Politikus PDIP: Pembangunan Papua Biasa Saja, Kompleks PON Seperti Tahun 60-an
Kamis, 23 September 2021 - 21:12 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP Effendi Simbolon mengaku sulit untuk membuat definisi tunggal untuk berbicara tentang Papua, khususnya mengenai gerakan separatis atau teroris yang dikenal dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
"Apa pun terminologinya, intinya mereka sebenarnya ingin memperjuangkan kembali hak referendum mereka, kira-kira itu intinya," kata Effendi secara virtual dalam Dialektika Demokrasi yang bertajuk "Jalan Terjal Pemberantasan KKB di Papua" di Media Center DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (23/9/2021).
Effendi menilai, strategi pemerintah untuk mengatasi permasalahan di Papua agak tertinggal dari dinamika dan kemajuan KKB. "Kita agak sulit untuk menarik simpati dari masarakat yang boleh dikatakan masih banyak yang berfihak dari perjuangan kelompok yang menginginkan referendum atau menginginkan kemerdekaan melalui referendum itu," sesalnya.
Karena itu, Effendi mengaku khawatir Undang-Undang tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua) tidak menjadi jawaban atas berbagai masalah di Papua. Sebaliknya, sangat mungkin kejadian di Timor Timur akan berulang kembali di Papua. Di satu sisi Indonesia terlalu jauh ke depan proaktif memperjuangan hak-hak kemerdekaan bangsa-bangsa di dunia, tetapi di sisi lain mengesampingkan referendum yang diperjuangkan di Papua.
"Kalau selama ini upaya pemerintah melakukan pembangunan, saya kira biasa-biasa saja. Saya jujur pribadi ingin membangun kemajuan yang berarti bagi papua. Saya kira infrastruktur yang kita bangun seperti membangun kompleks PON, saya dengan segala hormat mengatakan dari bentuk bangunannya saja tidak menunjukkan bahwa kita ingin memajukan mereka 50 tahun ke depan, bangunan-bangunannya seperti tahun 60-an," kritik Effendi.
"Belum korupsinya dan pembangunannya memalukan. Belajarlah dari negara lain seperti Amerika memanjakan Alaska, Hawaii dan lain sebagainya. Itu kan salah satu bentuk pendekatan yang mereka lakukan untuk tidak adanya benih-benih pemberontakan dari komunitas alaska dan lainnya," katanya.
"Apa pun terminologinya, intinya mereka sebenarnya ingin memperjuangkan kembali hak referendum mereka, kira-kira itu intinya," kata Effendi secara virtual dalam Dialektika Demokrasi yang bertajuk "Jalan Terjal Pemberantasan KKB di Papua" di Media Center DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (23/9/2021).
Effendi menilai, strategi pemerintah untuk mengatasi permasalahan di Papua agak tertinggal dari dinamika dan kemajuan KKB. "Kita agak sulit untuk menarik simpati dari masarakat yang boleh dikatakan masih banyak yang berfihak dari perjuangan kelompok yang menginginkan referendum atau menginginkan kemerdekaan melalui referendum itu," sesalnya.
Karena itu, Effendi mengaku khawatir Undang-Undang tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua) tidak menjadi jawaban atas berbagai masalah di Papua. Sebaliknya, sangat mungkin kejadian di Timor Timur akan berulang kembali di Papua. Di satu sisi Indonesia terlalu jauh ke depan proaktif memperjuangan hak-hak kemerdekaan bangsa-bangsa di dunia, tetapi di sisi lain mengesampingkan referendum yang diperjuangkan di Papua.
"Kalau selama ini upaya pemerintah melakukan pembangunan, saya kira biasa-biasa saja. Saya jujur pribadi ingin membangun kemajuan yang berarti bagi papua. Saya kira infrastruktur yang kita bangun seperti membangun kompleks PON, saya dengan segala hormat mengatakan dari bentuk bangunannya saja tidak menunjukkan bahwa kita ingin memajukan mereka 50 tahun ke depan, bangunan-bangunannya seperti tahun 60-an," kritik Effendi.
"Belum korupsinya dan pembangunannya memalukan. Belajarlah dari negara lain seperti Amerika memanjakan Alaska, Hawaii dan lain sebagainya. Itu kan salah satu bentuk pendekatan yang mereka lakukan untuk tidak adanya benih-benih pemberontakan dari komunitas alaska dan lainnya," katanya.
(muh)
tulis komentar anda