Serba Mepet, Pilkada Serentak 2020 Dianggap Tak Siap Dilaksanakan
loading...
A
A
A
JAKARTA - DPR, pemerintah, dan Komisi PEmilihan Umum (KPU) ngotot melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di tengah pandemi COVID-19 pada 9 Desember nanti. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai pesta demokrasi ini tidak layak untuk diselenggarakan.
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini meragukan kesiapan penyelenggara pemilu untuk melaksanakan seluruh tahapan pilkada hingga waktu pemungutan suara. Ada empat hal yang perlu dipersiapkan, yakni regulasi, anggaran, penyelenggara pemilu, dan pemilih. (Baca juga: PKS Kritisi PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera)
“Pemilih jangan ditinggalkan. Kesiapan bukan hanya petugas. Dalam pemilu, derajat partisipasi pemilih untuk mendapatkan kualitas pilkada yang baik harus dipertimbangkan,” ujarnya dalam diskusi dari bertajuk Pilkada Serentak 2020 di Tengah Pandemi; Kedaulatan Rakyat atau Keselamatan Rakyat?, Rabu (3/6/2020).
Dari sisi regulasi, sampak hari ini belum ada beleid yang mengatur pilkada di tengah pandemi COVID-19. Sementara tahapan akan dimulai pada 15 Juni 2020. Pemerintah dan KPU berkomitmen membuat aturan agar pilkada aman, ramah, dan damai. “Kalau kita mau, apakah COVID-19 mau berdamai dengan kita?” ucap Titi.
KPU akan diprediksi akan menghadapi tantangan pada saat awal harus menjalankan tahapan pilkada. 15 Juni nanti, KPU Daerah (KPUD) harus melakukan verifikasi faktual untuk syarat calon perorangan dan pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih.
Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) itu juga menyangsikan anggaran akan siap tepat waktu. Masalahnya, DPR, pemerintah, dan KPU, baru membahas penambahan anggaran pada Rabu ini. Artinya, hanya ada waktu 12 hari untuk pemerintah mencairkan anggaran agar KPU bisa segera mempersiapkan segala kebutuhan pilkada.
Setelah itu, KPU akan berjibaku untuk menyiapkan tahapan, personel dan pengadaan barang dan jasa yang menyesuaikan dengan protokol kesehatan. “Ini unik kita berhadapan dengan tahapan di depan mata,” kata Titi.
Di satu sisi, pilkada dianggap sebagai simbol kedaulatan rakyat maka harus tetap dilaksanakan. Di sisi lain, perlu ada perlindungan terhadap keselamatan masyarakat di tengah ancaman virus Sars Cov-II. (Baca juga: Pakar UNICEF: Angka Kekurangan Gizi Anak Berisiko Meningkat Akibat COVID-19)
“Kita tidak harus memilih. Kita tidak perlu membenturkan antara kedaulatan dan keselamatan rakyat. Itu instrumen atas pemenuhan HAM. Yang harus dilakukan adalah mensinkronkan keduanya,” pungkasnya.
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini meragukan kesiapan penyelenggara pemilu untuk melaksanakan seluruh tahapan pilkada hingga waktu pemungutan suara. Ada empat hal yang perlu dipersiapkan, yakni regulasi, anggaran, penyelenggara pemilu, dan pemilih. (Baca juga: PKS Kritisi PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera)
“Pemilih jangan ditinggalkan. Kesiapan bukan hanya petugas. Dalam pemilu, derajat partisipasi pemilih untuk mendapatkan kualitas pilkada yang baik harus dipertimbangkan,” ujarnya dalam diskusi dari bertajuk Pilkada Serentak 2020 di Tengah Pandemi; Kedaulatan Rakyat atau Keselamatan Rakyat?, Rabu (3/6/2020).
Dari sisi regulasi, sampak hari ini belum ada beleid yang mengatur pilkada di tengah pandemi COVID-19. Sementara tahapan akan dimulai pada 15 Juni 2020. Pemerintah dan KPU berkomitmen membuat aturan agar pilkada aman, ramah, dan damai. “Kalau kita mau, apakah COVID-19 mau berdamai dengan kita?” ucap Titi.
KPU akan diprediksi akan menghadapi tantangan pada saat awal harus menjalankan tahapan pilkada. 15 Juni nanti, KPU Daerah (KPUD) harus melakukan verifikasi faktual untuk syarat calon perorangan dan pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih.
Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) itu juga menyangsikan anggaran akan siap tepat waktu. Masalahnya, DPR, pemerintah, dan KPU, baru membahas penambahan anggaran pada Rabu ini. Artinya, hanya ada waktu 12 hari untuk pemerintah mencairkan anggaran agar KPU bisa segera mempersiapkan segala kebutuhan pilkada.
Setelah itu, KPU akan berjibaku untuk menyiapkan tahapan, personel dan pengadaan barang dan jasa yang menyesuaikan dengan protokol kesehatan. “Ini unik kita berhadapan dengan tahapan di depan mata,” kata Titi.
Di satu sisi, pilkada dianggap sebagai simbol kedaulatan rakyat maka harus tetap dilaksanakan. Di sisi lain, perlu ada perlindungan terhadap keselamatan masyarakat di tengah ancaman virus Sars Cov-II. (Baca juga: Pakar UNICEF: Angka Kekurangan Gizi Anak Berisiko Meningkat Akibat COVID-19)
“Kita tidak harus memilih. Kita tidak perlu membenturkan antara kedaulatan dan keselamatan rakyat. Itu instrumen atas pemenuhan HAM. Yang harus dilakukan adalah mensinkronkan keduanya,” pungkasnya.
(kri)