Efektivitas Larangan Mudik Tergantung pada Kompensasi dari Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan untuk melarang masyarakat mudik Lebaran 2020 di tengah pandemi COVID-19. Terkait hal tersebut, Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay menilai efektivitas larangan itu tergantung pada kompensasi yang diberikan pemerintah.
“Efektivitasnya, sekali lagi, tergantung pada keseimbangan antara larangan dengan kompensasi yang diberikan. Jika ada kompensasi, saya kira masyarakat akan patuh. Kalaupun masih ada yang tidak, itu lebih mudah ditertibkan dan disiplinkan,” ujar Saleh kepada SINDOnews, Selasa (21/4/2020).
Namun dari perspektif efektivitas, dia belum yakin bahwa larangan itu nantinya akan diikuti masyarakat. Sebab, kata Saleh, motivasi mudik saat ini bukan hanya karena mau silaturahmi dengan sanak keluarga, melainkan juga karena tidak memiliki pekerjaan lagi di Jakarta sebagai dampak langsung dari pandemi COVID-19.
"Artinya, kalau masyarakat dilarang mudik, sudah semestinya pemerintah menyiapkan jaringan pengaman sosial. Mereka yang di-PHK, tidak mampu, dan terkena dampak harus dibantu. Bantuan-bantuan sosial dan subsidi yang ada harus diberikan kepada mereka. Dengan begitu, mereka bisa bertahan dan tidak keluar rumah selama masa sulit seperti ini," ujar legislator asal Dapil Sumatera Utara II ini.
Namun, Anggota Komisi IX DPR RI ini menilai larangan mudik yang disampaikan Presiden Jokowi itu perlu diapresiasi. Karena, kata dia, ada kesan bahwa pemerintah serius untuk melakukan pelarangan tersebut. Jika dilarang secara tegas, bisa saja ini akan memberikan dampak baik.
“Ini kan awalnya tidak tegas. Awalnya mau dilarang. Namun berikutnya, ada lagi pernyataan bahwa mudik tidak dilarang. Kalau tidak dilarang, berarti boleh mudik,“ tandas Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN ini.
Namun demikian, larangan mudik ini dianggap terlambat. Pasalnya, seiring dengan gelombang PHK yang terjadi, sudah banyak anggota masyarakat yang sudah mudik. "Karena tidak bekerja lagi di Jakarta, banyak yang memutuskan untuk kembali ke daerah masing-masing," pungkasnya.
“Efektivitasnya, sekali lagi, tergantung pada keseimbangan antara larangan dengan kompensasi yang diberikan. Jika ada kompensasi, saya kira masyarakat akan patuh. Kalaupun masih ada yang tidak, itu lebih mudah ditertibkan dan disiplinkan,” ujar Saleh kepada SINDOnews, Selasa (21/4/2020).
Namun dari perspektif efektivitas, dia belum yakin bahwa larangan itu nantinya akan diikuti masyarakat. Sebab, kata Saleh, motivasi mudik saat ini bukan hanya karena mau silaturahmi dengan sanak keluarga, melainkan juga karena tidak memiliki pekerjaan lagi di Jakarta sebagai dampak langsung dari pandemi COVID-19.
"Artinya, kalau masyarakat dilarang mudik, sudah semestinya pemerintah menyiapkan jaringan pengaman sosial. Mereka yang di-PHK, tidak mampu, dan terkena dampak harus dibantu. Bantuan-bantuan sosial dan subsidi yang ada harus diberikan kepada mereka. Dengan begitu, mereka bisa bertahan dan tidak keluar rumah selama masa sulit seperti ini," ujar legislator asal Dapil Sumatera Utara II ini.
Namun, Anggota Komisi IX DPR RI ini menilai larangan mudik yang disampaikan Presiden Jokowi itu perlu diapresiasi. Karena, kata dia, ada kesan bahwa pemerintah serius untuk melakukan pelarangan tersebut. Jika dilarang secara tegas, bisa saja ini akan memberikan dampak baik.
“Ini kan awalnya tidak tegas. Awalnya mau dilarang. Namun berikutnya, ada lagi pernyataan bahwa mudik tidak dilarang. Kalau tidak dilarang, berarti boleh mudik,“ tandas Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN ini.
Namun demikian, larangan mudik ini dianggap terlambat. Pasalnya, seiring dengan gelombang PHK yang terjadi, sudah banyak anggota masyarakat yang sudah mudik. "Karena tidak bekerja lagi di Jakarta, banyak yang memutuskan untuk kembali ke daerah masing-masing," pungkasnya.
(kri)