Mengantisipasi Efek Taliban di Tanah Air
Senin, 23 Agustus 2021 - 07:33 WIB
Dia menegaskan, BNPT terus melakukan pencegahan, edukasi dan literasi untuk meluruskan bersama-sama kementerian lembaga jangan sampai disalahgunakan menjadi distorsi terhadap peristiwa di Afganistan.
“Kita berharap dapat terus mereduksi bibit terorisme di Indonesia tidak mudah untuk menyelesaikan masalah ideologi ini, kita optimis dan terus melakukan upaya pencegahan,” ungkapnya Eddy.
Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto mengatakan, sebagai bentuk antisipasi atas isu Taliban pihaknya melakukan deteksi dan cegah dini. Terutamam kepada kelompok teroris yang memiliki kedekatan ideologis dan jaringan dengan Taliban. Menurut Wawan, deteksi dilakukan mengingat perkembangan terorisme di Indonesia dipengaruhi situasi pada tingkat global dan regional. Contoh konkretnya terlihat dari eksistensi ISIS.
Sebelumnya, Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli juga mensinyalir ada kelompok-kelompok di Indonesia yang berusaha menggalang simpati atas isu Taliban tersebut. Dia mengingatkan masyarakat agar tidak salah dalam bersimpati.
“Karena berdasarkan pemantauan kami ada pihak-pihak tertentu yang berusaha menggalang simpati atas isu Taliban. Ini sedang kita cermati," ujar Boy Rafli Amar di Solo, Jawa Tengah, Kamis (19/8).
Namun, sejumlah pihak menilai isu Taliban tidak akan memberi pengaruh besar terhadap kelompok teror di Indonesia. Apalagi, kelompok Taliban yang resmi menguasai Ibukota Afhanistan, Kabul, pada 15 Agustus 2021 bukanlah kelompok yang serupa dengan ISIS atau Al-Qaida.
Apalagi, Taliban yang ada saat ini juga diklaim sudah berubah dibandingkan Taliban yang menguasai Afghanistan pada 1996 hingga 2001 sebelum tumbang setelah invasi Amerika Serikat sebagai respons atas serangan WTC pada 11 September 2001.
Hal antara lain ditegaskan oleh pengamat terorisme dan politik Timur Tengah Hasbullah Satrawi, dan Guru Besar Ilmu Politik Unpad Muradi. Hasibullah, misalnya, menyebut kewaspadaan memang perlu dilakukan. Apalagi masyarakat Indonesia itu mudah mendukung atau tidak mendukung terhadap suatu fenomena.
“Itu sudah karakter umum, belum lagi bagi orang-orang yang sudah pernah ke sana (Afghanistan). Tapi untuk mengatakan bahwa ‘hati-hati ada orang yang menggalang simpati, itu terlalu prematur karena ini belum ada kasusnya,” ujarnya kemarin.
“Kita berharap dapat terus mereduksi bibit terorisme di Indonesia tidak mudah untuk menyelesaikan masalah ideologi ini, kita optimis dan terus melakukan upaya pencegahan,” ungkapnya Eddy.
Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto mengatakan, sebagai bentuk antisipasi atas isu Taliban pihaknya melakukan deteksi dan cegah dini. Terutamam kepada kelompok teroris yang memiliki kedekatan ideologis dan jaringan dengan Taliban. Menurut Wawan, deteksi dilakukan mengingat perkembangan terorisme di Indonesia dipengaruhi situasi pada tingkat global dan regional. Contoh konkretnya terlihat dari eksistensi ISIS.
Sebelumnya, Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli juga mensinyalir ada kelompok-kelompok di Indonesia yang berusaha menggalang simpati atas isu Taliban tersebut. Dia mengingatkan masyarakat agar tidak salah dalam bersimpati.
“Karena berdasarkan pemantauan kami ada pihak-pihak tertentu yang berusaha menggalang simpati atas isu Taliban. Ini sedang kita cermati," ujar Boy Rafli Amar di Solo, Jawa Tengah, Kamis (19/8).
Namun, sejumlah pihak menilai isu Taliban tidak akan memberi pengaruh besar terhadap kelompok teror di Indonesia. Apalagi, kelompok Taliban yang resmi menguasai Ibukota Afhanistan, Kabul, pada 15 Agustus 2021 bukanlah kelompok yang serupa dengan ISIS atau Al-Qaida.
Apalagi, Taliban yang ada saat ini juga diklaim sudah berubah dibandingkan Taliban yang menguasai Afghanistan pada 1996 hingga 2001 sebelum tumbang setelah invasi Amerika Serikat sebagai respons atas serangan WTC pada 11 September 2001.
Hal antara lain ditegaskan oleh pengamat terorisme dan politik Timur Tengah Hasbullah Satrawi, dan Guru Besar Ilmu Politik Unpad Muradi. Hasibullah, misalnya, menyebut kewaspadaan memang perlu dilakukan. Apalagi masyarakat Indonesia itu mudah mendukung atau tidak mendukung terhadap suatu fenomena.
“Itu sudah karakter umum, belum lagi bagi orang-orang yang sudah pernah ke sana (Afghanistan). Tapi untuk mengatakan bahwa ‘hati-hati ada orang yang menggalang simpati, itu terlalu prematur karena ini belum ada kasusnya,” ujarnya kemarin.
tulis komentar anda