Tata Ulang Fondasi Budaya Disiplin Bangsa; Bersiaga Melawan Krisis Pandemik Korona
Jum'at, 06 Agustus 2021 - 11:30 WIB
Martani Huseini
GB-FIA-UI, Ketua Klaster Innovative Governance CIGO-FIA-UI
Relevansi buku kondang Good to Great (Jim Collins,2001), mengingatkan pada kita perlunya segera merevitalisasi fondasi budaya disiplin bangsa, agar capaian kinerja organisasi menjadi Great.
Dilema penerapan Budaya ‘Disiplin’ dalam Masyarakat
Roh utama dalam buku Jim Collins adalah kata DISIPLIN. Nampaknya sederhana, namun dalam praktik sangat sulit implementasinya. Contoh nyata penanganan wabah pandemik Korona, agar masyarakat ‘TAAT/PATUH’ terhadap anjuran menaati PROKES 5 M dan tidak membandel masih dilematis. Bahkan masih banyak yang membandel melawan kebijaksanaan pemerintah terhadap kasus yang superberat ini. Kesiap-siagaan perang melawan wabah Korona dan berbagai variannya perlu ditata-ulang. Termasuk penerapan program vaksinasi satu hari satu juta orang, rencana ulang penerapan PPKM, PSBB maupun ‘TOTAL-LOCKDOWN’ tetap memerlukan landasan sikap disiplin, dan ini tidak mudah. Berbagai contoh dalam implementasi kebijakan pemerintah seperti tidak mudik waktu lebaran yang baru lalu, tidak berkerumun, disiplin taat pada aturan lalu lintas, disiplin tidak membuang sampah sembarangan, tidak korupsi dan masih banyak kasus yang lain. Ini adalah contoh aktual dan kontekstual dalam membahas salah satu aspek tentang fondasi pendidikan disiplin yang perlu ditata ulang.
Seandainya, masalah pembandelan, pembangkangan, abai, yang lebih dekat pada kategori ‘KEBODOHAN’ atas ketaatan pada aturan pemerintah dibandingkan dengan ‘UNCONCIOUSNESS’ (KETIDAKPAHAMAN MASALAH UTAMA), maka penanganan Covid-19 dan varian barunya tidak akan mengkhawatirkan seperti yang kita saksikan saat ini.
Sinkronisasi Penerapan Pendidikan Budaya Disiplin Bangsa ala Sistem TRIPUSAT
Ki Hajar Dewantara, tokoh Pendidikan Nasional dari Tamansiswa sudah sejak dahulu mengingatkan pada kita, agar berhati-hati dalam mendisain pendidikan Budaya Bangsa. Pendidikan harus sinkron, seirama dan terpadu, mulai dari Keluarga, Sekolah dan Masyarakat (Tripusat Pendidikan). PR besar saat ini adalah masalah penanggulangan wabah Covid-19. Kita masih bertanya-tanya, kapan pandemi ini akan berakhir. Ketidakjelasan ini akibat dari Konsep Tripusat Pendidikan budaya disiplin misalnya, belum dapat diwujudkan masih jauh dari sempurna. Sinkronisasi pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat, masih belum seirama. Misalnya, pelarangan untuk tidak menyontek dalam menjawab soal-soal ujian di kala PJJ, ataupun menaiki sepeda motor bagi yang belum memiliki SIM. Walaupun oleh sekolah sudah dilarang. Akan tetapi dirumah ataupun di masyarakat masih cenderung permisif, ataupun sebaliknya.
GB-FIA-UI, Ketua Klaster Innovative Governance CIGO-FIA-UI
Relevansi buku kondang Good to Great (Jim Collins,2001), mengingatkan pada kita perlunya segera merevitalisasi fondasi budaya disiplin bangsa, agar capaian kinerja organisasi menjadi Great.
Dilema penerapan Budaya ‘Disiplin’ dalam Masyarakat
Roh utama dalam buku Jim Collins adalah kata DISIPLIN. Nampaknya sederhana, namun dalam praktik sangat sulit implementasinya. Contoh nyata penanganan wabah pandemik Korona, agar masyarakat ‘TAAT/PATUH’ terhadap anjuran menaati PROKES 5 M dan tidak membandel masih dilematis. Bahkan masih banyak yang membandel melawan kebijaksanaan pemerintah terhadap kasus yang superberat ini. Kesiap-siagaan perang melawan wabah Korona dan berbagai variannya perlu ditata-ulang. Termasuk penerapan program vaksinasi satu hari satu juta orang, rencana ulang penerapan PPKM, PSBB maupun ‘TOTAL-LOCKDOWN’ tetap memerlukan landasan sikap disiplin, dan ini tidak mudah. Berbagai contoh dalam implementasi kebijakan pemerintah seperti tidak mudik waktu lebaran yang baru lalu, tidak berkerumun, disiplin taat pada aturan lalu lintas, disiplin tidak membuang sampah sembarangan, tidak korupsi dan masih banyak kasus yang lain. Ini adalah contoh aktual dan kontekstual dalam membahas salah satu aspek tentang fondasi pendidikan disiplin yang perlu ditata ulang.
Seandainya, masalah pembandelan, pembangkangan, abai, yang lebih dekat pada kategori ‘KEBODOHAN’ atas ketaatan pada aturan pemerintah dibandingkan dengan ‘UNCONCIOUSNESS’ (KETIDAKPAHAMAN MASALAH UTAMA), maka penanganan Covid-19 dan varian barunya tidak akan mengkhawatirkan seperti yang kita saksikan saat ini.
Sinkronisasi Penerapan Pendidikan Budaya Disiplin Bangsa ala Sistem TRIPUSAT
Ki Hajar Dewantara, tokoh Pendidikan Nasional dari Tamansiswa sudah sejak dahulu mengingatkan pada kita, agar berhati-hati dalam mendisain pendidikan Budaya Bangsa. Pendidikan harus sinkron, seirama dan terpadu, mulai dari Keluarga, Sekolah dan Masyarakat (Tripusat Pendidikan). PR besar saat ini adalah masalah penanggulangan wabah Covid-19. Kita masih bertanya-tanya, kapan pandemi ini akan berakhir. Ketidakjelasan ini akibat dari Konsep Tripusat Pendidikan budaya disiplin misalnya, belum dapat diwujudkan masih jauh dari sempurna. Sinkronisasi pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat, masih belum seirama. Misalnya, pelarangan untuk tidak menyontek dalam menjawab soal-soal ujian di kala PJJ, ataupun menaiki sepeda motor bagi yang belum memiliki SIM. Walaupun oleh sekolah sudah dilarang. Akan tetapi dirumah ataupun di masyarakat masih cenderung permisif, ataupun sebaliknya.
tulis komentar anda