Pemerintah Didesak Cabut Permenhub Nomor 18/2020 karena Membingungkan
Senin, 13 April 2020 - 15:20 WIB
JAKARTA - Pengamat Transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno mengatakan, menghadapi sebaran wabah virus Corona, hendaknya pemerintah dan masyarakat saling mendukung dan bergerak tanpa kepentingan perseorangan dan mengesampingkan kepentingan bisnis. Maka itu, aturan yang diacu pun jangan saling bertentangan dan menimbulkan kebingungan di masyarakat, termasuk petugas pelaksana di lapangan.
"Pemerintah mengeluarkan Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Namun, peraturan ini kontradiktif, bertentangan dengan aturan sebelumnya dan aturan dalam Permenhub itu sendiri serta prinsip physical distancing," ujarnya melalui pesan singkatnya, Senin (13/4/2020).
Menurutnya, ada kesan ambigu di Permenhub No. 18 Tahun 2020 (pasal 11. D), menyebutkan dalam hal tertentu untuk melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan sebagai berikut (1) aktivitas lain yang diperbolehkan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar, (2) melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan setelah selesai digunakan, (3) menggunakan masker dan sarung tangan, dan tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit.
"Bertentangan dengan pasal 11.c pada aturan yang sama, angkutan roda 2 (dua) berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang," tuturnya.
Dia menerangkan, bila itu diterapkan, siapa petugas yang mengawasi di lapangan dan apakah ketentuan tersebut akan ditaati pengemudi dan penumpang sepeda motor. Lalu, bagaimana teknis memeriksa suhu tubuh setiap pengemudi dan penumpang. Pemerintah harus menyediakan tambahan personel dan anggaran untuk melengkapi pengadaan pos pemeriksaan.
"Selain itu, mustahil dapat diawasi dengan benar. Apalagi di daerah, tidak ada petugas khusus yang mau mengawasi serinci itu. Jika dilaksanakan akan terjadi kebingunan petugas di lapangan dengan segala keterbatasan yang ada," terangnya.
Di samping itu, kata dia, tidak ada jaminan pengemudinya menaati aturan protokoler kesehatan. Lalu, aplikator juga belum mampu mengedukasi dan turut mengawasi pengemudinya yang masih kerap melanggar aturan berlalu lintas di jalan raya.
"Jadi, sebaiknya segera cabut dan revisi Permenhub. Nomor 18 Tahun 2020. Abaikan kepentingan bisnis sesaat yang menyesatkan. Utamakan kepentingan masyarakat umum demi segera selesainya urusan penyebaran wabah COVID-19 yang melelahkan dan menghabiskan energi bangsa ini," katanya.
"Pemerintah mengeluarkan Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Namun, peraturan ini kontradiktif, bertentangan dengan aturan sebelumnya dan aturan dalam Permenhub itu sendiri serta prinsip physical distancing," ujarnya melalui pesan singkatnya, Senin (13/4/2020).
Menurutnya, ada kesan ambigu di Permenhub No. 18 Tahun 2020 (pasal 11. D), menyebutkan dalam hal tertentu untuk melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan sebagai berikut (1) aktivitas lain yang diperbolehkan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar, (2) melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan setelah selesai digunakan, (3) menggunakan masker dan sarung tangan, dan tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit.
"Bertentangan dengan pasal 11.c pada aturan yang sama, angkutan roda 2 (dua) berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang," tuturnya.
Dia menerangkan, bila itu diterapkan, siapa petugas yang mengawasi di lapangan dan apakah ketentuan tersebut akan ditaati pengemudi dan penumpang sepeda motor. Lalu, bagaimana teknis memeriksa suhu tubuh setiap pengemudi dan penumpang. Pemerintah harus menyediakan tambahan personel dan anggaran untuk melengkapi pengadaan pos pemeriksaan.
"Selain itu, mustahil dapat diawasi dengan benar. Apalagi di daerah, tidak ada petugas khusus yang mau mengawasi serinci itu. Jika dilaksanakan akan terjadi kebingunan petugas di lapangan dengan segala keterbatasan yang ada," terangnya.
Di samping itu, kata dia, tidak ada jaminan pengemudinya menaati aturan protokoler kesehatan. Lalu, aplikator juga belum mampu mengedukasi dan turut mengawasi pengemudinya yang masih kerap melanggar aturan berlalu lintas di jalan raya.
"Jadi, sebaiknya segera cabut dan revisi Permenhub. Nomor 18 Tahun 2020. Abaikan kepentingan bisnis sesaat yang menyesatkan. Utamakan kepentingan masyarakat umum demi segera selesainya urusan penyebaran wabah COVID-19 yang melelahkan dan menghabiskan energi bangsa ini," katanya.
(cip)
tulis komentar anda