Amendemen Terbatas UUD 1945 Bisa Jadi Bola Liar
Kamis, 19 Agustus 2021 - 12:07 WIB
JAKARTA - Wacana amendemen terbatas UUD 1945 kembali menyita perhatian banyak pihak. Pengamat politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting Arif Nurul Imam menilai wacana amendemen terbatas UUD 1945 yang baru-baru ini muncul harus dikawal dan dikritisi publik.
"Agar tak jadi arena permainan kepentingan pragmatis para elite," ujar Arif Nurul Imam kepada SINDOnews, Kamis (19/8/2021).
Dia menilai ada motif politik terselubung dalam amendemen tersebut jika ujung-ujungnya melebar ke periode jabatan presiden. "Ini bisa dibaca juga manuver politik untuk kepentingan pragmatis," katanya.
Kendati demikian, dia menambahkan bahwa dalam negara demokrasi, sebuah aspirasi atau usulan tentu sah-sah saja. "Masalahnya apakah aspirasi usulan Pokok-Pokok Haluan Negara tersebut relevan dengan kebutuhan tantangan bangsa ini," ungkapnya.
Sehingga, menurut dia, usulan untuk memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam amendemen terbatas UUD 1945 itu perlu dikaji mendalam relevansi dan plus minusnya. "Terkait amendemen terbatas UUD 1945 memang bisa menjadi bola liar, sehingga jika pintu amendemen dibuka bisa merevisi banyak hal karena pertimbangan politik praktis," tuturnya.
Maka itu, dia menuturkan, sejak awal seharusnya dibatasi pokok isunya atau pasal apa saja yang hendak diamendemen. "Sehingga mengurangi peluang manuver untuk kepentingan segelintir elite," pungkasnya.
Sekadar diketahui sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengusulkan PPHN masuk dalam amendemen terbatas UUD 1945. Pria yang akrab disapa Bamsoet itu menilai keberadaan PPHN yang bersifat filosofis menjadi penting untuk memastikan potret wajah Indonesia masa depan, 50 tahun sampai 100 tahun mendatang, yang penuh dengan dinamika perkembangan nasional, regional dan global sebagai akibat revolusi industri, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi.
"Agar tak jadi arena permainan kepentingan pragmatis para elite," ujar Arif Nurul Imam kepada SINDOnews, Kamis (19/8/2021).
Dia menilai ada motif politik terselubung dalam amendemen tersebut jika ujung-ujungnya melebar ke periode jabatan presiden. "Ini bisa dibaca juga manuver politik untuk kepentingan pragmatis," katanya.
Kendati demikian, dia menambahkan bahwa dalam negara demokrasi, sebuah aspirasi atau usulan tentu sah-sah saja. "Masalahnya apakah aspirasi usulan Pokok-Pokok Haluan Negara tersebut relevan dengan kebutuhan tantangan bangsa ini," ungkapnya.
Sehingga, menurut dia, usulan untuk memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam amendemen terbatas UUD 1945 itu perlu dikaji mendalam relevansi dan plus minusnya. "Terkait amendemen terbatas UUD 1945 memang bisa menjadi bola liar, sehingga jika pintu amendemen dibuka bisa merevisi banyak hal karena pertimbangan politik praktis," tuturnya.
Maka itu, dia menuturkan, sejak awal seharusnya dibatasi pokok isunya atau pasal apa saja yang hendak diamendemen. "Sehingga mengurangi peluang manuver untuk kepentingan segelintir elite," pungkasnya.
Sekadar diketahui sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengusulkan PPHN masuk dalam amendemen terbatas UUD 1945. Pria yang akrab disapa Bamsoet itu menilai keberadaan PPHN yang bersifat filosofis menjadi penting untuk memastikan potret wajah Indonesia masa depan, 50 tahun sampai 100 tahun mendatang, yang penuh dengan dinamika perkembangan nasional, regional dan global sebagai akibat revolusi industri, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi.
(zik)
tulis komentar anda