Angka Kematian Dihapus dari Indikator, PKS: Penanganan Covid-19 Makin Suram
Kamis, 12 Agustus 2021 - 15:03 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati mengkritisi penghapusan angka kematian dari indikator penanganan Covid-19, karena banyak daerah yang melakukan kesalahan input data. Menurutnya, angka kematian adalah satu data penting dalam menakar sejauh mana kebijakan penanganan Pandemi Covid-19 berjalan.
Jika dihilangkan, kata Mufida, maka proses penanganan pandemi ke depan akan semakin suram. Ia juga khawatir, jika ke depan ada kesalahan lain dalam input data, semua indikator penanganan Covid-19 berpeluang dihilangkan.
“Kalau memakai logika pemerintah karena salah input data, khawatirnya semua indikator punya peluang dihilangkan. Misalnya angka positive rate, BOR dan angka testing yang menjadi standar WHO. Alasan input data menjadi tidak masuk akal karena kebijaka kita di semua lini kerap bermasalah soal data,” kata Mufida dalam keterangannya, Kamis (12/8/2021).
Menurut Mufida, bila data kematian dihilangkan bisa mengurangi kewaspadaan publik akan ancaman dan bahaya Covid. Saat ini kesadaran publik akan bahaya pandemi tengah meningkat, hal itu ditunjukkan dengan antusiasme vaksinasi di berbagai daerah. Momentum ini harus dijaga dengan tetap memberikan informasi yang utuh dan lengkap agar waspada.
Mantan anggota DPRD DKI Jakarta ini mengingatkan, penanganan pandemi Covid-19 tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah. Pemerintah harus menggandeng semua pihak termasuk menerima masukan dari para ahli guna merumuskan kebijakan.
“Jika data angka kematian dihilangkan, ada bacaan terhadap fakta lapangan yang bisa salah sehingga tidak berjalan peran para ahli dan masyarakat dalam memberikan masukan,” ujarnya.
Politikus PKS ini juga mengutip para ahli yang menyatakan vaksinasi bisa mengurangi risiko kematian akibat terpapar Covid-19. Saat ini cakupan vaksinasi nasional masih sangat rendah. Terlebih angka penularan di luar Jawa Bali saat ini cukup tinggi, sehingga risiko angka kematian lebih besar akibat tsunami serangan varian delta ini.
“Saat ini angka kematian besar termasuk di dunia, data mau dihilangkan. Nanti jika cakupan vaksinasi juga tinggi dan angka kematian kecil, apa data mau ditampilkan kembali? Kalau iya kan kita seperti main-main dalam kebijakan. Jika salah dalam input data, perbaiki datanya bukan dihapus dari indikator,” tegas Mufida.
Jika dihilangkan, kata Mufida, maka proses penanganan pandemi ke depan akan semakin suram. Ia juga khawatir, jika ke depan ada kesalahan lain dalam input data, semua indikator penanganan Covid-19 berpeluang dihilangkan.
“Kalau memakai logika pemerintah karena salah input data, khawatirnya semua indikator punya peluang dihilangkan. Misalnya angka positive rate, BOR dan angka testing yang menjadi standar WHO. Alasan input data menjadi tidak masuk akal karena kebijaka kita di semua lini kerap bermasalah soal data,” kata Mufida dalam keterangannya, Kamis (12/8/2021).
Menurut Mufida, bila data kematian dihilangkan bisa mengurangi kewaspadaan publik akan ancaman dan bahaya Covid. Saat ini kesadaran publik akan bahaya pandemi tengah meningkat, hal itu ditunjukkan dengan antusiasme vaksinasi di berbagai daerah. Momentum ini harus dijaga dengan tetap memberikan informasi yang utuh dan lengkap agar waspada.
Mantan anggota DPRD DKI Jakarta ini mengingatkan, penanganan pandemi Covid-19 tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah. Pemerintah harus menggandeng semua pihak termasuk menerima masukan dari para ahli guna merumuskan kebijakan.
“Jika data angka kematian dihilangkan, ada bacaan terhadap fakta lapangan yang bisa salah sehingga tidak berjalan peran para ahli dan masyarakat dalam memberikan masukan,” ujarnya.
Politikus PKS ini juga mengutip para ahli yang menyatakan vaksinasi bisa mengurangi risiko kematian akibat terpapar Covid-19. Saat ini cakupan vaksinasi nasional masih sangat rendah. Terlebih angka penularan di luar Jawa Bali saat ini cukup tinggi, sehingga risiko angka kematian lebih besar akibat tsunami serangan varian delta ini.
“Saat ini angka kematian besar termasuk di dunia, data mau dihilangkan. Nanti jika cakupan vaksinasi juga tinggi dan angka kematian kecil, apa data mau ditampilkan kembali? Kalau iya kan kita seperti main-main dalam kebijakan. Jika salah dalam input data, perbaiki datanya bukan dihapus dari indikator,” tegas Mufida.
(muh)
tulis komentar anda