Tes PCR Pernah Tembus di Angka Rp3 Juta, Ini Pengakuan Keluarga Pasien
Senin, 01 November 2021 - 19:06 WIB
JAKARTA - Pemerintah akhirnya memutuskan kembali menurunkan harga tes Polymerase Chain Reaction (PCR) di Indonesia. Biaya PCR ini sempat jadi beban berat bagi masyarakat pada awal pandemi, pasalnya untuk tes Covid-19 biaya bisa lebih dari Rp1 juta untuk sekali tes.
Saat ini, pemerintah menetapkan harga tes PCR diturunkan menjadi Rp275.000 untuk Jawa-Bali dan Rp300.000 di luar wilayah itu. Penurunan dilakukan setelah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPKP melakukan audit komponen alat dan jasa tes RT-PCR.
Terkait mahalnya tes PCR, seorang warga sekaligus pengamat hukum dan sosial, Kan Hiung pernah merasakan hal serupa. Dia mengaku setuju jika harga tes PCR harus turun. Dengan harga terdahulu yang sekali tesnya bisa mencapai harga jutaan, dia merasa dipaksa oleh penyedia tes yang diduga mendapat keuntungan besar dari hal tersebut.
Dia menuturkan, sekitar Mei 2021 saat penyakit kanker ibundanya kambuh dan harus masuk rawat inap di sebuah Rumah Sakit (RS) ternama di Jakarta. Ibunya dikenakan harga Real Time Polymerace Chain Reaction (RT PCR) sebesar Rp3,7 juta. Pihak RS beralasan apabila rawat inap harus ambil tes yang cepat agar segera ada laporan hasil tes.
"Mereka juga beralasan, saat tengah malam, petugas yang biasa tes lebih murah sudah pulang. Dan harga yang paling murah juga sekitar Rp2 juta. Saat itu saya teriak, harga RT-PCR sangat mahal, tapi dunia ini serasa hampa tanpa pertolongan dan kepedulian dari mana pun," ucapnya.
Saat itu, di dalam hati dan pikirannya terasa sangat keberatan dan terpukul karena di saat ibundanya sedang dalam keadaan darurat, dirinya dipaksa oleh pihak RS yang ingin memperoleh keuntungan semata. Menurut dia, hal itu sangat tidak bermoral dari sisi cara berbisnis. "Padahal, waktu itu harga tes RT-PCR sekitar Rp900.000 saja. Dalam hal ini, saya mempertanyakan apakah ada perbedaan alat tes RT PCR cepat dan lambat? Saya sangat yakin alatnya sama, namun waktu pekerjaannya saja yang berbeda,' tegasnya.
Dan saat ini, lanjutnya, Indonesia dihebohkan dengan adanya pahlawan yang menurunkan harga RT-PCR hingga Rp300.000. Hati nuraninya terdalam terus bertanya, apakah semudah itu seseorang dianggap jadi pahlawan. Begitu singkat pemikiran orang-orang hingga tidak bisa berpikir mundur sedikit saja
"Pertanyaannya, sewaktu ibu saya dikenakan harga tes RT-PCR seharga Rp3 juta, kemana pahlawan yang kalian anggap itu? Sewaktu semua orang tes RT-PCR harus membayar Rp900.000, kemana pahlawan yang kalian anggap itu? Apakah pahlawan yang kalian anggap itu belum lahir ke dunia saat RT-PCR dikenakan harga Rp900.000 hingga Rp3 juta? Dahulu peminatnya tes RT-PCR itu sekitar ratusan ribu orang setiap hari. Saat ini peminat tes RT-PCR sudah turun drastis, baru pahlawan yang kalian anggap itu muncul. Sungguh saya merasa sangat prihatin," ujarnya yang akhirnya harus rela kehilangan sang ibunda pada 19 Juni 2021 lalu akibat penyakit kanker yang dideritanya.
Dia mengungkapkan, cerita ini lantaran terdorong rasa tersiksa di dalam hati dan pikirannya yang paling dalam karena politik ideal sesungguhnya belum pernah ada di Tanah Air. "Yang ada hanyalah kebohongan yang berulang-ulang. dari zaman ke zaman," ucapnya.
Saat ini, pemerintah menetapkan harga tes PCR diturunkan menjadi Rp275.000 untuk Jawa-Bali dan Rp300.000 di luar wilayah itu. Penurunan dilakukan setelah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPKP melakukan audit komponen alat dan jasa tes RT-PCR.
Terkait mahalnya tes PCR, seorang warga sekaligus pengamat hukum dan sosial, Kan Hiung pernah merasakan hal serupa. Dia mengaku setuju jika harga tes PCR harus turun. Dengan harga terdahulu yang sekali tesnya bisa mencapai harga jutaan, dia merasa dipaksa oleh penyedia tes yang diduga mendapat keuntungan besar dari hal tersebut.
Dia menuturkan, sekitar Mei 2021 saat penyakit kanker ibundanya kambuh dan harus masuk rawat inap di sebuah Rumah Sakit (RS) ternama di Jakarta. Ibunya dikenakan harga Real Time Polymerace Chain Reaction (RT PCR) sebesar Rp3,7 juta. Pihak RS beralasan apabila rawat inap harus ambil tes yang cepat agar segera ada laporan hasil tes.
"Mereka juga beralasan, saat tengah malam, petugas yang biasa tes lebih murah sudah pulang. Dan harga yang paling murah juga sekitar Rp2 juta. Saat itu saya teriak, harga RT-PCR sangat mahal, tapi dunia ini serasa hampa tanpa pertolongan dan kepedulian dari mana pun," ucapnya.
Saat itu, di dalam hati dan pikirannya terasa sangat keberatan dan terpukul karena di saat ibundanya sedang dalam keadaan darurat, dirinya dipaksa oleh pihak RS yang ingin memperoleh keuntungan semata. Menurut dia, hal itu sangat tidak bermoral dari sisi cara berbisnis. "Padahal, waktu itu harga tes RT-PCR sekitar Rp900.000 saja. Dalam hal ini, saya mempertanyakan apakah ada perbedaan alat tes RT PCR cepat dan lambat? Saya sangat yakin alatnya sama, namun waktu pekerjaannya saja yang berbeda,' tegasnya.
Dan saat ini, lanjutnya, Indonesia dihebohkan dengan adanya pahlawan yang menurunkan harga RT-PCR hingga Rp300.000. Hati nuraninya terdalam terus bertanya, apakah semudah itu seseorang dianggap jadi pahlawan. Begitu singkat pemikiran orang-orang hingga tidak bisa berpikir mundur sedikit saja
"Pertanyaannya, sewaktu ibu saya dikenakan harga tes RT-PCR seharga Rp3 juta, kemana pahlawan yang kalian anggap itu? Sewaktu semua orang tes RT-PCR harus membayar Rp900.000, kemana pahlawan yang kalian anggap itu? Apakah pahlawan yang kalian anggap itu belum lahir ke dunia saat RT-PCR dikenakan harga Rp900.000 hingga Rp3 juta? Dahulu peminatnya tes RT-PCR itu sekitar ratusan ribu orang setiap hari. Saat ini peminat tes RT-PCR sudah turun drastis, baru pahlawan yang kalian anggap itu muncul. Sungguh saya merasa sangat prihatin," ujarnya yang akhirnya harus rela kehilangan sang ibunda pada 19 Juni 2021 lalu akibat penyakit kanker yang dideritanya.
Dia mengungkapkan, cerita ini lantaran terdorong rasa tersiksa di dalam hati dan pikirannya yang paling dalam karena politik ideal sesungguhnya belum pernah ada di Tanah Air. "Yang ada hanyalah kebohongan yang berulang-ulang. dari zaman ke zaman," ucapnya.
(cip)
tulis komentar anda