi wilayah Indonesia. Tidak hanya melalui diplomasi, pihak Belanda juga mengirimkan angkatan perangnya untuk kembali mengklaim wilayah Indonesia.
Pada 1 November 1946, Jenderal Soedirman bersama para pimpinan Tentara Republik Indonesia (TRI) datang ke Jakarta untuk menindaklanjuti hasil Perjanjian Linggarjati yang telah mendekati final. Namun, Panglima KNIL Jenderal S H Spoor menganggap upaya Soedirman itu dilakukan untuk memprovokasi dan membuat pihak Belanda merasa malu. Di sisi lain, Perdana Menteri RI Sutan Sjahrir mengambil kesempatan ini untuk menunjukkan kepada pihak Belanda dan Inggris mengenai kehebatan tentara RI.
2. Awal Karier di Bidang Militer
Akibat serangan Jepang, Soedirman yang kala itu berprofesi sebagai kepala sekolah terpaksa melepaskan jabatannya. Saat pendudukan Jepang, ia menjadi anggota Syu Sangikai (dewan perwakilan), anggota Jawa Hokokai Karesidenan Banyumas, serta mengikuti pelatihan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor pada 1944. Setelahnya, ia dinobatkan menjadi daidancho (komandan battalion) Daidan III di Kroya, Banyumas.
Kemerdekaan Indonesia membuat Kolonel Soedirman dipercaya menjabat sebagai komandan di Divisi V TKR Purwokerto pada usia 29 tahun. Ia berperan dalam mengatur strategi melawan Sekutu di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jateng. Setelahnya, pada 18 Desember 1945, Soedirman dilantik menjadi Panglima Besar TKR oleh Presiden Soekarno.
Baca juga: 57 Tahun Hilang Kontak, 2 Mantan Pengawal Jenderal Soedirman dan Moestopo Ketemu
3. Jenderal Spoor vs Jenderal Soedirman
Kisah heroik ini datang dari 1946, setahun setelah kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Meskipun telah menyatakan kemerdekaannya, Indonesia masih belum sepenuhnya merdeka. Hingga 1946, Belanda masih terus berusaha menginvasi wilayah Indonesia. Tidak hanya melalui diplomasi, pihak Belanda juga mengirimkan angkatan perangnya untuk kembali mengklaim wilayah Indonesia.
Pada 1 November 1946, Jenderal Soedirman bersama para pimpinan Tentara Republik Indonesia (TRI) datang ke Jakarta untuk menindaklanjuti hasil Perjanjian Linggarjati yang telah mendekati final. Namun, Panglima KNIL Jenderal S H Spoor menganggap upaya Soedirman itu dilakukan untuk memprovokasi dan membuat pihak Belanda merasa malu. Di sisi lain, Perdana Menteri RI Sutan Sjahrir mengambil kesempatan ini untuk menunjukkan kepada pihak Belanda dan Inggris mengenai kehebatan tentara RI.
Lihat Juga :
tulis komentar anda