KLHK Diminta Terbuka Soal Informasi Roadmap Pengurangan Sampah Plastik Produsen
Sabtu, 23 Oktober 2021 - 20:14 WIB
“Menurut konsumen, mereka memiliki keterbatasan untuk bisa mencari kemasan-kemasan plastik yang bisa digunakan secara berulang. Itu yang menyebabkan sekalipun mereka sudah sadar akan bahaya plastik terhadap lingkungan tapi mereka tetap menggunakannya,” tuturnya.
Begitu juga halnya dengan pelarangan plastik sekali pakai di masyarakat. Menurut Atha, di satu sisi KLHK membuat peraturan untuk pengurangan sampah plastik sekali pakai ini tapi di sisi lain mereka juga seakan membiarkan produsen-produsen tertentu dengan seenaknya memproduksi produk-produk kemasan baru plastik sekali pakai seperti galon sekali pakai.
“Ini kan nggak selesai masalahnya. Apalagi produsen itu mengiming-iming masyarakat bahwa produk mereka lebih hygienis dari galon yang guna ulang. Padahal selama ini kita nggak kenapa-kenapa mengkonsumsi air galon guna ulang ini,” paparnya.
Jadi, Atha menegaskan bahwa yang menjadi catatan di Permen 75 itu adalah ada beberapa opsi pembatasan timbulan, pendauran ulang, dan pemanfaatan kembali. “Sayangnya, yang kita lihat selama ini yang paling ditonjolkan adalah produsen galon sekali pakai itu bicara soal daur ulang. Saya bukannya tidak mendukungnya, tapi jangan itu dijadikan prioritas. Karena daur ulang itu jelas-jelas memiliki banyak keterbatasan dan recycling rate global saja masih rendah. Itu artinya, kalau kita hanya bicara di hilir saja tapi tidak mengandalkan hulunya, permasalahan sampah plastik di negara kita tidak akan selesai,” katanya.
Menanggapi hal itu, DirekturPengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)NovrizalTahar mengatakan bahwa Indonesia baru menjalankan EPR itu pada tahun 2019. “Jadi, bagaimanapun yang namanya sesuatu yang baru semua juga berjalan meraba-raba juga,” katanya.
Dia menegaskan bahwa hirarki pengelolaan sampah itu adalah reduce, reuse, recycle. Jadi, katanya, reduce itu paling tinggi tingkatannya, baru diikuti reuse, dan recycle. “Kita tahu kan bahwa selama ini galon itu reuse, berulang kali dipakai. Jadi, artinya secara hierarki, secara filosofis, itu lebih tinggi dari recycle,” ucapnya.
Seperti diketahui produk galon sekali pakai saat ini dipromosikan oleh produsennya seolah olah lebih baik dari galon yang bisa dipakai berulang dan mudah di akses oleh masyarakat. Padahal sangat bertentangan dengan hirarki pengelolaan sampah di mana pengurangan atau reduksi itu yang utama.
Arief Susanto, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) bidang Sustainability and Social Impact mengatakan selalu men-sharing apa yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam program pengurangan sampah daur ulang dan sebagainya. “Seperti perusahaan-perusahaan besar, itu kemudian kita sharing bagaimana itu bisa diterapkan ke perusahaan-perusahaan yang lebih kecil,” katanya.
Begitu juga halnya dengan pelarangan plastik sekali pakai di masyarakat. Menurut Atha, di satu sisi KLHK membuat peraturan untuk pengurangan sampah plastik sekali pakai ini tapi di sisi lain mereka juga seakan membiarkan produsen-produsen tertentu dengan seenaknya memproduksi produk-produk kemasan baru plastik sekali pakai seperti galon sekali pakai.
“Ini kan nggak selesai masalahnya. Apalagi produsen itu mengiming-iming masyarakat bahwa produk mereka lebih hygienis dari galon yang guna ulang. Padahal selama ini kita nggak kenapa-kenapa mengkonsumsi air galon guna ulang ini,” paparnya.
Jadi, Atha menegaskan bahwa yang menjadi catatan di Permen 75 itu adalah ada beberapa opsi pembatasan timbulan, pendauran ulang, dan pemanfaatan kembali. “Sayangnya, yang kita lihat selama ini yang paling ditonjolkan adalah produsen galon sekali pakai itu bicara soal daur ulang. Saya bukannya tidak mendukungnya, tapi jangan itu dijadikan prioritas. Karena daur ulang itu jelas-jelas memiliki banyak keterbatasan dan recycling rate global saja masih rendah. Itu artinya, kalau kita hanya bicara di hilir saja tapi tidak mengandalkan hulunya, permasalahan sampah plastik di negara kita tidak akan selesai,” katanya.
Menanggapi hal itu, DirekturPengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)NovrizalTahar mengatakan bahwa Indonesia baru menjalankan EPR itu pada tahun 2019. “Jadi, bagaimanapun yang namanya sesuatu yang baru semua juga berjalan meraba-raba juga,” katanya.
Dia menegaskan bahwa hirarki pengelolaan sampah itu adalah reduce, reuse, recycle. Jadi, katanya, reduce itu paling tinggi tingkatannya, baru diikuti reuse, dan recycle. “Kita tahu kan bahwa selama ini galon itu reuse, berulang kali dipakai. Jadi, artinya secara hierarki, secara filosofis, itu lebih tinggi dari recycle,” ucapnya.
Seperti diketahui produk galon sekali pakai saat ini dipromosikan oleh produsennya seolah olah lebih baik dari galon yang bisa dipakai berulang dan mudah di akses oleh masyarakat. Padahal sangat bertentangan dengan hirarki pengelolaan sampah di mana pengurangan atau reduksi itu yang utama.
Arief Susanto, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) bidang Sustainability and Social Impact mengatakan selalu men-sharing apa yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam program pengurangan sampah daur ulang dan sebagainya. “Seperti perusahaan-perusahaan besar, itu kemudian kita sharing bagaimana itu bisa diterapkan ke perusahaan-perusahaan yang lebih kecil,” katanya.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda