PKS: Ketentuan Paten dalam RUU Ciptaker Kontradiktif

Kamis, 28 Mei 2020 - 16:38 WIB
Ketentuan tentang Paten dalam RUU Ciptaker dinilai tidak jelas dan bertentangan dengan semangat meningkatkan investasi serta menciptakan lapangan kerja. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
JAKARTA - Ketentuan tentang Paten dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) dinilai tidak jelas dan bertentangan dengan semangat meningkatkan investasi serta menciptakan lapangan kerja. Hal tersebut dikatakan oleh Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto.

(Baca juga: Rencana Pembentukan PAN Reformasi Terus Dimatangkan)

Mulyanto mengatakan, norma soal paten dalam RUU setebal seribu halaman lebih itu sangat berbeda dengan aturan sebelumnya dalam UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten. Dia memberikan contoh, dalam UU Nomor 13 Tahun 2016, ketentuan terkait dengan perlindungan paten, proses produksi berdasarkan paten dan kewajiban melakukan transfer teknologi diatur secara tegas.

Dia mengungkapkan, dalam Pasal 20, UU tentang Paten, pada Ayat (1) dijelaskan, bahwa Pemegang paten wajib membuat produk atau menggunakan proses di Indonesia. Dan dalam Ayat (2) diterangkan, membuat produk atau menggunakan proses sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus menunjang transfer teknologi, penyerapan investasi dan/atau penyediaan tenaga kerja.

Kemudian, kata dia, dalam pasal 110 RUU Ciptaker, ketentuan pada Pasal 20, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 dihapuskan. "Ketentuan dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5922) dihapus," katanya dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Kamis (28/5/2020).



"Konsekuensinya, apabila paten asing didaftarkan di Indonesia, mereka dapat melindungi produk mereka untuk tidak ditiru oleh peneliti Indonesia. Namun di sisi lain, mereka tetap bisa memproduksi barang mereka di luar negeri, karena tidak ada kewajiban mereka harus memproduksi paten tersebut di Indonesia," tambah Mulyanto.

Lebih lanjut dia mengatakan, sementara untuk kasus paten dari Indonesia yang didaftarkan di tanah air, apabila ada investor asing yang berminat untuk memproduksi, maka investor tersebut dapat memproduksinya dimana saja yang paling menguntungkan bagi mereka, apakah di Indonesia atau di negara mereka.

'Tidak ada kewajiban bagi investor untuk memproduksi paten tersebut di Indonesia," kata Mantan Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Pertanian era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.

Mulyanto berpendapat, penghapusan Pasal 20, UU 13 Tahun 2016 itu adalah wujud nyata liberalisasi ekonomi Indonesia, terkait dengan kebebasan tempat memproduksi paten yang pro investor asing, namun berpotensi merugikan bangsa sendiri.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More