Mayoritas Elite dan Publik Nilai UUD 1945 Belum Saatnya Diubah
Rabu, 13 Oktober 2021 - 17:46 WIB
JAKARTA - Mayoritas elite dan publik merasa UUD 1945 belum saatnya diubah. Hal tersebut merupakan salah satu hasil survei terbaru Indikator Politik Indonesia terkait dengan urgensi amendemen UUD 1945 ke-5.
Diketahui, wacana amendemen mengemuka usai MPR berencana ingin menghidupkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi menyampaikan pihaknya telah mencoba mengukur bagaimana tanggapan masyarakat atas wacana tersebut.
Tak hanya masyarakat, kata dia, survei ini juga melibatkan elit seperti tokoh agama, NGO, akademisi, hingga pimpinan media massa. "Overall mengatakan tidak atau belum saatnya perubahan (amandemen UUD 1945)," kata Burhanudin dalam paparannya secara daring, Rabu (13/10/2021).
Dalam data yang dipaparkan, untuk tingkat elite yang mengatakan belum saatnya sebanyak 69,0 persen. Sementara, dari sisi publik sebesar 55,0 persen. "Yang jawab sudah saatnya elite 26,1 persen dan publik 18,8 persen," ujarnya.
Burhanudin menyatakan, lembaganya mencoba mencari tahu lebih jauh soal alasan elite dan publik menyatakan belum saatnya ada perubahan terhadap konstitusi negara ini. "Jawaban elite mayoritas menjawab belum ada hal yang mendesak untuk melakukan amendemen sebanyak 27,8 persen; UUD 1945 saat ini sudah baik 13,9 persen; hingga fokus menangani pandemi 9,3 persen," tutur dia.
Sementara, alasan publik menyatakan belum saatnya amendemen mayoritas menjawab sudah sesuai dengan kondisi bangsa 24,9 persen; masih layak digunakan 14,5 persen, belum saatnya diubah 13,1 persen; tidak boleh diubah 7,1 persen.
Untuk diketahui, survei ini dilakukan pada periode 2-7 September 2021. Dalam survei ini sampel yang diambil sebanyak 1.220 orang. Sementara, penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling. Dengan margin of error sekitar 2,9%.
Diketahui, wacana amendemen mengemuka usai MPR berencana ingin menghidupkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi menyampaikan pihaknya telah mencoba mengukur bagaimana tanggapan masyarakat atas wacana tersebut.
Tak hanya masyarakat, kata dia, survei ini juga melibatkan elit seperti tokoh agama, NGO, akademisi, hingga pimpinan media massa. "Overall mengatakan tidak atau belum saatnya perubahan (amandemen UUD 1945)," kata Burhanudin dalam paparannya secara daring, Rabu (13/10/2021).
Dalam data yang dipaparkan, untuk tingkat elite yang mengatakan belum saatnya sebanyak 69,0 persen. Sementara, dari sisi publik sebesar 55,0 persen. "Yang jawab sudah saatnya elite 26,1 persen dan publik 18,8 persen," ujarnya.
Burhanudin menyatakan, lembaganya mencoba mencari tahu lebih jauh soal alasan elite dan publik menyatakan belum saatnya ada perubahan terhadap konstitusi negara ini. "Jawaban elite mayoritas menjawab belum ada hal yang mendesak untuk melakukan amendemen sebanyak 27,8 persen; UUD 1945 saat ini sudah baik 13,9 persen; hingga fokus menangani pandemi 9,3 persen," tutur dia.
Sementara, alasan publik menyatakan belum saatnya amendemen mayoritas menjawab sudah sesuai dengan kondisi bangsa 24,9 persen; masih layak digunakan 14,5 persen, belum saatnya diubah 13,1 persen; tidak boleh diubah 7,1 persen.
Untuk diketahui, survei ini dilakukan pada periode 2-7 September 2021. Dalam survei ini sampel yang diambil sebanyak 1.220 orang. Sementara, penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling. Dengan margin of error sekitar 2,9%.
(rca)
tulis komentar anda