Tapera Harus Dikelola Secara Transparan
Jum'at, 05 Juni 2020 - 06:05 WIB
BARU saja pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Dengan diterbitkannya payung hukum ini Badan Pengelola (BP) Tapera bisa segera beroperasi. Sebagai langkah awal, Tapera hadir untuk membiayai rumah subsidi bagi aparatur sipil negara (ASN) bekas peserta Tabungan Perumahan (Taperum) ASN, termasuk yang baru. BP Tapera akan memperluas kepesertaan secara bertahap, meliputi pekerja penerima upah di badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD)/badan usaha milik desa (BUMDes), TNI/Polri, pekerja swasta serta pekerja mandiri dan sektor informal. Untuk pemberi kerja swasta dapat mendaftarkan pekerja paling lambat tujuh tahun setelah PP dikeluarkan. Lalu, apa nilai lebih bagi ASN dan karyawan dengan kehadiran regulasi di bidang tabungan perumahan itu? Setidaknya aturan ini dapat mempermudah mereka dalam mencicil rumah dengan suku bunga terjangkau. Selain itu, skema Tapera juga memungkinkan untuk membangun rumah sendiri atau membuat perbaikan rumah. Apa saja syarat untuk menerima pembiayaan? Minimal peserta memiliki masa kepesertaan paling singkat 12 bulan atau setahun, termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Selain itu, peserta belum punya rumah dan atau digunakan untuk pembiayaan pemilikan rumah pertama, pembangunan rumah pertama atau perbaikan rumah pertama. Adapun bank atau perusahaan pembiayaan berhak menilai kelayakan peserta dengan urusan prioritas mencakup lama masa kepesertaan, tingkat kelancaran membayar simpanan, dan tingkat kemendesakan kepemilikan rumah, serta ketersediaan dana pemanfaatan. Dalam mengelola dana peserta, BP Tapera melakukan sejumlah aktivitas yang mencakup kegiatan pengerahan, pemupukan (investasi), dan pemanfaatan untuk pembiayaan perumahan bagi peserta. Adapun besaran simpanan peserta Tapera ditetapkan 3% dari gaji/upah, rinciannya 2,5% dari pekerja dan 0,5% ditanggung pemberi kerja. Simpanan peserta dikelola dan diinvestasikan BP Tapera dengan menggandeng KSEI, bank kustodian, dan manajer investasi. Pengelola Tapera memastikan bahwa peserta dapat memantau hasil pengelolaan simpanan melalui sejumlah kanal informasi yang disediakan. Untuk peserta yang telah berakhir masa kepesertaannya dapat mengambil simpanan beserta hasil investasinya, dapat berupa deposito perbankan, surat utang pemerintah pusat, atau bentuk investasi lain yang aman. Bagi pengembang properti, kehadiran PP Nomor 25/2020 itu ibarat sebuah vitamin tambahan untuk menyehatkan sektor bisnis properti yang juga tergulung dampak pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Pasalnya, keberadaan Tapera, sebagaimana dinilai Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdullah, dapat memudahkan peserta mendapatkan uang muka dan cicilan rumah sebab sudah ada jaminan melalui Tapera. Soal dana simpanan dipastikan tak memberatkan peserta karena mekanismenya tidak jauh berbeda dengan komponen pemotongan gaji yang sudah berjalan selama ini. Sebaliknya, pelaku dunia usaha dalam hal ini pemberi kerja menilai kebijakan baru pemerintah dalam memenuhi perumahan masyarakat dinilai sebuah tambahan beban lagi. Sebagaimana dibeberkan Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta, Sarman Simanjoran bahwa beleid tersebut memberatkan karena besaran simpanan Tapera harus ditanggung juga oleh pemberi kerja sebesar 0,5% dari gaji atau upah pekerja. Karena itu, pihak Hippi meminta pemerintah kembali mengevaluasi pemberlakuan kebijakan di bidang tabungan perumahan yang diluncurkan akhir Mei lalu. Sebab, kalau dipaksakan hasilnya bisa tidak maksimal dan kesannya pemerintah tidak peka terhadap situasi yang dihadapi para pelaku usaha. Suara keberatan juga dilontarkan Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Herman Juwono, yang menilai kehadiran kebijakan tersebut hadir di saat yang tidak tepat. Keberatan kalangan pengusaha atau pemberi kerja adalah hal yang wajar di tengah pandemi Covid-19 yang telah memorak-porandakan dunia usaha. Meskipun pemberlakuan Tapera secara bertahap yang dimulai tahun depan tidak ada jaminan perusahaan sudah pulih kembali.Sebenarnya pemerintah tidak menutup mata dengan situasi dunia usaha sekarang. Kalau memperhatikan tahap demi tahap pemberlakuan kebijakan Tapera tersebut, kalangan pengusaha atau pemberi kerja tidak perlu khawatir karena perusahaan baru diwajibkan mendaftarkan pekerja ikut Tapera selambat-lambatnya pada 2027. Artinya, bukan harga mati di mana pihak swasta harus mengikuti pendaftaran tahap awal pada 2021. Terlepas dari keberatan pemberi kerja dari pihak swasta, kita berharap pengelolaan Tapera harus dengan tata kelola yang transparan dengan manfaat bagi peserta semaksimal mungkin.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda