Kasus Nurhadi Diharapkan Mampu Buka Perkara Suap di MA
Selasa, 02 Juni 2020 - 16:41 WIB
JAKARTA - Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas menilai penangkapan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi beserta menantunya, Rezky Herbiyono menjadi jalan terbuka bagi pembuktian adanya suap di lembaga peradilan tertinggi.
Nurhadi dan Rezky ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (1/6/2020) malam. Keduanya memang sudah berstatus buron sejak Februari 2020. “Tentu ini ada jalan terbuka untuk pembuktian adanya dugaan suap di lembaga peradilan tinggi seperti MA. Apalagi beliau (Nurhadi) dikenal cukup kontroversial selama ini dan dianggap aktor kunci untuk membuka praktik dimaksud,” kata peneliti PUSaKO Charles Simabura saat dihubungi SINDOnews, Selasa (2/6/2020). (Baca juga: Kasus Nurhadi Harus Jadi Pintu Masuk Pemberantasan Mafia Peradilan)
Atas penangkapan Nurhadi, Charles berharap kasus itu tidak berhenti pada pengungkapan peran yang bersangkutan saja. Justru melalui keterangan tersangka, harusnya semakin memberikan celah bagi KPK untuk mengungkap kasus-kasus lainnya. “Mudah-mudahan ini menjadi menjadi kotak pandora yang bisa mengungkap kasus-kasus lain. Jadi tidak berhenti di kasus tersebut saja,” imbuh dia. (Baca juga: Dobrak Pintu, Tim KPK Bekuk Nurhadi dan Menantu di Kamar Terpisah)
Charles juga meminta KPK membuktikan bila nantinya ada potensi potensi keterlibatan hakim MA dalam kasus tersebut. Sebab, kasus yang melibatkan Nurhadi juga termasuk dengan perkara di MA. Di sisi lain, Charles mengapresiasi kerja KPK karena berhasil menangkap para tersangka tersebut. Menurut dia, hal itu merupakan sesuatu yang sudah ditunggu publik, apalagi di tengah merosotnya kepercayaan publik terhadap KPK.
Sebagai informasi, KPK menetapkan Nurhadi, Rezky Herbiyono, dan Hiendra Soenjoto sebagai tersangka atas dugaan suap penanganan perkara pada 2015-2016 dan gratifikasi di MA. Namun, Nurhadi beserta menantunya, Rezky Herbiyono menghilang dan masuk sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 13 Februari 2020 setelah mangkir dari panggilan KPK.
Nurhadi dan Rezky ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (1/6/2020) malam. Keduanya memang sudah berstatus buron sejak Februari 2020. “Tentu ini ada jalan terbuka untuk pembuktian adanya dugaan suap di lembaga peradilan tinggi seperti MA. Apalagi beliau (Nurhadi) dikenal cukup kontroversial selama ini dan dianggap aktor kunci untuk membuka praktik dimaksud,” kata peneliti PUSaKO Charles Simabura saat dihubungi SINDOnews, Selasa (2/6/2020). (Baca juga: Kasus Nurhadi Harus Jadi Pintu Masuk Pemberantasan Mafia Peradilan)
Atas penangkapan Nurhadi, Charles berharap kasus itu tidak berhenti pada pengungkapan peran yang bersangkutan saja. Justru melalui keterangan tersangka, harusnya semakin memberikan celah bagi KPK untuk mengungkap kasus-kasus lainnya. “Mudah-mudahan ini menjadi menjadi kotak pandora yang bisa mengungkap kasus-kasus lain. Jadi tidak berhenti di kasus tersebut saja,” imbuh dia. (Baca juga: Dobrak Pintu, Tim KPK Bekuk Nurhadi dan Menantu di Kamar Terpisah)
Charles juga meminta KPK membuktikan bila nantinya ada potensi potensi keterlibatan hakim MA dalam kasus tersebut. Sebab, kasus yang melibatkan Nurhadi juga termasuk dengan perkara di MA. Di sisi lain, Charles mengapresiasi kerja KPK karena berhasil menangkap para tersangka tersebut. Menurut dia, hal itu merupakan sesuatu yang sudah ditunggu publik, apalagi di tengah merosotnya kepercayaan publik terhadap KPK.
Sebagai informasi, KPK menetapkan Nurhadi, Rezky Herbiyono, dan Hiendra Soenjoto sebagai tersangka atas dugaan suap penanganan perkara pada 2015-2016 dan gratifikasi di MA. Namun, Nurhadi beserta menantunya, Rezky Herbiyono menghilang dan masuk sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 13 Februari 2020 setelah mangkir dari panggilan KPK.
(cip)
tulis komentar anda