Larang Mudik, Pemerintah Didorong Beri Insentif Pengusaha dan Pekerja Transportasi
Selasa, 21 April 2020 - 15:49 WIB
JAKARTA - Pemerintah mengumumkan larangan mudik untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19. Pengusaha dan pekerja transportasi terdampak kebijakan tersebut semestinya diberi insentif.
Kepala Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mendukung kebijakan larangan mudik tersebut. Menurutnya, langkah itu menegaskan kepada publik perihal arahan tidak mudik yang selama ini hanya sebatas imbauan.
"Kebijakan itu tentu menjadi pertimbangan yang masuk akal, apalagi kasus wabah (Covid-19) ini makin bertambah. Selama ini kan hanya imbauan, sekarang resmi larangan," tutur Djoko dihubungi SINDOnews, Selasa (21/4/2020).
Adanya larangan mudik itu tentu akan berdampak pada angkutan umum, khususnya bus Antarkota Antarprovinsi (AKAP) dan angkutan travel atau angkutan Antar Jemput Antarprovinsi (AJAP). Sebelumnya adanya kebijakan itu, bisnis angkutan umum terimbas Covid-19 sehingga pendapatan sangat minim.
"Setelah ada larangan resmi, warga tidak boleh mudik. Pasti armada bus tidak beroperasi. Mereka juga kehilangan pemasukan karena tidak ada penumpang," terang dia.
Djoko berharap pemerintah menyiapkan program recovery bagi bisnis transportasi umum yang terdampak kebijakan selama Covid-19. Selain bus AKAP dan angkutan travel (AJAP), angkutan lain seperti taksi reguler konvensional mendapat bantuan tersebut demi keberlangsungan bisnisnya.
"Minimal setiap pekerja transportasi umum itu mendapat bantuan bulanan setara UMK selama beberapa bulan ke depan. Setiap bulan dapat dievaluasi. Jangan sampai nantinya bisnis angkutan umum ini gulung tikar," ujarnya. ( ).
Bentuk insentif lainnya bisa dengan meringankan pajak bagi pengusaha angkutan. Selain itu, menarik Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid 2019. "Regulasi tersebut tidak berpihak pada pengusaha angkutan umum sehingga tidak memberikan solusi aman bagi keberlangsungan bisnis transportasi umum," ujarnya.
Djoko menilai OJK tidak perlu membatasi debitur dengan fasilitas kredit kurang Rp10 miliar yang harus dibantu. Pengusaha transportasi umum lebih meminta penundaan kewajiban, bukan meminta tidak membayar utang. "Jika pemerintah benar-benar berpihak pada bisnis transportasi umum, hilangkan saja batasan Rp10 miliar itu," pungkasnya.
Kepala Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mendukung kebijakan larangan mudik tersebut. Menurutnya, langkah itu menegaskan kepada publik perihal arahan tidak mudik yang selama ini hanya sebatas imbauan.
"Kebijakan itu tentu menjadi pertimbangan yang masuk akal, apalagi kasus wabah (Covid-19) ini makin bertambah. Selama ini kan hanya imbauan, sekarang resmi larangan," tutur Djoko dihubungi SINDOnews, Selasa (21/4/2020).
Adanya larangan mudik itu tentu akan berdampak pada angkutan umum, khususnya bus Antarkota Antarprovinsi (AKAP) dan angkutan travel atau angkutan Antar Jemput Antarprovinsi (AJAP). Sebelumnya adanya kebijakan itu, bisnis angkutan umum terimbas Covid-19 sehingga pendapatan sangat minim.
"Setelah ada larangan resmi, warga tidak boleh mudik. Pasti armada bus tidak beroperasi. Mereka juga kehilangan pemasukan karena tidak ada penumpang," terang dia.
Djoko berharap pemerintah menyiapkan program recovery bagi bisnis transportasi umum yang terdampak kebijakan selama Covid-19. Selain bus AKAP dan angkutan travel (AJAP), angkutan lain seperti taksi reguler konvensional mendapat bantuan tersebut demi keberlangsungan bisnisnya.
"Minimal setiap pekerja transportasi umum itu mendapat bantuan bulanan setara UMK selama beberapa bulan ke depan. Setiap bulan dapat dievaluasi. Jangan sampai nantinya bisnis angkutan umum ini gulung tikar," ujarnya. ( ).
Bentuk insentif lainnya bisa dengan meringankan pajak bagi pengusaha angkutan. Selain itu, menarik Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid 2019. "Regulasi tersebut tidak berpihak pada pengusaha angkutan umum sehingga tidak memberikan solusi aman bagi keberlangsungan bisnis transportasi umum," ujarnya.
Djoko menilai OJK tidak perlu membatasi debitur dengan fasilitas kredit kurang Rp10 miliar yang harus dibantu. Pengusaha transportasi umum lebih meminta penundaan kewajiban, bukan meminta tidak membayar utang. "Jika pemerintah benar-benar berpihak pada bisnis transportasi umum, hilangkan saja batasan Rp10 miliar itu," pungkasnya.
(zik)
tulis komentar anda