Karya Trimatra Seniman Muda Salihara
Selasa, 02 November 2021 - 05:17 WIB
JAKARTA - Karya tiga perupa pemenang Kompetisi Karya Trimatra Salihara 2019, yaitu Andrita Yuniza, Argya Dhyaksa, dan Wildan Indra Sugara, hadir di pameran seni rupa “Three for Plastic Heart”. Pameran yang berlangsung secara hibrid di Galeri Salihara, pada 29 Oktober-30 November 2021, ini hendak merespons fenomena terkini dunia seni rupa .
baca juga: Kembali Digelar, Pameran Seni Biennale Jogja XVI Disambut Positif
Kurator Seni Rupa Komunitas Salihara Asikin Hasan menyebut, ketiga perupa yang karyanya ditampilkan di pameran ini merupakan darah muda dunia seni rupa Indonesia. “Sebelumnya mereka memenangi Kompetisi Trimatra Salihara 2019, kompetisi yang melibatkan perupa usia di bawah 35 tahun, dan diselenggarakan setiap tiga tahun sekali. Dengan pameran ini kami ingin memotret karya-karya dan gagasan mereka, baik dari dekat maupun jauh, dalam rentang sekitar dua tahun terakhir,” ungkap Asikin Hasan.
Teknologi yang merasuk dalam keseharian adalah faktor utama yang membentuk cara pandang dan gagasan pada karya-karya seni rupa ketiga seniman muda ini, di mana teknologi hadir sebagai idiom dan medium sekaligus. Pertanyaan yang muncul ketika berhadapan dengan karya-karya semacam ini terkadang tidak lagi pada tataran rupa semata, melainkan bagaimana efek estetis dapat timbul dari kemajuan teknologi dan peradaban masa kini?
baca juga: Mengaktualisasikan Kembali Gagasan Seni Rupa Basuki Resobowo
Kepekaan rasa yang bertaut pada rupa dan bentuk tidak lagi menjadi satu-satunya aspek dalam karya-karya mereka. Kehangatan emosi yang biasanya membawa kita terharu, kini tergerus oleh soal-soal yang selama ini tidak kita anggap sebagai bagian dari seni itu sendiri. Obyek-obyek bahkan hadir dengan suasana dingin, sebagai implikasi dari gagasan dan konsep para perupa.
“Bahkan, para perupa berjarak dengan subyektivitas, berlaku layaknya seorang periset, dan menempatkan aspek kuantitatif yang berlawanan arah dengan produk seni sebelumnya. Mereka tertarik pada masalah lingkungan, pencemaran air, nasib planet bumi dan umat manusia,” tutur Asikin Hasan.
Setelah melalui perjalanan panjang—sejak memenangi Kompetisi Karya Trimatra Salihara 2019, ketiga perupa ini memperlihatkan bahwa perkembangan teknologi masa kini, kondisi sosial budaya, dan lingkungan tempat mereka tinggal, memberi pengaruh luas pada kelahiran karya-karya mereka. Hal ini segera bisa kita lihat pada karya-karya Andrita Yuniza, yang secara khusus punya perhatian terhadap masalah lingkungan.
baca juga: Peran dan Potensi Seni Rupa dalam Ekonomi Kreatif saat Pandemi
baca juga: Kembali Digelar, Pameran Seni Biennale Jogja XVI Disambut Positif
Kurator Seni Rupa Komunitas Salihara Asikin Hasan menyebut, ketiga perupa yang karyanya ditampilkan di pameran ini merupakan darah muda dunia seni rupa Indonesia. “Sebelumnya mereka memenangi Kompetisi Trimatra Salihara 2019, kompetisi yang melibatkan perupa usia di bawah 35 tahun, dan diselenggarakan setiap tiga tahun sekali. Dengan pameran ini kami ingin memotret karya-karya dan gagasan mereka, baik dari dekat maupun jauh, dalam rentang sekitar dua tahun terakhir,” ungkap Asikin Hasan.
Teknologi yang merasuk dalam keseharian adalah faktor utama yang membentuk cara pandang dan gagasan pada karya-karya seni rupa ketiga seniman muda ini, di mana teknologi hadir sebagai idiom dan medium sekaligus. Pertanyaan yang muncul ketika berhadapan dengan karya-karya semacam ini terkadang tidak lagi pada tataran rupa semata, melainkan bagaimana efek estetis dapat timbul dari kemajuan teknologi dan peradaban masa kini?
baca juga: Mengaktualisasikan Kembali Gagasan Seni Rupa Basuki Resobowo
Kepekaan rasa yang bertaut pada rupa dan bentuk tidak lagi menjadi satu-satunya aspek dalam karya-karya mereka. Kehangatan emosi yang biasanya membawa kita terharu, kini tergerus oleh soal-soal yang selama ini tidak kita anggap sebagai bagian dari seni itu sendiri. Obyek-obyek bahkan hadir dengan suasana dingin, sebagai implikasi dari gagasan dan konsep para perupa.
“Bahkan, para perupa berjarak dengan subyektivitas, berlaku layaknya seorang periset, dan menempatkan aspek kuantitatif yang berlawanan arah dengan produk seni sebelumnya. Mereka tertarik pada masalah lingkungan, pencemaran air, nasib planet bumi dan umat manusia,” tutur Asikin Hasan.
Setelah melalui perjalanan panjang—sejak memenangi Kompetisi Karya Trimatra Salihara 2019, ketiga perupa ini memperlihatkan bahwa perkembangan teknologi masa kini, kondisi sosial budaya, dan lingkungan tempat mereka tinggal, memberi pengaruh luas pada kelahiran karya-karya mereka. Hal ini segera bisa kita lihat pada karya-karya Andrita Yuniza, yang secara khusus punya perhatian terhadap masalah lingkungan.
baca juga: Peran dan Potensi Seni Rupa dalam Ekonomi Kreatif saat Pandemi
Lihat Juga :
tulis komentar anda