Ekonomi Pancasila di Tengah Liberalisme Pasar

Sabtu, 16 Oktober 2021 - 08:19 WIB
baca juga: Pertumbuhan Ekonomi di Area Bandara Sultan Hasanuddin Meningkat 30 Persen

Kompleksitas globalisasi menciptakan titik balik bagi negara-negara bekas Uni Soviet ataupun negara-negara yang mengusung ekonomi tertutup. Belajar dari Deng Xiaoping (1978) yang mulai terbuka dalam sistem ekonominya, hingga berbuntut pada Tiongkok konsensus sebagai saingan Washington konsensus buatan Amerika itu.

Modernitas berlaku begitu cepat. Penggunaan teknologi secara matang membuat dengan cepat konsumerisme itu timbul. Di samping itu sisipan kebudayaan luar, tidak bisa dibentengi kecuali etos Pancasila tertancap dalam benak dan hati rakyat. Daron Acemoglu dan James A Robinson (2012) menyinggung peranan institusi (baca:pemerintah) berpengaruh pada kondisi sosial dalam suatu negara. Institusi yang baik dengan menekankan ranah inklusif akan berimbas pada tingkat kemakmuran dan kestabilan, sedangkan fokus pada ekstratif membawa pada gejala-gejala kegagalan negara. (hlm. 17)

baca juga: Strategi Kemandirian Industri Baja Dukung Pertumbuhan Ekonomi

Kebijakan inklusif lebih ditekankan pada sektor-sektor mikro untuk bisa meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk membantu bangsa pada kemajuan. Prasarana membangunan SDM dibutuhkan Pemerintah yang tegas, dan bisa memiliki keberpihakan penuh pada people centre, bukan hanya golongan orang-orang kaya. Lawan terbesar memeratakan perekonomian adalah para koruptor dan rente. Menyinggung penyampaian Faisal Basri terkait dengan investasi. Nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) di Indonesia terhitung besar sehingga pendapatan dari investasi kecila karena disedot oleh para rente.

baca juga: Pertumbuhan Ekonomi di Atas Rata-rata Nasional, Ini yang Dilakukan Banten

Kwik Kian Gie (2016) menganggap bahwasannya globalisasi dan pembangunan nasional belum menyejahterakan untuk dirasakan masyarakat banyak (Hal 16). Studi dari Bank Dunia menyebutkan, bahwa tingkat kekayaan dari negara Indonesia hanya berpengaruh pada dua puluh persen populasi saja, sedangkan delapan puluh persen lainnya mengalami ketertinggalan.

Kwik juga berpendapat bahwasannya kita sudah dihabisi oleh ekonomi global sejak 1967, melalui analisis pakar seperti John Perkins, John Pilgers, Jeffrey Winters. Untuk mengatasi problem tersebut dibutuhkan ekonomi kerakyatan yang bijak dan mengemban asas-asas pancasila. Lalu bagaimana mengatasi itu semua dengan Ekonomi Kerakyatan?

baca juga: PLN Pastikan Kesiapan Suplai Energi Dukung Pertumbuhan Ekonomi Sulteng

Jejaring kapitalisme yang sudah mengakar dan kuat, beberapa menggap sebagai hal yang biasa. Ketika hal tersebut tidak bisa diamati secara bijaksana, lagi-lagi ekonomi pancasila yang akan menjadi korbannya. (Hal.30) Menjabarkan pemikir ekonomi Indonesia Mubyarto dan Arifbudiman, menjadi secercah gagasan untuk mengkontemplasikan ekonomi Indonesia pada hari ini.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More