Pandemi Covid-19, DPD Nilai Pilkada Serentak Desember 2020 Membahayakan
Rabu, 03 Juni 2020 - 18:31 WIB
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan persetujuan DPR dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memutuskan akan melanjutkan tahapan pilkada yang ditetapkan pada 9 Desember 2020. Tahapan pilkada akan dimulai dilakukan pada 15 Juni 2020.
Wakil Ketua Komite I DPD Abdul Kholik mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 yang masih terus menyebar di berbagai daerah, putusan tersebut berisiko tinggi menjadi sarana penyebaran wabah. "Banyak daerah masih dalam status tanggap darurat bencana, dan jumlah kasus positif Cofid-19 masih terus meningkat. Sulit diterima apabila dalam kondisi seperti itu, dibuka kembali tahapan pilkada," ujar Kholik, Rabu (3/6/2020). (Baca juga: Pilkada Digelar Desember, KPU Diminta Terapkan Protokol New Normal)
Dikatakan Kholik, sejumlah tahapan pilkada seperti penyusunan daftar pemilih, mengharuskan adanya pertemuan langsung dengan cara mendatangi rumah ke rumah untuk pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih. "Jika hal ini dilakukan, dipastikan risiko penyebaran virus meningkat. Baik bagi PPDP (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih) maupun pemilih terancam tertular atau menularkan," urainya.
Tahapan yang juga dinilai riskan adalah pengecekan dukungan calon independen yang juga menggunakan model sensus, dan petugas harus mengecek keabsahan dukungan langsung ke rumah warga. Merujuk jadwal pilkada yang dikeluarkan KPU, tutur Kholik, kedua tahapan ini berjalan di masa awal sekitar Juni-Juli, dimana kondisi pandemi masih berlangsung. (Baca juga: Serba Mepet, Pilkada Serentak 2020 Dianggap Tak Siap Dilaksanakan)
Menurut Kholik, KPU sebagai penanggung jawab pilkada semestinya memastikan dulu tata cara pilkada di era pandemi. Baru bicara tahapan pilkada. Namun yang terjadi sebaliknya, KPU menyiapkan tahapan pilkada sementara Peraturan KPU tentang Teknis Pilkada di era pandemi belum disiapkan.
"Jika tetap dipaksakan, risiko ada pada penyelenggara pilkada di tingkat daerah. Mereka menjadi ujung tombak sementara KPU Pusat hanya meregulasi dan mensupervisi. Jangan sampai terulang, banyak korban terjadi di tingkat penyelenggara terbawah seperti pemilu 2019," tuturnya.
Dengan risiko yang begitu tinggi terpapar virus, menurut Kholik, harus dipastikan perlindungan dan pengamanan penyelenggara pemilu sampai tingkatan yang paling bawah. Berdasarkan pemantauan ke lapangan, kata Kholik, KPU di daerah meskipun menyatakan kesiapan, masih ada kekhawatiran mengenai keamanan dan keselamatan diri mereka. "Apalagi mereka tidak memiliki perlindungan seperti asuransi untuk menghadapi risiko di lapangan," katanya.
Karena itu, DPD, melalui Komite I berpandangan tidak tepat dan tidak setuju memaksakan penyelenggaraan Pilkada pada 9 Desember 2020. Selama pandemi masih berlangsung, menurutnya tidak tepat bicara pilkada. “DPD mengkhawatirkan keselamatan penyelenggara dan masyarakat pemilih. Jangan sampai demi kepentingan politik, keselamatan penyelenggara pilkada di tingkat bawah dan warga dikorbankan,” tegasnya.
Wakil Ketua Komite I DPD Abdul Kholik mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 yang masih terus menyebar di berbagai daerah, putusan tersebut berisiko tinggi menjadi sarana penyebaran wabah. "Banyak daerah masih dalam status tanggap darurat bencana, dan jumlah kasus positif Cofid-19 masih terus meningkat. Sulit diterima apabila dalam kondisi seperti itu, dibuka kembali tahapan pilkada," ujar Kholik, Rabu (3/6/2020). (Baca juga: Pilkada Digelar Desember, KPU Diminta Terapkan Protokol New Normal)
Dikatakan Kholik, sejumlah tahapan pilkada seperti penyusunan daftar pemilih, mengharuskan adanya pertemuan langsung dengan cara mendatangi rumah ke rumah untuk pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih. "Jika hal ini dilakukan, dipastikan risiko penyebaran virus meningkat. Baik bagi PPDP (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih) maupun pemilih terancam tertular atau menularkan," urainya.
Tahapan yang juga dinilai riskan adalah pengecekan dukungan calon independen yang juga menggunakan model sensus, dan petugas harus mengecek keabsahan dukungan langsung ke rumah warga. Merujuk jadwal pilkada yang dikeluarkan KPU, tutur Kholik, kedua tahapan ini berjalan di masa awal sekitar Juni-Juli, dimana kondisi pandemi masih berlangsung. (Baca juga: Serba Mepet, Pilkada Serentak 2020 Dianggap Tak Siap Dilaksanakan)
Menurut Kholik, KPU sebagai penanggung jawab pilkada semestinya memastikan dulu tata cara pilkada di era pandemi. Baru bicara tahapan pilkada. Namun yang terjadi sebaliknya, KPU menyiapkan tahapan pilkada sementara Peraturan KPU tentang Teknis Pilkada di era pandemi belum disiapkan.
"Jika tetap dipaksakan, risiko ada pada penyelenggara pilkada di tingkat daerah. Mereka menjadi ujung tombak sementara KPU Pusat hanya meregulasi dan mensupervisi. Jangan sampai terulang, banyak korban terjadi di tingkat penyelenggara terbawah seperti pemilu 2019," tuturnya.
Dengan risiko yang begitu tinggi terpapar virus, menurut Kholik, harus dipastikan perlindungan dan pengamanan penyelenggara pemilu sampai tingkatan yang paling bawah. Berdasarkan pemantauan ke lapangan, kata Kholik, KPU di daerah meskipun menyatakan kesiapan, masih ada kekhawatiran mengenai keamanan dan keselamatan diri mereka. "Apalagi mereka tidak memiliki perlindungan seperti asuransi untuk menghadapi risiko di lapangan," katanya.
Karena itu, DPD, melalui Komite I berpandangan tidak tepat dan tidak setuju memaksakan penyelenggaraan Pilkada pada 9 Desember 2020. Selama pandemi masih berlangsung, menurutnya tidak tepat bicara pilkada. “DPD mengkhawatirkan keselamatan penyelenggara dan masyarakat pemilih. Jangan sampai demi kepentingan politik, keselamatan penyelenggara pilkada di tingkat bawah dan warga dikorbankan,” tegasnya.
(cip)
tulis komentar anda