Penangkapan Nurhadi dan Menantu Jadi Momentum Penting bagi Peradilan
Selasa, 02 Juni 2020 - 08:49 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman dan menantunya, Rezky Herbiyono pada Senin (1/6/2020) malam. Diketahui keduanya adalah tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA.
Menanggapi itu, Koordinator Public Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia, Erwin Natorsmal menilai ditangkapnya Nurhadi dan menantu menjadi momentum yang sangat baik bagi peradilan di Indonesia. (Baca juga: Nurhadi dan Menantu Ditangkap KPK, Bambang Widjojanto Puji Novel Baswedan)
"Penangkapan ini menjadi momentum yang sangat penting dalam perjalanan sejarah reformasi hukum dan peradilan di Indonesia. Mengingat proses pemeriksaan KPK yang memakan waktu lama, setelah hingar bingar penggeledahan di rumah Nurhadi terkait perobekan dokumen hingga uang ratusan ribu US dolar yang ditemukan di closet," ujar Erwin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/6/2020).
Erwin melanjutkan Pilnet mengapresiasi KPK telah berhasil menangkap Nurhadi dan menantu serta meminta KPK untuk memproses secara transparan. Erwin juga berharap KPK dapat melanjutkan pencarian terhadap DPO lain atas nama Hiendra Soenjoto.
"Meminta seluruh proses penegakan hukum oleh KPK dilakukan secara seksama, transparan dan partisipatif sehingga dapat membongkar tabir sistem dan struktur korupsi di lembaga peradilan," jelasnya.
Erwin juga meminta Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk melakukan sinergi dan membentuk tim khusus demi mengawal kasus ini ke sampai berkekuatan hukum tetap.
"Meminta seluruh warga negara, terutama fakultas hukum, pusat studi dan para peneliti hukum, untuk terlibat aktif mengikuti kasus besar dalam sejarah hukum Indonesia yang dapat menjadi pintu masuk melakukan reformasi peradilan ini secara menyeluruh," tuturnya. (Baca juga: Buron Tiga Bulan, KPK Tangkap Eks Sekretaris MA Nurhadi dan Menantu)
Nurhadi, menantunya, dan Hiendra Soenjoto ditetapkan tersangka oleh KPK atas dugaan suap penanganan perkara pada tahun 2015-2016 dan gratifikasi. Mantan orang nomor dua di institusi tertinggi peradilan di Indonesia menghilang sejak masuk sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 11 Februari 2020, setelah mangkir dari panggilan KPK.
Menanggapi itu, Koordinator Public Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia, Erwin Natorsmal menilai ditangkapnya Nurhadi dan menantu menjadi momentum yang sangat baik bagi peradilan di Indonesia. (Baca juga: Nurhadi dan Menantu Ditangkap KPK, Bambang Widjojanto Puji Novel Baswedan)
"Penangkapan ini menjadi momentum yang sangat penting dalam perjalanan sejarah reformasi hukum dan peradilan di Indonesia. Mengingat proses pemeriksaan KPK yang memakan waktu lama, setelah hingar bingar penggeledahan di rumah Nurhadi terkait perobekan dokumen hingga uang ratusan ribu US dolar yang ditemukan di closet," ujar Erwin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/6/2020).
Erwin melanjutkan Pilnet mengapresiasi KPK telah berhasil menangkap Nurhadi dan menantu serta meminta KPK untuk memproses secara transparan. Erwin juga berharap KPK dapat melanjutkan pencarian terhadap DPO lain atas nama Hiendra Soenjoto.
"Meminta seluruh proses penegakan hukum oleh KPK dilakukan secara seksama, transparan dan partisipatif sehingga dapat membongkar tabir sistem dan struktur korupsi di lembaga peradilan," jelasnya.
Erwin juga meminta Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk melakukan sinergi dan membentuk tim khusus demi mengawal kasus ini ke sampai berkekuatan hukum tetap.
"Meminta seluruh warga negara, terutama fakultas hukum, pusat studi dan para peneliti hukum, untuk terlibat aktif mengikuti kasus besar dalam sejarah hukum Indonesia yang dapat menjadi pintu masuk melakukan reformasi peradilan ini secara menyeluruh," tuturnya. (Baca juga: Buron Tiga Bulan, KPK Tangkap Eks Sekretaris MA Nurhadi dan Menantu)
Nurhadi, menantunya, dan Hiendra Soenjoto ditetapkan tersangka oleh KPK atas dugaan suap penanganan perkara pada tahun 2015-2016 dan gratifikasi. Mantan orang nomor dua di institusi tertinggi peradilan di Indonesia menghilang sejak masuk sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 11 Februari 2020, setelah mangkir dari panggilan KPK.
(kri)
tulis komentar anda