Pernyataan Boni Hargens soal Kudeta Dinilai Bentuk Deteksi Dini
Sabtu, 06 Juni 2020 - 14:47 WIB
JAKARTA - Polemik soal pernyataan Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia Boni Hargens mengenai informasi adanya rancangan kudeta t erhadap pemerintahan yang sah dinilai sebagai bentuk kepedulian terhadap negara.
Wakil Presiden Forum Pengacara Kesatuan Tanah Air (Fakta) Mukhlis Ramlan mengatakan, pernyataan Boni Hargen harus dinilai sebagai antisipasi dini dalam menyelamatkan NKRI dari gerakan kelompok tertentu.
Dia mengatakan, dalam sejarah upaya kudeta tidak hanya dilakukan oleh militer, tapi juga sering dilakukan oleh sebuah komunitas untuk menguasai pemerintahan yang sah dengan agenda rahasia yang melibatkan tokoh-tokoh sipil berpengaruh dalam sebuah negara.
"Peristiwa kudeta yang pernah terjadi di Oman, Mesir, Turki, Libya dan lainnya tidak hanya dilakukan oleh kelompok militer, tetapi dalam prosesnya ada keterlibatan kaum sipil yang aktif dalam gerakan oposisi di negara-negara tersebut," ujar Mukhlis Ramlan dalam keterangan tertulis, Sabtu (6/6/2020). ).
Untuk itu, sambung Mukhlis, informasi dari Boni Hargens yang menyebut perancang kudeta seharusnya tidak ditanggapi berlebihan.
"Apalagi ada yang menyebut Boni Hargens sedang berhalunisasi adalah kedangkalan berpikir untuk merespons informasi penting yang seharusnya kita rembukan bersama untuk kebaikan negara ini," katanya.
Menurut dia, adanya anggapan Boni Hargen menyeret institusi tertentu, jelas tindakan keliru dan tidak memahami substansi secara utuh. "Mereka membantah pernyataan Boni Hargens tanpa data dan analisa bahkan lakukan sindiran yang bernada hinaan sementara perancang kudeta tersebut telah melalui sebuah kajian panjang, analisa data dan pertemuan rutin institusi negara untuk mencari solusi terbaik atas gerakan tersebut," katanya.
Dia menjelaskan, mereka tidak hanya memanfaatkan isu soal Papua, kemiskinan dan ancaman perbatasan, bahkan wabah Covid-19 yang terjadi hampir di seluruh negara juga menjadi serangan politik bagi perancang kudeta untuk terus menjatuhkan pemerintah dengan narasi pemerintah gagal hadapi wabah dan ingin menurunkan Jokowi.
"Ini fakta dan terus mereka lalukan hingga target tercapai," tandasnya.
Menurut dia, peringatan Boni Hargens terkait perancang kudeta setidaknya menjadi pemantik bagi kelompok yang berlindung di berbagai institusi dan organisasi untuk membantah bahkan menyerang balik pernyataan tersebut.
Dia menjelaskan, di periode rezim SBY juga sempat beberapa kali akan terjadi kudeta. Pertama oleh Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI), lalu ada petisi 28 saat itu yang juga menggulirkan isu kudeta, bahkan rancangan melalui Gerakan Dewan Revolusi Islam.
"Semua pernah terjadi saat SBY berkuasa yang gerakan tersebut menginginkan perebutan kekuasaan dengan penggeraknya tokoh sipil oposisi saat itu. Hingga saat ini, kelompok tersebut tetap ada. Motifnya beragam: soal ideologi, penguasaan SDA, barisan sakit hati hingga persiapan Pilpres 2024," tuturnya.
Wakil Presiden Forum Pengacara Kesatuan Tanah Air (Fakta) Mukhlis Ramlan mengatakan, pernyataan Boni Hargen harus dinilai sebagai antisipasi dini dalam menyelamatkan NKRI dari gerakan kelompok tertentu.
Dia mengatakan, dalam sejarah upaya kudeta tidak hanya dilakukan oleh militer, tapi juga sering dilakukan oleh sebuah komunitas untuk menguasai pemerintahan yang sah dengan agenda rahasia yang melibatkan tokoh-tokoh sipil berpengaruh dalam sebuah negara.
"Peristiwa kudeta yang pernah terjadi di Oman, Mesir, Turki, Libya dan lainnya tidak hanya dilakukan oleh kelompok militer, tetapi dalam prosesnya ada keterlibatan kaum sipil yang aktif dalam gerakan oposisi di negara-negara tersebut," ujar Mukhlis Ramlan dalam keterangan tertulis, Sabtu (6/6/2020). ).
Untuk itu, sambung Mukhlis, informasi dari Boni Hargens yang menyebut perancang kudeta seharusnya tidak ditanggapi berlebihan.
"Apalagi ada yang menyebut Boni Hargens sedang berhalunisasi adalah kedangkalan berpikir untuk merespons informasi penting yang seharusnya kita rembukan bersama untuk kebaikan negara ini," katanya.
Menurut dia, adanya anggapan Boni Hargen menyeret institusi tertentu, jelas tindakan keliru dan tidak memahami substansi secara utuh. "Mereka membantah pernyataan Boni Hargens tanpa data dan analisa bahkan lakukan sindiran yang bernada hinaan sementara perancang kudeta tersebut telah melalui sebuah kajian panjang, analisa data dan pertemuan rutin institusi negara untuk mencari solusi terbaik atas gerakan tersebut," katanya.
Dia menjelaskan, mereka tidak hanya memanfaatkan isu soal Papua, kemiskinan dan ancaman perbatasan, bahkan wabah Covid-19 yang terjadi hampir di seluruh negara juga menjadi serangan politik bagi perancang kudeta untuk terus menjatuhkan pemerintah dengan narasi pemerintah gagal hadapi wabah dan ingin menurunkan Jokowi.
"Ini fakta dan terus mereka lalukan hingga target tercapai," tandasnya.
Menurut dia, peringatan Boni Hargens terkait perancang kudeta setidaknya menjadi pemantik bagi kelompok yang berlindung di berbagai institusi dan organisasi untuk membantah bahkan menyerang balik pernyataan tersebut.
Dia menjelaskan, di periode rezim SBY juga sempat beberapa kali akan terjadi kudeta. Pertama oleh Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI), lalu ada petisi 28 saat itu yang juga menggulirkan isu kudeta, bahkan rancangan melalui Gerakan Dewan Revolusi Islam.
"Semua pernah terjadi saat SBY berkuasa yang gerakan tersebut menginginkan perebutan kekuasaan dengan penggeraknya tokoh sipil oposisi saat itu. Hingga saat ini, kelompok tersebut tetap ada. Motifnya beragam: soal ideologi, penguasaan SDA, barisan sakit hati hingga persiapan Pilpres 2024," tuturnya.
(dam)
tulis komentar anda