Tantangan Digitalisasi Ekonomi
Senin, 09 Agustus 2021 - 09:26 WIB
Banyak pihak berharap digitalisasi bisa menjadi pendorong percepatan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. Terlebih di masa pandemi, pilihan mendigitalkan aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari seolah tak terhindarkan karena adanya berbagai pembatasan aktivitas fisik. Peluang ini tentu saja harus dimanfaatkan oleh masyarakat agar dampaknya terasa dan memberikan nilai tambah yang menguntungkan. Yang paling penting, jangan sampai digitalisasi ini hanya menjadi ajang pertarungan pemain asing baik secara langsung maupun tidak langsung.
Mengapa digitalisasi dalam kegiatan ekonomi kian penting? Untuk menjawab pertanyaan ini tentu perlu pemahaman luas tak hanya soal siapa yang bisa turut ambil bagian di dalamnya. Bukan juga soal bagaimana model bisnis tersebut bekerja. Namun, yang lebih penting adalah keterlibatan pelaku usaha dalam negerilah yang harus merasakannya.
Membangun digitalisasi ekonomi tidak bisa serta-merta dilakukan. Perlu dukungan ekosistem dan infrastruktur yang memadai untuk mewujudkannya. Apalagi menurut Google, Temasek dan Bain pada laporan bertajuk e-Conomy SEA 2020, di sebutkan bahwa nilai ekonomi digital di Indonesia pada tahun lalu tumbuh 11% dibandingkan 2019. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) juga memperkirakan sekitar 37% dari konsumen digital Indonesia pada 2020 merupakan konsumen baru yang beralih ke layanan digital akibat pandemi Covid-19.
Data tersebut sejalan dengan keterangan beberapa pelaku usaha yang bisnisnya ditopang teknologi digital. Pada sebuah diskusi virtual pekan lalu, Co-founder & CTO HappyFresh Fajar A Budiprasetyo mengungkapkana bahwa kondisi pandemi telah mengubah perilaku konsumsi masyarakat. Pandemi juga telah mempercepat pencapaian target-target startup tesebut dalam hal akuisisi jumlah pengguna. Sebagai contoh, untuk akuisisi jumlah pengguna sebelumnya HappuFresh memproyeksikan angka tertentu pada dua atau tiga tahun ke depan. Namun, ternyata di masa pandemi target tersebut bisa dicapai hanya dalam hitungan bulan.
Meski secara pertumbuhan pengguna platform digital terus meningkat, akan tetapi masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi para pelaku usaha maupun pemerintah. Salah satunya adalah ketersediaan infrastruktur yang masih belum merata terutama di daerah. Ini jelas akan menganggu target percepatan pembangunan berbasis digital karena bagaimanapun model ekonomi ini sangat bergantung pada teknologi dan ketersediaan prasarananya.
Terkait perkembangan startup di Tanah Air yang cenderung masih berpusat di kota-kota besar, Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Semuel Abrijani Pangerapan Semuel mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia terus berupaya mendorong percepatan transformasi digital dalam tiga elemen esensial. Yakni Pemerintahan, Ekonomi dan Masyarakat melalui sebuah framework Indonesia Digital Nation. Dalam konteks tersebut, ujar dia, Kominfo berfokus pada perluasan jaringan infrastruktur broadband dan pemanfaatan teknologi digital mencakup penyelesaian pembangunan BTS untuk koneksi 4G di seluruh Indonesia, dan persiapan implementasi 5G.
Yang juga menantang adalah soal pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) untuk mengisi posisi engineer di perusahaan-perusahaan rintisan berbasis digital. Peran engineer ini sangat vital mengingat produk/layanan yang dihasilkan para penyedia platform digital ini terkait erat dengan teknologi tinggi. Bisa dibayangkan, bagaimana para perusahaan-perusahaan rintisan ini berlomba-lomba mencari talenta-talenta di bidang teknologi informasi untuk mengembangkan layanan sesuai kebutuhan masyarakat.
Ikhwal kebutuhan SDM untuk mengembangkan startup ini pernah juga disampaikan sejumlah pelaku usaha di sektor digital bahwa Indonesia memerlukan 600.000 pekerja per tahun. Angka ini terpaut jauh dibanding pasokan SDM yang tersedia yang hanya di kisaran 100.000 orang. Kondisi ini tentu saja memerlukan sejumlah terobosan agar kesenjangan SDM ini bisa diisi oleh talenta-talenta di Tanah Air. Caranya tentu saja tidak mudah karena harus dimulai dari sistem pendidikan yang didalamnya bisa mengakomodasi kebutuhan industri tak hanya untuk posisi engineer tapi juga ahli-ahli logistik dan posisi terkait seperti suplai chain dan lainnnya.
Mengapa digitalisasi dalam kegiatan ekonomi kian penting? Untuk menjawab pertanyaan ini tentu perlu pemahaman luas tak hanya soal siapa yang bisa turut ambil bagian di dalamnya. Bukan juga soal bagaimana model bisnis tersebut bekerja. Namun, yang lebih penting adalah keterlibatan pelaku usaha dalam negerilah yang harus merasakannya.
Membangun digitalisasi ekonomi tidak bisa serta-merta dilakukan. Perlu dukungan ekosistem dan infrastruktur yang memadai untuk mewujudkannya. Apalagi menurut Google, Temasek dan Bain pada laporan bertajuk e-Conomy SEA 2020, di sebutkan bahwa nilai ekonomi digital di Indonesia pada tahun lalu tumbuh 11% dibandingkan 2019. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) juga memperkirakan sekitar 37% dari konsumen digital Indonesia pada 2020 merupakan konsumen baru yang beralih ke layanan digital akibat pandemi Covid-19.
Data tersebut sejalan dengan keterangan beberapa pelaku usaha yang bisnisnya ditopang teknologi digital. Pada sebuah diskusi virtual pekan lalu, Co-founder & CTO HappyFresh Fajar A Budiprasetyo mengungkapkana bahwa kondisi pandemi telah mengubah perilaku konsumsi masyarakat. Pandemi juga telah mempercepat pencapaian target-target startup tesebut dalam hal akuisisi jumlah pengguna. Sebagai contoh, untuk akuisisi jumlah pengguna sebelumnya HappuFresh memproyeksikan angka tertentu pada dua atau tiga tahun ke depan. Namun, ternyata di masa pandemi target tersebut bisa dicapai hanya dalam hitungan bulan.
Meski secara pertumbuhan pengguna platform digital terus meningkat, akan tetapi masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi para pelaku usaha maupun pemerintah. Salah satunya adalah ketersediaan infrastruktur yang masih belum merata terutama di daerah. Ini jelas akan menganggu target percepatan pembangunan berbasis digital karena bagaimanapun model ekonomi ini sangat bergantung pada teknologi dan ketersediaan prasarananya.
Terkait perkembangan startup di Tanah Air yang cenderung masih berpusat di kota-kota besar, Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Semuel Abrijani Pangerapan Semuel mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia terus berupaya mendorong percepatan transformasi digital dalam tiga elemen esensial. Yakni Pemerintahan, Ekonomi dan Masyarakat melalui sebuah framework Indonesia Digital Nation. Dalam konteks tersebut, ujar dia, Kominfo berfokus pada perluasan jaringan infrastruktur broadband dan pemanfaatan teknologi digital mencakup penyelesaian pembangunan BTS untuk koneksi 4G di seluruh Indonesia, dan persiapan implementasi 5G.
Yang juga menantang adalah soal pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) untuk mengisi posisi engineer di perusahaan-perusahaan rintisan berbasis digital. Peran engineer ini sangat vital mengingat produk/layanan yang dihasilkan para penyedia platform digital ini terkait erat dengan teknologi tinggi. Bisa dibayangkan, bagaimana para perusahaan-perusahaan rintisan ini berlomba-lomba mencari talenta-talenta di bidang teknologi informasi untuk mengembangkan layanan sesuai kebutuhan masyarakat.
Ikhwal kebutuhan SDM untuk mengembangkan startup ini pernah juga disampaikan sejumlah pelaku usaha di sektor digital bahwa Indonesia memerlukan 600.000 pekerja per tahun. Angka ini terpaut jauh dibanding pasokan SDM yang tersedia yang hanya di kisaran 100.000 orang. Kondisi ini tentu saja memerlukan sejumlah terobosan agar kesenjangan SDM ini bisa diisi oleh talenta-talenta di Tanah Air. Caranya tentu saja tidak mudah karena harus dimulai dari sistem pendidikan yang didalamnya bisa mengakomodasi kebutuhan industri tak hanya untuk posisi engineer tapi juga ahli-ahli logistik dan posisi terkait seperti suplai chain dan lainnnya.
(war)
Lihat Juga :
tulis komentar anda